Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA bulan sudah ratusan ton buah anggur itu teronggok di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sejak ditahan petugas Bea dan Cukai pada Agustus lalu, anggur asal Cina itu tak disentuh, apalagi diambil, oleh pemiliknya.
Buah berwarna merah tua itu diselundupkan dengan dokumen yang menyebutnya sebagai "wortel". Petugas pabean tak terkecoh, dalam mesin pemindai muncul dua warna mencolok pada 10 kontainer, dari 25 kontainer berkapasitas 40 ton yang diperiksa.
Setelah dibongkar, tiga lapis paling depan terbukti berisi wortel. Namun, lapis selanjutnya, ratusan kardus berisi anggur. Jumlahnya lebih banyak ketimbang wortel. "Kami menahan karena tidak sesuai dengan dokumen," kata Sonny Wibisono, Kepala Seksi Intelijen Bea dan Cukai Tanjung Priok, kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Dia menaksir nilai anggur ilegal berkisar hampir Rp 10 miliar.
Sejak terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42 dan 43 Tahun 2012 pada 19 Juni lalu, anggur asal Cina dilarang masuk Pelabuhan Tanjung Priok. Adapun wortel masih diperbolehkan. Buah subtropis asal Cina itu hanya diizinkan masuk melalui pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno-Hatta di Makassar, serta Bandar Udara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten. "Dengan peraturan itu, biasanya ada juga yang coba-coba masuk lewat sini," ujar Sonny.
Jenis anggur yang diperbolehkan masuk Pelabuhan Tanjung Priok berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Sistem hortikultura empat negara tersebut telah diakui oleh pemerintah. Sebaliknya, sistem budi daya anggur di Cina belum mendapat sertifikasi.
Kafi Kurnia, Ketua Umum Asosiasi Eksportir-Importir Buah dan Sayuran Segar, mengatakan larangan anggur Cina masuk Tanjung Priok bertujuan melindungi pasar anggur lokal. Harga anggur Cina stabil pada Rp 30 ribu per kilogram, jauh lebih murah ketimbang anggur lokal yang berkisar Rp 30-45 ribu per kilogram. Adapun anggur impor non-Cina dibanderol Rp 60 ribu per kilogram.
Pelarangan membuat ongkos importir membengkak untuk bisa masuk ke pasar terbesarnya di Jakarta dan sekitarnya. Dengan begitu, harga anggur Cina bakal lebih mahal ketimbang anggur lokal.
Kafi menilai penyelundupan buah anggur Cina akan terus berlangsung karena gurihnya bisnis ini. Nilai impor anggur mencapai US$ 113,11 juta, setara dengan Rp 1,085 triliun, tahun lalu. Tren kenaikannya hingga 24 persen sejak 2007. Adapun realisasi impor hingga Juli tahun ini mencapai US$ 74,864 juta atau Rp 718,964 miliar.
Dalam dokumen kepabeanan, anggur ilegal itu diimpor oleh PT Dwi Tunggal Buana dan PT Lancar Maju Sejahtera. Keduanya merupakan importir terdaftar yang sudah lama malang-melintang dalam bisnis hortikultura. Dwi Tunggal Buana mengimpor 7 kontainer anggur ilegal dan sisanya milik Lancar Maju.
Kendati terbukti menjadi smokel, kedua perusahaan tidak langsung dijatuhi sanksi. Izin impornya belum dikenai blokir. Sonny mengatakan pihaknya menunggu keputusan dari Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok. Pelanggaran impor hortikultura, menurut dia, merupakan kewenangan khusus Kementerian Pertanian. "Kami hanya mengeksekusi."
Setali tiga uang, petugas Karantina juga tidak kunjung menjatuhkan sanksi kepada importir nakal ini. Sukarji, Kepala Bidang Karantina Tumbuhan Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok, mengatakan pihaknya kesulitan mendatangkan pemilik anggur tersebut. Sanksi, menurut dia, pasti dijatuhkan, yaitu antara ekspor ulang dan dimusnahkan. Namun sanksi tersebut harus melalui proses konfirmasi kepada pemilik barang. "Kami tidak tahu siapa pemiliknya," Sukarji berkilah.
Muhammad Ischaq, Kepala Seksi Informasi dan Sarana Teknik Karantina Tumbuhan, mengatakan telah mengirim surat pemanggilan tiga kali kepada direktur utama kedua perusahaan. Tapi yang datang adalah kelompok calo yang kerap mengurus dokumen di Balai Karantina. "Yang datang itu-itu lagi. Mereka hanya mengurus dokumen, tidak mau mengakui memiliki barang," katanya.
Laporan berbeda diterima Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian. Menurut dia, kasus anggur Cina ini telah dilimpahkan ke kepolisian pada pertengahan Oktober lalu. Keputusan untuk mengekspor ulang, kata Banun, menunggu proses hukum selanjutnya. "Menunggu hasil pengadilan seperti apa."
Sebaliknya Sukarji dan Ischaq menegaskan, kasus ini belum diputuskan mengandung unsur pidana dan dilimpahkan ke polisi. Kendala Tim Karantina, kata mereka, yaitu tidak ada peraturan yang tegas menyebutkan kasus pemalsuan dokumen komoditas dapat dipidanakan. "Undang-undang kita lemah secara teknis," ujar Ischaq.
Tim penyidik di karantina, Sukarji menambahkan, sedang berkonsultasi dengan Koordinator Pengawasan Penyidik PNS di Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Dengan polisi sifatnya koordinasi, bukan pelimpahan."
Kantor Dwi Tunggal Buana berada di kawasan perkantoran Jalan Balikpapan Raya, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat. Kantor tiga lantai itu masih beroperasi seperti biasa dan hanya mengurusi administrasi. Tiga karyawan laki-laki berada di ruang depan menjaga kantor. Menurut salah satu karyawan, gudang penyimpanan buah berlokasi di kawasan industri Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Pemilik Dwi Tunggal adalah Alvin. Namanya kesohor di antara pengusaha importir hortikultura. Pada Desember 2011, Dwi Tunggal Buana bersama dua perusahaan lain terbukti mengimpor kentang berpenyakit sebanyak 542,9 ton. Kentang tersebut sudah dimusnahkan oleh Balai Karantina.
Kafi Kurnia mengenal Alvin bukan sebagai importir. Alvin dikenal bergerak di bisnis Ekspedisi Muatan Kapal Laut, perusahaan jasa yang mengurus jasa kepabeanan. "Dia hanya dipinjam nama. Importirnya bukan dia," ujarnya.
Menurut Kafi, praktek pinjam nama merupakan strategi importir menghindari pajak lebih tinggi. "Caranya bagaimana, pokoknya hasilnya pajak bisa lebih rendah."
Didit, seorang calo yang kerap mengurus dokumen karantina, mengatakan Alvin kerap melobi pejabat Balai Karantina. Didit, yang sehari-hari mangkal di depan kantor Karantina Pertanian Tanjung Priok, menceritakan, Alvin memiliki jalur tersendiri mengurus perizinan di Karantina. "Dia punya kolega di Karantina," katanya.
Sukarji terus terang mengaku tahu nama Alvin, meski tidak pernah bertemu. Alvin berulang kali dipanggil, tapi mangkir datang ke Karantina. Dia malah mengirim utusannya, yang sering dipanggil dengan nama Bob. Sukarji membantah jika Alvin disebut mendapat perlakuan khusus. "Kami ditempatkan di kantor ini untuk bersih-bersih," ucapnya. Pemusnahan kentang dan penahanan anggur milik Alvin, Sukarji menambahkan, merupakan bukti Karantina tidak disetir Alvin.
Didatangi di kantornya, Alvin tidak berada di tempat. Nomor telepon yang tertera justru bukan beralamat di kantor Dwi Tunggal Buana. Kelvin, Manajer Penjualan Dwi Tunggal Buana, membantah jika perusahaannya disebut mendatangkan anggur. "Tidak ada anggur Cina masuk di tempat kami," katanya kepada Tempo. Menurut dia, perusahaan sedang berfokus mengurusi perizinan di Kementerian Pertanian dan Perdagangan.
Seperti halnya Dwi Tunggal Buana, pemilik Lancar Maju Sejahtera, Gandi, juga sulit diminta datang. "Beberapa kali diundang tidak datang," ujar Sukarji. Tempo mendatangi kantor Lancar Maju Sejahtera, yang berjarak 200 meter dari Balai Karantina di Jalan Enggano Raya, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Perusahaan ini menempati dua ruko nomor 9X dan 11B. Gandi membantah jika pihaknya dikatakan mendatangkan anggur ilegal. "Silakan ditanyakan ke Karantina, kami sudah menjual Lancar Maju," katanya. Alhasil, ibarat hantu, tuan pemilik ratusan ton anggur itu tak diketahui rimbanya, atau sengaja dibuat tak tampak.
Akbar Tri Kurniawan, Ayu Primasandi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo