Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang-Puluhan ekor kerbau rawa terpaksa mencari makan di tengah-tengah kebakaran hutan, lahan dan kebun atau karhutla di desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Bahkan beberapa ekor kerbau terlihat berendam di dalam lumpur di tengah kepulan asap yang menggumpal, Rabu siang, 9 Oktober 2019. Keadaan tersebut tidak bisa dihindari sebagai akibat dari semakin berkurangnya padang rumput dan areal rawa sebagai tempat mereka mencari makan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melihat hal itu Arfan Abrar, peneliti sekaligus pemerhati ekosistem kerbau rawa di Sumatera Selatan menjelaskan ancaman terhadap ekosistem rawa berupa kebakaran hutan dan lahan jelas nyata. Bukan hanya pada kerbau rawa tetapi juga keseluruhan organisme yang ada di dalamnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melihat hal itu langkah edukasi, sosialisasi serta pelibatan komunitas yang hidup di dalamnya harus ditingkatkan agar habitat kerbau rawa dapat dipertahankan. Selain itu, katanya, peternak kerbau rawa sebagai pewaris budidaya dan ternaknya harus terus menerus didampingi, termasuk dari Fakultas Pertanian Unsri.
“Data belum banyak berubah tetapi potensi penurunan menjadi naik dengan adanya karhutla ini,” kata Arfan, Kamis 10 Oktober 2019. Arfan Abrar, juga merupakan ketua jurusan teknologi dan industri perternakan Unsri (Universitas Sriwijaya) menambahkan populasi kerbau rawa di Sumatera Selatan dari tahun ke tahun terus mengalami pengurangan.
Dari penelitian Universitas Sriwijaya (Unsri) didapati hanya menyisakan tidak lebih dari 10 ribu ekor. Salah satu sebabnya, minimnya sentuhan teknologi sehingga peternak hanya mengandalkan kemampuan yang didapat secara turun temurun. "Populasinya semakin terancam," kata Arfan.
Dalam catatannya, kerbau rawa di kecamatan Rambutan, Banyuasin hanya tersisa 3000 ekor, di Tanjung Senai, Ogan Ilir hanya tersisa 2000 ekor dan terbanyak sekitar 5000 ekor di kecamatan Pampangan. Sedangkan dalam penelitiannya, Arfan menjelaskan pada medio tahun 2010an kerbau Rawa di Sumsel masih berkisar 15.000 ekor. Dia sangat pesimistis Kerbau Rawa dapat bertahan bila penjualan anak dan induk betina tetap berjalan secara masif.
Sementara itu kepala dusun II, desa Riding, Iswadi menjelaskan desanya memiliki hingga ratusan ekor kerbau rawa yang di ternak secara turun temurun oleh warga desanya. Hanya saja dalam beberapa tahun terakhir ini jumlah semakin berkurang sehingga pihaknya berharap campur tangan pemerintah dan dunia swasta agar habitat kerbau rawa tidak habis pada masa-masa yang akan datang.
Saban hari, kerbau-kerbau tersebut mencari makan secara mandiri di padang rumput dan rawa-rawa yang ada di luar desa. Sedangkan pada sore hari biasanya, kerbau-kerbau tersebut pulang kandang. “Kerbau di sini hampir sama dengan kerbau rawa di Pampangan maupun Rambutan,” katanya.