Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mimpi Merpati Terbang Lagi

Kim Johanes Mulia sudah lama mengincar Merpati Nusantara Airlines. Menunggu persetujuan privatisasi.

1 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Loket penjualan tiket Merpati yang tutup di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Februari 2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kim Johanes Mulia memilih-milih pemasok pesawat terbang yang akan diajak berkolaborasi. Bos Grup Intra Asia itu menawarkan prospek bisnis aviasi kepada empat produsen besar dunia, yakni Boeing dari Amerika Serikat, Airbus asal Prancis, Sukhoi dari Rusia, dan sebuah perusahaan asal Cina. Di Negeri Panda, pabrik yang diproyeksikan bersaing dengan produk Boeing adalah Comac, perusahaan milik pemerintah. “Empat-empatnya saya kirimi penawaran,” ujarnya kepada Tempo, Rabu pekan lalu. Dalam proposalnya, Kim menawarkan konsep bisnis aviasi yang ia rancang sebagai acuan untuk menjalin kerja sama.

Nama Kim belakangan ramai diperbincangkan. Ia calon investor PT Merpati Nusantara Airlines yang bermimpi mengoperasikan kembali maskapai pelat merah tersebut. Dengan membawa bendera PT Intra Asia Corpora, Kim menandatangani perjanjian transaksi penyertaan modal bersyarat dengan Merpati pada 29 Agustus 2018. Ia berkomitmen menggelontorkan dana Rp 6,4 triliun secara bertahap. Perusahaannya juga menyiapkan jaminan dalam bentuk surety bond Rp 250 miliar.

Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset atau PPA (Persero) Henry Sihotang menjelaskan, investor akan mencairkan Rp 1,2 triliun dulu. Sisanya, Rp 5,2 triliun, akan disetorkan beberapa kali dalam dua tahun. PPA adalah perusahaan negara yang bertugas mengelola aset pemerintah, termasuk menyehatkan atau mencari solusi bagi badan usaha milik negara yang bangkrut.

Perusahaan menerima perintah me-restrukturisasi Merpati dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara pada 2008, yang diperbarui dengan surat penugasan pada Oktober 2014. Maskapai yang dulu dikenal dengan penerbangan perintisnya ini berhenti beroperasi per Februari 2014. Perusahaan memikul utang jumbo, yang saat itu mencapai Rp 8 triliun lebih. Termasuk di antaranya utang kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan.

Henry mengungkapkan, PPA baru merampungkan masalah pekerja. Sekitar 1.530 karyawan menerima hak normatifnya senilai total Rp 254 miliar. Sebagian pesangon telah dicairkan. Sisanya akan dibayarkan bersamaan dengan masuknya investor nanti. Jumlah pesangon yang belum diselesaikan sekitar Rp 316 miliar.

Selanjutnya, seturut penugasan Kementerian BUMN, PPA membuat kajian tentang restrukturisasi Merpati dan berupaya mencari investor. Tiba-tiba Henry dikejutkan oleh perusahaan pemasok yang menggugat Merpati. Mereka adalah PT Parewa Aero Catering, PT Kirana Mitra Mandiri, dan PT Pratitha Titiannusantara.

Gugatan masuk ke pengadilan niaga di Pengadilan Negeri Surabaya pada 15 Januari 2018. Sidang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) mengeluarkan putusan sementara pada 6 Februari. Majelis hakim memberikan waktu selama 270 hari kepada Merpati untuk memperoleh homologasi. “Kalau tidak, akan dipailitkan,” kata Henry.

Putusan itu memaksa PPA kejar tayang mencari calon investor. Upaya dimulai dengan pemasangan iklan di koran pada 9 Februari bahwa Merpati sedang menjalani proses sidang PKPU. Karena itu, perseroan membuka peluang kepada siapa pun yang berminat bermitra dengan Merpati untuk mengajukan proposal perdamaian. Merpati sendiri tidak punya kemampuan.

Dalam iklan itu, PPA telah membuat term of reference. Para peminat diberi waktu dua pekan untuk mendaftar. Mereka boleh melakukan uji tuntas secara singkat selama dua bulan. PPA membentuk tim ahli independen yang bertugas merekomendasikan salah satu proposal terbaik. Tim beranggotakan sejumlah pakar bisnis aviasi. Ada beberapa mantan pejabat Kementerian Perhubungan, ada juga pengamat penerbangan.

Kandidat investor diperoleh pada April. PPA pun mengundangnya untuk berdiskusi dan mengoptimalkan penawaran. Sebab, bila proposal kurang menarik, kreditor akan menolaknya. Di ruang sidang, tak semua kreditor mencapai kata sepakat. Salah satu yang tidak setuju adalah Kementerian Keuangan.

BUKAN kali itu saja PT Perusahaan Pengelola Aset berupaya mencarikan mitra bagi Merpati. Menurut Henry Sihotang, pada Agustus 2014, perusahaan menggelar investor gathering di Hotel Le Meridien, Jakarta. Sebanyak 42 institusi yang dinilai potensial menjadi mitra Merpati diundang. “Institusi dalam negeri saja. Tapi kan ada yang punya afiliasi di luar negeri, seperti AirAsia,” Henry memberikan contoh.

Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) Asep Ekanugraha (kiri) di Pengadilan Negeri Surabaya,14 November lalu.

Dalam pertemuan itu, PPA mengungkap berbagai persoalan Merpati. Perseroan sekaligus mengundang siapa pun yang berminat menelaah masalah Merpati dalam pertemuan khusus. PPA membuka kesempatan selama sebulan dan menerima one on one meeting. Sebanyak 11 calon investor datang bergiliran. PPA memaparkan masalah lebih detail. Hasilnya, para calon investor mundur teratur begitu melihat jumlah utang, faktor produksi yang menua, serta persoalan karyawan. Nilai aset Merpati yang di atas kertas tertulis Rp 1,2 triliun dinilai tak sebanding dengan beban utang yang kini mencapai Rp 10,9 triliun.

Kim Johanes Mulia turut hadir di Le Meridien. Ia mengaku telah lama tertarik bekerja sama dengan Merpati. Ia melirik peran Merpati yang selama ini menjadi penghubung atau jembatan Nusantara. “Kami tidak pernah berpikir untuk masuk ke Merpati. Saya hanya ingin bekerja sama,” ujarnya. Bertahun-tahun menunggu, akhirnya Kim, melalui Intra Asia Corpora, terpilih sebagai calon investor dan menjadi bagian dari proses sidang PKPU.

Direktur Utama Merpati Kapten Asep Ekanugraha mengatakan proposal perdamaian itu pada dasarnya adalah upaya mendapatkan kepercayaan dan kesepakatan bersama. Juga memberi Merpati kesempatan beroperasi kembali sehingga mendapat pemasukan agar perusahaan mampu menyelesaikan utang kepada para kreditor. Ia menegaskan, pencarian mitra strategis berlangsung terbuka. Semua persyaratan sudah dikoordinasikan dan melalui pembahasan awal bersama Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap Merpati bisa direvitalisasi secara kredibel. Dengan begitu, perusahaan tetap memiliki nilai ekonomi untuk memulihkan keuangan. Masalahnya, ia belum melihat ada investor yang cukup kredibel untuk membantu restrukturisasi Merpati. Ia menyatakan kementeriannya akan mendukung bila calon mitra Merpati memiliki modalitas yang kredibel. “Karena yang saya inginkan adalah track record. Bukan hanya orang yang tertarik masuk, cuma bawa nama tapi tidak bawa expertise, tidak bawa teknologi, tidak bawa uang,” ucapnya, dua pekan lalu.

Kim Johanes memang mempunyai sederet catatan kurang sedap. Ia pernah menjadi tersangka Kejaksaan Agung dalam kasus penyaluran kredit Badan Pembangunan Indonesia kepada perusahaan tekstil PT Detta Marina. Jejak Kim juga ada dalam perkara PT Bank Artha Prima. Ia juga pernah tersangkut kasus PT Bank Bali. Tapi Kim menampik semuanya. “Sampai hari ini, posisi saya bersih. Walaupun Anda melihat ada unsur ini, unsur itu, tapi tidak ada satu pun saya dihukum. Sangat clean.”

Henry Sihotang meyakinkan bahwa PPA telah membuat pertimbangan. “Masalahnya, dari pilihan 1-10, yang maksimum yang diambil. Kalau gagal, tidak ada ruginya. Malah untung Rp 260 miliar,” tuturnya. Adapun Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro belum bisa berkomentar karena belum menerima salinan putusan pengadilan.

Aloysius mengatakan, setelah salinan putusan diterima, Kementerian BUMN akan mengajukan persetujuan privatisasi. Tim privatisasi akan dibentuk dengan dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian. Anggotanya, selain Menteri BUMN, adalah Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan. Kajian tim akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuan.

Jalan masih panjang bagi Merpati, tapi Asep Ekanugraha optimistis maskapai ini bisa beroperasi kembali tahun depan. Ia mengincar rute penerbangan wisata domestik. Perusahaan berencana mendatangkan 25 unit pesawat. Pesawat dibeli dari produsen asal Rusia secara bertahap. “Kami harus menyediakan paling sedikit sepuluh unit untuk mendapat izin operasi,” ujarnya.

RETNO SULISTYOWATI, YOHANES PASKALIS PAE DALE, DIAS PRASONGKO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus