Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Enggan Intervensi Masalah Pagar Laut, Menteri Agraria: Selama Masih di Laut, Itu Rezimnya Laut

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut persoalan pagar laut di perairan Tangerang menjadi wewenang Kementerian Kelautan.

16 Januari 2025 | 09.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas melaut dan penampakan Pagar laut di Desa Karangserang Sukadiri Kabupaten Tangerang, 12 Januari 2025. TEMPO/AYU CIPTA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengklaim kementeriannya belum menerima laporan atau informasi resmi terkait dengan persoalan pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Sementara, pemerintah hanya dapat bertindak atas dasar legal standing. Karena itu, selama belum ada dasar hukum yang jelas, ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa.

Di sisi lain, Nusron mengatakan tidak akan mengintervensi lantaran persoalan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer itu berada di wilayah lautan. “Selama masih di laut, itu adalah rezimnya laut,” kata Nusron di kantornya, pada Rabu, 15 Januari 2025, dikutip dari keterangan resmi.

Menurut Politikus Partai Golkar itu, persoalan yang menjadi wewenang Kementerian ATR/BPN adalah masalah tata ruang di wilayah darat. Hal itu pun tergantung kawasan yang menjadi titik persoalan. “Kalau hutan, itu kewenangan (Kementerian) Kehutanan. Kalau bukan hutan, ya itu menjadi kewenangan kami,” ujar Nusron.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY juga mengeluarkan pernyataan serupa. AHY mengatakan persoalan itu menjadi ranah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang kini sedang melakukan investigasi bersama pemerintah daerah setempat.

“Terkait dengan tata ruang di wilayah laut, itu dalam otoritas KKP dan di luar koordinasi Kemenko Infra,” kata AHY dalam konferensi pers di kantornya pada Selasa, 14 Januari 2025. “Kami tidak ingin gegabah menyampaikan karena sedang diinvestigasi.”

AHY menyatakan, setiap aspek kehidupan harus taat pada hukum. “Tidak boleh ada kegiatan apapun di luar aturan dan hukum yang berlaku,” kata Ketua Umum Partai Demokrat itu.

KKP  telah menyegel pagar bambu pada Kamis, 9 Januari 2025. KKP memberikan waktu 20 hari bagi pembangun dan pemilik pagar tersebut untuk membongkar sendiri bangunan yang melintasi 16 desa di enam kecamatan. Teranyar, KKP menyampaikan rencananya untuk membongkar pagar bambu itu dalam satu-dua hari ke depan.

Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP Halid Yusuf mengatakan masalah pagar laut bukan hanya menjadi kewenangan kementeriannya. Namun, turut menjadi tanggung jawab kementerian terkait, seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perekonomian. “Untuk itu, kami perlu berkoordinasi apa langkah selanjutnya,” tutur Halid saat meninjau pagar laut di Pulau Cangkir, Kronjo, Tangerang, pada Rabu, 15 Januari 2025.

Halid mengklaim KKP masih mencari siapa pelaku pemasangan pagar laut. Ia berujar, pihaknya masih menginvestigasi hal tersebut. Sebelumnya, sempat ada pihak yang mengklaim sebagai pembuat pagar laut di perairan Tangerang yaitu kelompok bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP).  Koordinator JRP Sandi Martapraja mengatakan pagar laut tersebut dibangun masyarakat setempat secara swadaya. "Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," katanya, seperti dikutip Antara. Namun, ia tidak menjelaskan berapa dan dari mana sumber dana yang digunakan untuk  membuat pagar dari ribuan bambu tersebut.

Klaim itu menjadi tanya tanya sejumlah pihak. Menurut Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MTI) Mulyanto, pagar laut memang memungkinkan  untuk menahan abrasi pantai dengan perlakuan khusus perlakuan khusus karena umur pakai bambu terbatas. Namun, pagar bambu tidak efektif menahan tsumai yang memiliki energi tinggi.

“Penjelasan pagar laut itu dibangun untuk memecah ombak sangat irasional. Sekiranya publik mempercayai keterangan ini maka kita akan ditertawakan ilmuwan-ilmuwan oceonografi dunia,” kata Mulyanto melalui keterangan tertulis.

Mulyanto menilai klaim JRP soal masyarakat yang membangun pagar laut secara swadaya juga aneh karena biaya pembangunannya tidak sedikit. “Mengeluarkan uang sebanyak Ini untuk keperluan publik, yang mestinya jadi tugas negara, adalah hal yang juga sangat kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang sangat memprihatinkan sekarang ini,” kata Anggota Komisi Energi DPR 2019-2024 ini.

Sebelumnya, sumber Tempo di DPR mengaku mendapat laporan mengenai keterlibatan Pantai Kosambi Indah atau PIK 2 dalam pembangunan pagar laut di Kabupaten Tangerang. Dia mengklaim mendapat laporan dari warga sekitar pesisir, bahwa wilayah laut yang dipagari akan menjadi bagian dari proyek pembangunan PIK 2.

Namun, Manajemen PIK 2 yang di bawah pengelolaan Agung Sedayu Group membantah telah membangun pagar tersebut. Toni, perwakilan manajemen PIK 2, mengklaim pembangunan pagar laut yang terbuat dari bilah-bilah bambu itu tidak ada hubungannya dengan kliennya. “Itu tidak ada kaitannya dengan kami,” kata Toni di Tangerang, pada Ahad, 12 Januari 2025 seperti diberitakan Antara. 

Sultan Abdurrahman dan Joniansyah  berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Kronologi Perseteruan di Kadin: Arsjad Ketua TPN Ganjar, Munaslub, sampai Anin Dikukuhkan Jadi Ketua Umum

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus