Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak ke level tertinggi tiga minggu pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena OPEC+ menyetujui pengurangan produksi besar-besaran sejak pandemi COVID 2020, meskipun pasar ketat dan ada penentangan terhadap pemotongan dari Amerika Serikat dan lainnya.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terdongkrak 1,24 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi menetap di 87,76 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI mencapai posisi tertinggi 88,42 dolar AS per barel selama sesi, tertinggi sejak 15 September.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember bertambah 1,57 dolar atau 1,7 persen, menjadi ditutup di 93,37 dolar per barel di London ICE Futures Exchange. Brent mencapai tertinggi sesi di 93,96 dolar AS per barel, level tertinggi sejak 15 September.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, pada Rabu 5 Oktober 2022, memutuskan untuk mengurangi produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Minyak Rusia Diprediksi Beralih ke Asia dan Timur Tengah
OPEC+ menyebut keputusan tersebut untuk memotong sentimen ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global.
"Pemotongan produksi adalah reaksi OPEC+ terhadap penurunan harga dalam beberapa bulan terakhir, dan akan membantu menyeimbangkan kembali pasar minyak," kata Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research, Rabu 5 Oktober 2022.
Pemotongan 2 juta barel per hari (bph) dari OPEC+ dapat memacu pemulihan harga minyak yang telah turun menjadi sekitar 90 dolar AS dari 120 dolar AS tiga bulan lalu di tengah kekhawatiran resesi ekonomi global, kenaikan suku bunga AS dan dolar yang lebih kuat.
Kekhawatiran tentang permintaan di tengah meningkatnya risiko resesi dan apresiasi tajam dolar AS menyebabkan harga minyak jatuh pada akhir September ke level terendah sejak Januari.
Minyak telah naik minggu ini untuk mengantisipasi pemotongan, kata Fiona Cincotta, analis pasar keuangan senior di City Index seperti dikutip Reuters.
"Dampak nyata dari pemotongan besar (OPEC+) akan lebih kecil, mengingat beberapa anggota gagal mencapai kuota produksi mereka," kata Cincotta.
Pedagang juga mencerna data persediaan bahan bakar AS. Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan bahwa persediaan minyak mentah komersial negara itu turun 1,4 juta barel selama pekan yang berakhir 30 September. Analis yang disurvei oleh S&P Global Commodity Insights memperkirakan pasokan minyak mentah AS menunjukkan penurunan 1,5 juta barel.
Menurut EIA, total persediaan bensin motor turun 4,7 juta barel pekan lalu, sementara persediaan bahan bakar sulingan turun 3,4 juta barel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Harga Minyak Menguat Tipis, WTI Menetap di 86,87 Dolar AS per Barel
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini