Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pabrik Renta Peninggalan Belanda

Revitalisasi semua pabrik gula membutuhkan dana Rp 13,61 triliun. Perusahaan gula milik negara akan menanam tebu di lahan Perhutani.

5 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH seharian Misno memarkir truknya di depan Kantor Pos Jatiroto, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Sejak subuh, truk yang ia kemudikan tidak bisa bergerak. Bukan karena mogok. "Mesin Pabrik Gula Jatiroto macet," kata Misno, Selasa siang pekan lalu.

Akibatnya, truk itu antre bersama puluhan truk lain yang lebih dulu tiba di sana. Di dalam truk yang ia kemudikan, warga Rojopolo, Kecamatan Jatiroto, itu membawa berton-ton tebu. Perdu manis itu hendak digiling di Pabrik Gula Jatiroto. Gerbang pabrik milik PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) itu tinggal 100 meter dari posisinya. Di belakangnya, sejumlah truk ikut berderet menunggu giliran.

Dari sesama sopir, Misno memperoleh informasi bahwa mesin pabrik baru akan hidup pukul tiga sore. Misno senewen. Dia memilih pulang ke rumahnya, yang jaraknya sembilan kilometer dari pabrik. Di pinggir Jalan Ranupakis, keduanya menunggu tumpangan kendaraan. Sedangkan truk mereka tinggalkan.

Pada sore itu, asap mengepul dari cerobong Pabrik Gula Jatiroto, pertanda penggilingan tebu sudah dimulai. Di dalam pabrik, sejumlah karyawan rupanya mengerjakan urusan lain. Mereka memasang rangka besi. Di bagian belakang, seorang pekerja asal India mengawasi pemasangan ketel dan turbin. Satu traktor meratakan tanah area pabrik, yang kelak menjadi lokasi ketel baru. "Revitalisasi pabrik ini tidak boleh mengganggu penggilingan," kata Direktur Utama PTPN XI Moh. Cholidi di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Selasa pekan lalu.

Pemasangan ketel dan turbin baru itu untuk meningkatkan kemampuan giling dari 7.000 ton tebu per hari (ton cane per day/ TCD) menjadi 10 ribu ton per hari. Biayanya mencapai Rp 870 miliar. Pada 2015, PTPN XI, melalui induknya, PTPN III Holding, memperoleh kucuran modal Rp 650 miliar untuk membiayai proyek itu. Sisanya dari dana internal dan pinjaman. "Tahun ini proyek sudah mulai berjalan," kata Cholidi. Kontraktornya adalah Hutama Karya, Uttam India, dan EA Euro Asiatic.

Rencana meremajakan pabrik gula pelat merah muncul pada 2015. Pabrik-pabrik ini sudah terlalu tua, peninggalan kolonial Belanda. "Sebanyak 74 persen pabrik gula milik BUMN umurnya di atas satu abad," kata Cholidi. Walhasil, pabrik tidak efisien. Biaya pokok produksi gula di Jatiroto, misalnya, mencapai Rp 7.700 per kilogram. "Kalau kapasitas di atas 10 ribu ton per hari, harga pokoknya bisa di bawah Rp 5.000 per kilogram."

Total pabrik milik PTPN, Bulog, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia ada 54. Sebanyak 46 di antaranya berlokasi di Jawa, dan ada empat pabrik yang kadang berproduksi, kadang tidak. "Kami konsentrasi membenahi yang masih jalan," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro di kantornya di Jakarta, Selasa pekan lalu.

Biaya membenahi pabrik-pabrik itu mencapai Rp 13,61 triliun. Selain di Jatiroto, revitalisasi pabrik gula sudah dimulai di pabrik Asembagus, milik PTPN XI. Peremajaan Asembagus menyerap dana hingga Rp 720 miliar. Biaya itu untuk menaikkan kapasitas giling pabrik menjadi dua kali lipat dari 3.000 ton per hari.

Tidak hanya merevitalisasi, pabrik dengan kapasitas kecil akan dilikuidasi. Kementerian sudah memutuskan hanya ada satu pabrik dalam radius 100 kilometer. Saat ini ada 15 pabrik gula di Jawa yang berdekatan. Jaraknya tidak lebih dari 25 kilometer. Pabrik yang kapasitas gilingnya di bawah 4.000 ton per hari akan disulap. "Bisa untuk workshop atau pengepul tebu. Pokoknya tidak giling lagi," kata Wahyu. Sebanyak 25 persen pabrik gula negara memiliki kapasitas giling kurang dari 2.000 ton tebu per hari, dan 27 persen berkapasitas 2.000-3.900 ton per hari.

Sederet persoalan itu menjadi salah satu pangkal defisit gula nasional. Tahun lalu, pabrik gula BUMN hanya sanggup memproduksi 1,2 juta ton gula. Ditambah hasil produksi 14 pabrik gula swasta berbasis tebu sebanyak 981 ribu ton, produksi nasional hanya 2,2 juta ton. Artinya, ada defisit 800 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan gula rumah tangga sebanyak 3 juta ton per tahun. Defisit bertambah 3,2 juta ton untuk kebutuhan industri makanan dan minuman. Sebelas pabrik gula rafinasi juga mengandalkan pasokan impor untuk memasok kebutuhan bahan baku gula untuk industri.

Pasokan tebu juga terbatas. "Akibatnya, pabrik gula berebut tebu milik petani," kata Cholidi. Sampai akhir 2016, luas lahan tebu nasional hanya 444.200 hektare, susut 0,5 persen dibanding pada 2015. Kementerian Pertanian mencatat produktivitas panen tebu hanya rata-rata 75,6 ton per hektare. Di lahan hak guna usaha BUMN, rendemen kebun rakyat yang bermitra dengan perusahaan pelat merah hanya 6,27 persen. Adapun rendemen lahan tebu milik swasta 7,12 persen.

Menurut Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian Agus Wahyudi, rendemen rendah itu lantaran tebu petani berumur hingga 10 tahun. Idealnya, setelah lima tahun, harus diganti dengan benih baru. "Tahun depan kami akan bongkar ratoon tebu di 15 ribu hektare lahan," ujarnya Kamis pekan lalu. Subsidi benih yang disiapkan, kata Agus, mencapai Rp 200 miliar.

Budi Susilo salah satu petani yang kesulitan mengganti bibit tebu baru. Petani di Desa Banyuputih Lor, Lumajang, itu mengelola lima hektare kebun. Sebagian ia sewa dari tuan tanah. Ia membutuhkan 100 kuintal bibit plus 1,5 ton pupuk untuk satu hektare tanah. Biayanya bisa Rp 15 juta, belum termasuk ongkos sewa tanah Rp 20 juta setahun. "Saya masih beli bibit sendiri," kata Budi, Rabu pekan lalu.

Kementerian BUMN berencana mengganti tanaman PTPN yang tidak produktif dengan tebu. "PTPN IX siap mengalihkan 11.300 hektare kebun karet jadi kebun tebu," kata Wahyu. Sejumlah perusahaan gula milik negara juga sudah meminta Perhutani untuk menggunakan 30 ribu hektare hutan produksi di Jawa menjadi kebun tebu. Akibat keterbatasan pasokan, kapasitas giling pabrik gula BUMN hanya terpakai 85 persen.

Bukan hanya BUMN yang mengincar lahan Perhutani di Jawa. Ada 12 perusahaan yang sudah mengajukan proposal pemakaian lahan Perhutani. Salah satunya PT Kebun Tebu Mas (KTM), yang berlokasi di Lamongan, Jawa Timur. "Perizinannya sedang kami proses," kata Agus Justianto, Ketua Tim Percepatan Pencadangan Lahan untuk Investasi Pertanian, Kamis pekan lalu. Enam proposal lolos, sisanya ditolak.

Kebun Tebu Mas sudah menjalin kesepakatan dengan Perhutani untuk mengembangkan perkebunan tebu. Sejak mengoperasikan pabrik tebu di Lamongan dua tahun lalu, KTM hanya bisa menggiling tebu selama 120 hari dalam setahun, alias 60 persen dari kapasitas terpasang sebesar 12 ribu ton per hari. Mereka belum punya kebun tebu sendiri. "Masih beli putus," kata Agus Susanto, Direktur Operasional KTM, lewat pesan pendek, Kamis pekan lalu. KTM mengandalkan pasokan dari Lamongan, Bojonegoro, Tuban, dan Gresik.

Pemakaian hutan untuk perkebunan tebu mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 81 Tahun 2016 tentang Kerja Sama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan Pangan, yang berlaku sejak 13 Oktober tahun lalu. Pemakaiannya menggunakan skema kerja sama paling lama sepuluh tahun dan bisa diperpanjang, dengan luas maksimal 20 ribu hektare per wilayah kerja sama.

Direktur Utama PTPN XI Moh. Cholidi percaya pemanfaatan hutan untuk perkebunan tebu akan menambah pasokan bahan baku. Saat ini perusahaan berebut tebu. Di salah satu sudut Kabupaten Lumajang, terpampang sebuah rontek setinggi dua meter berlatar kuning dengan tulisan "Di sini beli tebu. Bayar tunai (timbang, bayar)".

Khairul Anam, David Priyasidharta (Lumajang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus