Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak ada gairah di pasar keuangan setelah S&P Global Rating memberikan peringkat layak investasi kepada Indonesia. Reaksi pasar datar-datar saja, bahkan cenderung menurun. Ini berlawanan dengan ekspektasi para investor, yang sebelumnya berharap peringkat layak investasi dari S&P akan mendorong nilai aset-aset finansial melonjak tajam.
Harga saham cuma naik sebentar menjelang akhir perdagangan tepat pada hari pengumuman perbaikan peringkat, 19 Mei 2017. Indeks harga saham gabungan (IHSG) mencatat rekor baru sepanjang sejarah di level 5.791,88. Tapi cuma itu. Pada hari-hari berikutnya tak ada daya dorong naik lagi, IHSG cenderung menurun dan berakhir di level 5.738,15 menjelang libur Hari Pancasila pekan lalu. Nilai rupiah pun tidak mengalami perbaikan signifikan. Semenjak perbaikan peringkat dari S&P, harga jual dolar di Bank Indonesia Amerika Serikat hanya turun tipis, 0,66 persen menjadi Rp 13.388 pada 31 Mei 2017.
Padahal peringkat layak investasi dari S&P membuat predikat layak investasi bagi Indonesia lengkap sudah. Ketiga lembaga pemeringkat utama dunia, selain S&P ada Moody's dan Fitch, semuanya menilai Indonesia layak menjadi tujuan mengembangbiakkan modal. Tapi uang investor asing yang tertanam di surat utang negara malah menunjukkan tren menurun sejak 19 Mei hingga akhir bulan lalu, turun dari Rp 742,1 triliun menjadi Rp 736,94 triliun.
Yieldatau imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun, yang menjadi rujukan pasar, juga kembali menanjak pekan lalu dari 6,94 menjadi 6,95 persen. Padahalyieldini seharusnya menurun signifikan karena peringkat yang lebih baik.
Sangat mungkin, pasar sebelumnya sudah memasukkan faktor perbaikan peringkat ini dalam kalkulasi saat berdagang. Artinya, kemungkinan perbaikan peringkat sudah tecermin pada kenaikan harga-harga aset serta aliran modal masuk yang terjadi sejak awal tahun. Patut pula diperhitungkan, Moody's dan Fitch sudah sejak 2011 dan 2012 menaikkan peringkat Indonesia. Karena itu, kenaikan peringkat S&P tidak mempunyai daya dorong yang signifikan lagi untuk membuat pasar bergairah.
Tak kalah penting lagi adalah faktor pasar global. Kini muncul lagi kekhawatiran bahwa ekonomi Cina akan mengalami masalah. Hanya lima hari setelah S&P menaikkan peringkat Indonesia, Moody's menurunkan status Tiongkok satu peringkat, dari Aa3 menjadi A1. Kendati tetap dalam kelompok layak investasi, Moody's menilai ada risiko besar karena beban utang yang dipikul ekonomi Cina secara keseluruhan kian berat seraya pertumbuhannya melamban.
Langkah Moody's itu memicu kembali perdebatan sengit di pasar finansial. Persoalan kuncinya: apakah ekonomi Tiongkok akan segera terempas ke dalam krisis karena longsornya gunung utang? Masalahnya, kesehatan ekonomi Cina sangat menentukan naik-turunnya harga komoditas yang merupakan pendorong utama pertumbuhan Indonesia. Jika kelesuan membelit Cina, apalagi bila badai krisis menghantam, Indonesia pasti terkena dampak buruknya.
Tidak bergairahnya pasar finansial setelah perbaikan peringkat juga merupakan sinyal yang terang-benderang bahwa ekonomi Indonesia masih memikul banyak persoalan berat. Yang paling pokok, misalnya,bagaimana menambah daya dorong pertumbuhan ekonomi agar tak semata bertumpu pada ekspor komoditas. Ini masalah pelik yang tak akan selesai dalam tempo singkat. Hingga pembenahan struktural itu terlihat, sepertinya pergerakan ekonomi Indonesia akan tetap datar-datar saja.
Yopie Hidayat - Kontributor Tempo
Kurs | |
Pekan sebelumnya | 13.295 |
Rp per US$ | 13.296 |
Pembukaan 2 Juni 2017 |
IHSG | |
Pekan sebelumnya | 5.713 |
5.749 | |
Pembukaan 2 Juni 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,61% |
4,17% | |
April 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,75% | |
18 Mei 2017 |
Cadangan Devisa | |
31 Maret 2017 | US$ miliar 121,809 |
Miliar US$ | 123,249 |
28 April 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,1% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo