Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Head of Carbon Market ICDX Group, Mukhamad Zulfal Faradis, mengatakan Indonesia memiliki potensi besar sebagai penghasil kredit karbon. Untuk itu, adanya pasar karbon nantinya pun diperkirakan bisa memberi berbagai keuntungan untuk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Misalnya, adanya pasar karbon Indonesia akan membuka peluang investasi di Tanah Air. "Dengan diciptakannya pasar karbon Indonesia maka dapat membuka kesempatan investasi terkait proyek hijau di Indonesia," ujar Zulfal dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pasar karbon yang terorganisir dalam bursa, kata dia, memungkinkan perdagangan karbon yang transparan dan akuntabel, serta membawa nilai tambah ekonomi bagi Indonesia. Dalam praktiknya, ketika memiliki compliance market, Indonesia dapat menandatangani perjanjian bilateral dengan negara lain yang memungkinkan pembeli dari negara-negara tersebut untuk melakukan carbon offset di Indonesia.
"Dan memenuhi batas emisi domestik mereka, dan memberikan harga yang jauh lebih baik untuk offset," kata Zulfal.
Seperti diketahui, pasar karbon menjadi tema vital di KTT COP26. Dengan adanya kesepakatan pasar karbon, negara-negara bisa membeli carbon offset untuk memenuhi target iklim mereka.
Ada tiga hal utama yang menjadi hasil dari pertemuan COP26 yakni negara-negara yang berpartisipasi berkomitmen untuk menghentikan penggunaan pembangkit listrik energi batu bara secara bertahap, berupaya untuk menjaga suhu bumi tidak naik di atas 1,5 derajat celcius, dan mempercepat mitigasi krisis iklim dengan meninjau komitmen penurunan emisi 2030 dalam NDC tiap negara pada 2022.
Pertemuan COP26 secara spesifik juga meminta negara-negara untuk mengurangi emisi karbon global sebesar 45 persen pada tahun 2030 untuk mencapai emisi nol karbondioksida yaitu dengan menghentikan subsidi bahan bakar fosil. Transisi dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan sangat diperlukan untuk menjaga tujuan suhu global.
Negara-negara yang kesulitan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dapat membeli kredit karbon dari negara yang sudah mengurangi emisi karbon yang dijanjikan. Selain itu, lembaga publik dan perusahaan swasta juga dapat berinvestasi dalam proyek hijau di negara berkembang, contohnya seperti mengganti penggunaan batubara dengan energi terbarukan dan nantinya dapat menghasilkan kredit karbon yang dapat diperdagangkan kembali di masa depan.
Hasil perundingan dari COP26 menjadi acuan yang diakui secara internasional dan mencakup ketentuan yang menjadi standar untuk menghindari perhitungan ganda. Sistem ini menciptakan mekanisme yang transparan dalam perdagangan karbon khususnya bagi voluntary market.
Secara khusus, pembahasan Pasal 6 Paris Agreement di COP26 memberikan alat bagi negara-negara yang membutuhkan paparan terhadap komitmen hijau untuk integritas lingkungan dan membuka jalan untuk mengalirkan modal swasta ke negara-negara berkembang. Aturan pasar karbon memungkinkan negara-negara untuk memfokuskan upaya mereka pada implementasi dari target pengurangan emisi mereka.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.