Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

AEER: Industri Nikel di Halmahera Tengah Mencemari Lingkungan

Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) protes industri nikel di Halmahera Tengah yang masih menggunakan pembangkit PLTU. Mencemari lingkungan.

29 Agustus 2024 | 07.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menilai upaya dekarbonisasi industri nikel tidak akan tercapai selama produksi nikel tidak dibatasi. Dia juga mengatakan saat ini industri hilirisasi nikel juga masih menggunakan batu bara sebagai sumber utama energi pada smelter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Pius, agar sesuai dengan peta jalan dekarbonisasi industri nikel yang disusun Bappenas, volume produksi nikel juga perlu ditetapkan agar tidak over produksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kajian mengenai berapa idealnya jumlah produksi nikel ini yang belum ada. Ini tidak hanya menyesuaikan daya dukung lingkungan, tetapi juga menjaga harga nikel agar tetap stabil," kata Pius, Rabu, 28 Agustus 2024.

Hingga saat ini Pius melihat belum ada upaya serius oleh pemerintah dalam mewujudkan industri nikel yang rendah karbon. Dia mengatakan selama ini alasan yang mengganjal penerapan energi bersih di Halmahera adalah terbatasnya sumber energi terbarukan.

"Kalau sumber energi terbarukan minim, harusnya produksi nikel juga dikurangi, bukan malah ditingkatkan tanpa ada batasannya. Jumlah IUP juga terus bertambah dari tahun ke tahun," ujar Pius.

Pius merinci, di Halmahera Tengah saja ada 11 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mengandalkan batubara. 11 PLTU itu berada di dalam kawasan Industri Teluk Weda.

Per tahunnya, 11 PLTU itu menghasilkan 15,4 juta ton karbondioksida. Saat ini, kata dia, industri nikel di Halmahera Tengah juga sedang menyiapkan 3 PLTU baru. "Bila ditotal maka potensi emisinya bisa mencapai 20,36 juta ton CO2 per tahun," kata Pius.

Pius mengatakan sudah saatnya industri nikel di Maluku Utara mulai beralih menggunakan energi terbarukan. Dia mengatakan ada potensi energi terbarukan sebesar 3,49 gigawatt yang bersumber dari panas matahari, angin dan gelombang laut. Jumlah itu, kata dia, akan menutupi total kebutuhan 11 PLTU di kawasan industri Teluk Weda yang hanya membutuhkan 3,4 gigawatt.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus