Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pendiri Wong Solo Grup Blakblakan soal Biaya Operasional Dapur SPPG Makan Bergizi Gratis Rp 250 Juta per Hari

Dengan biaya operasional dapur SPPG Makan Bergizi Gratis yang cukup besar, proses reimburse dari pemerintah diharapkan bisa berjalan lebih cepat

15 Januari 2025 | 14.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Rachmat Pambudy (kanan) meninjau dapur SPPG Khusus Wong Solo di Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, 15 Januari 2025. Dapur itu dikelola oleh Yayasan Bangun Gizi Nusantara selaku mitra Badan Gizi Nasional (BGN) dalam program makan bergizi gratis. TEMPO/Septhia Ryanthie

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Boyolali - Puspo Wardoyo selaku pendiri Wong Solo Grup membeberkan bagaimana pengelolaan dua dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mendukung program makan bergizi gratis. Ia mengklaim pihaknya selalu berhati-hati dalam mengelola dapur SPPG Khusus Wong Solo 1 dan 2 yang berlokasi di Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Katering itu butuh pengalaman dan pengetahuan. Saya ingin memberi contoh kepada teman-teman lainnya, pengalaman kami ini supaya bisa berjalan dengan baik," katanya saat meninjau SPPG yang berlokasi di Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu, 15 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam program Presiden Prabowo Subianto ini, semua hal memiliki tantangan tersendiri, khususnya untuk penyediaan bahan baku untuk makan bergizi gratis. "Tantangan bahan baku ini, semua dari masyarakat juga. Semua, pekerja, supplier, dari masyarakat. Memang bagus untuk pemerataan tenaga kerja dan juga untuk perekonomian," ucap Puspo. 

Contohnya, biaya operasional dapur SPPG per hari mencapai Rp 250 juta. Dengan biaya operasional yang cukup besar, Puspo berharap proses reimburse dari pemerintah bisa berjalan lebih cepat. “Kalau bisa, harapan kita dibayar mingguan, lah. Dibayar mingguan, tidak lebih dari satu bulan,” ucap Puspo.
Untuk menggarap program makan bergizi gratis dari pemerintah, Puspo membangun dua SPPG dari awal. Pengusaha yang sudah bertahun-tahun menggeluti bisnis kuliner itu mengatakan ia harus mengeluarkan modal awal yang cukup besar.
 
“Kami ini swasta yang memberanikan diri untuk ikut serta. Ini kan masih belum jelas kapan (pembayaran dari Pemerintah). Untuk anggaran kami sekitar Rp 6,6 miliar untuk dua SPPG. Dijadikan satu,” tutur Puspo.
Namun hingga saat ini, kata Puspo, pemerintah belum bisa membayar pihak ketiga yang memiliki SPPG karena proses administrasi APBN yang belum selesai. Pihak swasta harus membiayai sendiri semua operasional SPPG di awal.
 
Meski demikian, Puspo yakin pengelolaan SPPG ini akan menguntungkan secara bisnis. "Ini masuk (secara bisnis). Kami sudah pengalaman di (penyelenggaran katering) haji. Sudah hampir 8 tahun. Pengalaman kami sudah jelas,” kata dia.
Lebih jauh, Puspo berharap keberadaan dua SPPG yang dikelolanya minimal bisa menjadi percontohan karena memang saat ini belum ada dari swasta. "Kan baru akademisi dan tentara. Dan memang untuk program makan bergizi gratis ini harus melibatkan pengusaha-pengusaha, terutama pengusaha kuliner."
Peninjauan SPPG itu juga dilakukan bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana. Kedua SPPG itu dikelola oleh Yayasan Bangun Gizi Nusantara yang dimotori Wong Solo Group dan menjadi salah satu mitra BGN dalam pelaksanaan program makan bergizi gratis. 

Bersama Rachmat dan Dadan, tim SPPG Khusus Wong Solo meninjau penyiapan makan bergizi yang akan didistribusikan ke sejumlah sekolah di wilayah Kecamatan Ngemplak itu. Kedua dapur SPPG itu memiliki kapasitas untuk mendistribusikan hingga 12 ribu pack makanan bergizi ke 100 sekolah. 

Mereka juga meninjau pendistribusian makan bergizi gratis dari SPPG Khusus Wong Solo tersebut ke SDN 1 Gagaksipat. Dalam kesempatan itu Rachmat dan Dadan juga meninjau ke dapur SPPG Lanud Adi Soemarmo, Colomadu, Kabupaten Karanganyar, serta ke salah satu sekolah sasaran. 

Ditemui selepas peninjauan, Rachmat mengatakan dapur tersebut telah memenuhi syarat. "Pertama syarat higienis. Rupanya di sini ada modifikasi yang harusnya satu dapur melayani 3 ribu penerima manfaat, sekarang dua dapur digabung, sehingga dari 3 ribu menjadi 6 ribu," ujarnya. 

Namun yang menjadi catatan untuk dapur tersebut berkaitan dengan lantai keramik yang menggunakan nat. Ia meminta agar lantai tidak lagi menggunakan nat karena dapat menjadi sumber mikroba. 

"Yang kami periksa juga adalah lantainya. Lantai itu biasanya pakai lantai keramik, pakai nat. Itu tidak boleh lagi. Ke depan, lantainya tidak boleh ada nat, karena nat itu nanti akan menjadi sumber mikroba," kata dia. 

Yang berikutnya adalah kepada siapa pun yang berkunjung ke dapur, termasuk petugas dapurnya sendiri, ia mengatakan semua harus memakai masker dan pakai penutup kepala. "Dan nanti suatu saat juga harus pakai baju khusus supaya higienis," tuturnya.

Lebih lanjut ia mengatakan pihaknya juga mencermati komposisi makan bergizi yang disajikan untuk penerima manfaat. Ia memastikan semua komposisi makanan harus memenuhi persyaratan gizi. "Yang tadi sempat kami lihat adalah komposisi makanannya. Komposisi dari sisi karbohidrat, protein, mineral, nanti akan diperiksa juga oleh ahli gizi. Tapi secara kasat mata, itu sudah memenuhi," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus