Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pierre cardin dan temboknya

Perancang busana pierre cardin berkunjung ke jakarta. ia mengeluh, merk dagangnya dipakai di indonesia hingga niat untuk membuka cabang di indonesia menjadi sulit. poppy dharsono ingin memegang merk tersebut.

7 Mei 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA apa dalam sebuah nama? Jawab: ada rezeki. Terutama bila nama itu Pierre Cardin. Mungkin itu sebabnya empu busana itu - setelah sempat diterima oleh Ibu Negara dan dua menteri - dalam kunjungannya ke Indonesia pekan lalu tak berbicara tentang haute couture. Perancang kenamaan itu datang untuk mengeluh. Selama ini namanya, sebagai merk dagang, dipakai orang lain. Sudah lama hal ini dilakukan di Indonesia dan yang ajaib: itu legal pula. Bahkan, menurut Menteri Kehakiman Ismail Saleh, sudah terdaftar resmi 16 pabrik yang menggunakan nama "Pierre Cardin". Mau dicabut? Belum. Menteri Ismail Saleh menunjukkan: berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, izin diberikan pada pendaftar yang pertama. Dan ke-16 pabrik itu sudah ada lebih dahulu mendaftar. Bahkan ada yang mendaftar sejak 1972. (selanjutnya, baca: Kabar Baik, M. Cardin). Ini, apa boleh buat, membuat niat Cardin membuka cabang di Indonesia jadi sulit. Sebab, ia harus menunggu dahulu izin ke-16 pabrik itu dicabut sebelum dapat mendaftarkan namanya di Indonesia. Padahal, setiap izin itu berlaku selama 10 tahun. dan Ismail Saleh hanya menjanjikan tak memperpanjang izin mereka ketika mendaftar ulang. Atau mereka mesti pakai nama lain yang bukan berinisial "P" itu. Soalnya, nama, bagi Pierre Cardin, merupakan modal utamanya. "Nama saya adalah bagian dari diri saya. Terkenalnya nama dagang saya di seluruh dunia adalah hasil kerja keras saya," katanya penuh semangat. Tentu. Namanya telah jadi jaminan bagi produk yang, kata Cardin, dibuat di 98 negara, dengan sekitar 160 ribu karyawan. Indonesia diharapkannya jadi negara ke-99 produsen barang dengan namanya. Untuk itu ia telah bertemu dengan sejumlah pengusaha Indonesia yang berminat. "Sudah empat perusahaan yang masuk nominasi kami," kata direktur lisensi Pierre Cardin, Edouard Saint Bris. Tapi Bris tak mau menyebutkan keempat nama perusahaan itu. Siapa pun yang akhirnya terpilih, akan menerima 20 sampai 30 rancangan, buat tiap jenis produk yang dipegang lisensinya untuk setiap pergantian musim. Produk dibuat berdasarkan rancangan itu. Contohnya dikirim ke markas Pierre Cardin di Prancis untuk diperiksa. Bila cocok, baru pemegang lisensi diizinkan memasarkan produknya itu dengan merk dagang Pierre Cardin. Untuk itu, pemegang lisensi harus memberi imbalan ke Cardin. Besarnya sekitar 10% dari hasil penjualan, dengan bayaran minimum sekitar 40 ribu dolar per tahun untuk setiap jenis produk. Selain itu, pemegang lisensi diwajibkan menanggung minimal 1% dari hasil penjualannya untuk mengiklankan produk Pierre Cardin. Iklan ini harus dipasang di media massa dan bentuknya harus mendapat restu "Pusat". Model kontrak macam ini memang lazim dalam penggunaan merk dagang terkenal. Poppy Dharsono, misalnya, pernah jadi pemegang lisensi merk Wrangler tujuh tahun silam. Ketika itu ia diharuskan membayar US$ 60 ribu setiap tahun. Menurut Poppy Dharsono, berbeda dengan Pierre Cardin, lisensi diberikan untuk semua jenis produksi Wrangler. Maklum, merk Wrangler tak sebeken Pierre Cardin. Ternyata, Poppy cuma tahan memegang lisensi itu selama satu setengah tahun. Omset pen jualannya ternyata cuma mencapai Rp 40 Juta setahun, hingga ongkos lisensi terasa berat. Selain itu, tak semua rancangan Wrangler dapat dimanfaatkan, karena bahannya tak ada di Indonesia, belum lagi saingan dari selundupan. "Lagi pula, ternyata banyak Wrangler palsu di pasar," kata Poppy setengah mengeluh. Maka, lisensi itu pun dijualnya kepada orang lain. Bukan berarti Poppy kapok. Ia mengaku berminat juga memegang merk Pierre Cardin dan karena itu menjajaki kemungkinannya. Poppy mengatakan cuma tertarik memproduksi jenis jeans. "Soalnya, kalau kaus merk Pierre Cardin sudah rusak namanya, sudah dijual di Tanah Abang seharga dua ribu perakan dan dipakai abang-abang becak," katanya. Cardin tahu perihal ini. Ia tak cuma melobi Menteri Kehakiman agar mengupayakan perlindungan bagi merk dagangnya di Indonesia. Kepada Menteri Perdagangan, yang dijumpainya Sabtu pekan lalu, ia mengatakan bila pembajakan itu dibiarkan akan mempersulit pemasaran produk Indonesia di dunia internasional. Agaknya, hal yang sama disampaikannya juga kepada Ibu Negara yang dikunjunginya Senin lalu. Tampaknya, penusaha ini (dengan pendapatan per tahun lebih dari 80 milyar rupiah setahun) memang paham benar akan nafsu besar Indonesia di bidang ekspor. "Setelah melihat produksi di sini, saya yakin kualitasnya memadai untuk ekspor," katanya kepada Bunga Surawijaya dan Sidartha Pratidina dari TEMPO. Ia memang berpengalaman dalam berhubungan dagang dengan pemerintah negara berkembang. Sepuluh tahun silam ia, yang kini berusia 66 tahun, Ini berhasil membuat RRC menunjuknya sebagai konsultan eksklusif negara itu di bidang industri pakaian jadi. Selain itu, ia berhasil memanfaatkan tenaga murah di RRC untuk membuat produknya yang 90% diekspor. Sukses serupa belum tentu dapat diulanginya di Indonesia. "Saya kira dia kecewa atas kegagalannya mencabut Izm pemegang nama Pierre Cardin di Indonesia," kata Poppy Dharsono yang sibuk menguntit Cardin selama di Indonesia itu. Sebab, ini berarti pemegang lisensinya harus menunggu hingga izin ke-16 pemegang nama Pierre Cardin di Indonesia habis masa berlakunya, atau memproduksi jenis yang berbeda. Namun, Indonesia bukanlah satu-satunya negara di kawasan ini yang dirayunya. Cardin segera ke ke Filipina untuk melakukan misi yang serupa. Agaknya, ia ingin suratan tangannya menjadi kenyataan. "Ketika saya berusia 20 tahun, seorang peramal mengatakan nama saya akan tertulis d semua tembok kota di dunia," tutur Pierre Cardin. Peramal itu memang tak mengatakan nama itu asli atau palsu. Bunga Surawijaya, Sidartha Pratidina, Agung Firmasyah, dan Bambang Harymurti (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus