Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Politisi Partai Golkar Fahira Idris menanggapi usulan Badan Anggaran atau Banggar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) soal usulan penghapusan daya listrik 450 VA dan dialihkan ke daya 900 VA. Usulan itu disampaikan dalam rapat Banggar DPR RI bersama Kementerian Keuangan pada Senin, 12 September 2022 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Fahira menjelaskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menyatakan bahwa usulan ini kurang tepat. “Namun, publik perlu kepastian bahwa pemerintah menolak dengan tegas usulan ini karena akan semakin menambah beban rakyat dan memunculkan keresahan baru lagi,” ujar di lewat keterangan tertulis pada Ahad, 18 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Anggota DPD RI itu mengungatkan pentingnya sensitivitas bagi pejabat publik baik legislatif maupun eksekutif dalam mengeluarkan pendapat atau usulan, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Usulan dengan alasan karena terjadi over supply listrik PT PLN (Persero) itu menimbulkan keresahan baru di benak rakyat.
Apa lagi, kata dia, setelah harga BBM bersubsidi dinaikan, dan bukan hanya menimbulkan keresahan, tapi dari sisi apapun itu adalah kebijakan yang tidak tepat untuk saat ini dan ke depannya. “Rakyat masih mumet dan resah karena BBM subsidi naik. Ini muncul lagi usul daya listrik 450 VA dihapus dan secara bertahap menggunakan daya listrik 900 VA,” kata dia.
Dia meminta agar pemerintah tegas menolak usulan tersebut. Persoalan over supply listrik PLN, kata dia, terjadi karena pemerintah terus memaksakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU baru yang merupakan ketidakcermatan pemerintah.
“Jangan dilimpahkan ke rakyat. Pemerintah harus cari jalan keluar persoalan over supply listrik ini. Jangan rakyat ikut ditarik-tarik,” ucap Fahira.
Fahira menilai tidak bijak jika setiap ada program pemerintah yang menjadi persoalan karena menjadi beban keuangan negara atau APBN solusinya selalu dilimpahkan ke rakyat. Dia mencontohkan, menaikan harga BBM karena dinilai subsidi BBM tidak tepat sasaran.
“Padahal , itu terjadi karena pemerintah belum merampungkan aturan teknis ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite,” tutur dia.
Fahira juga menegaskan golongan masyarakat tidak mampu masih membutuhkan daya listrik 450 VA karena sangat membantu meringankan pengeluaran. Oversupply listrik yang terjadi saat ini dan menjadi beban keuangan negara tidak ada hubungannya sama sekali dengan rakyat.
“Pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mencari solusi atau jalan keluarnya persoalan oversupply ini,” kata senator itu.
Sebelumnya, usulan itu disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. Menurutnya, kenaikan daya cenderung akan mendorong konsumsi listrik rumah tangga meski masyarakat miskin dan rentan miskin telah mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Dia mengatakan permasalahan kelistrikan negara bukanlah anggaran subsidi ataupun salah sasaran, tapi kelebihan suplai atau oversupply yang berujung pada pembengkakan anggaran negara.
"Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu bayar Rp 3 triliun. Bermanis-manis, juga bayar Rp 3 triliun. Senyum, (juga bayar) Rp 3 triliun. Merengut (bayar) Rp 3 triliun. Dia (oversupply listrik) nggak bisa diapa-apain, wajib bayar aja Rp 3 triliun," kata Said dalam rapat itu.
Oleh karena itu, guna meningkatkan penggunaan atau permintaan listrik, Said menyarankan pemerintah untuk menghapuskan tarif listrik 450 VA dan menggantinya jadi 900 VA. Hal serupa berlaku untuk konsumsi listrik 900 VA yang akan dinaikkan menjadi 1.200 VA.
"Bahwa tadi, salah satu kebijakan yang diambil (menaikkan daya listrik) 450 VA ke 900 VA untuk rumah tangga miskin dan 900 VA ke 1.200 VA, tanpa dikaitkan dengan kompor listrik, kami sepakat dengan pemerintah," ujar Said.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini