Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Prabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, CITA: Benar tapi Banyak Catatan

Prabowo benar membanggakan rasio pajak Orba. Tapi pengelolaan pajak jauh lebih baik era reformasi.

23 Maret 2024 | 19.15 WIB

Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam acara buka puasa bersama DPP PAN di Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan buka puasa bersama pertama usai Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diputuskan oleh KPU dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 menjadi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Perbesar
Calon Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam acara buka puasa bersama DPP PAN di Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan buka puasa bersama pertama usai Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diputuskan oleh KPU dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 menjadi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar merespons pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak (tax rasio) terhadap produk domestik bruto (PDB) era Orde Baru (orba) yang menyentuh 14 persen. Dia membenarkan pernyataan Prabowo dengan sejumlah catatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Memang benar tax ratio kita di era Orba lebih tinggi dibandingkan dengan era Reformasi. Namun, bukan berarti institusi otoritas pajak di era Orba lebih baik dibandingkan era Reformasi," kata Fajry dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Jumat, 22 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Fajry menjelaskan bahwa kinerja tax ratio dipengaruhi oleh tiga hal, yakni institusi, kebijakan atau regulasi, dan ekonomi. Menurut dia, pemerintah harus melakukan perbaikan dari ketiga faktor yang menentukan kinerja tax rasio itu. 

Pertama, Fajry menyampaikan, secara institusional, reformasi administrasi pajak harus dilakukan. Fajry menyebut sejumlah hal yang harus menjadi prioritas pemerintah, yaitu modernisasi administrasi pajak, pencegahan praktik korupsi, peningkatan sumber daya manusia, penambahan data dari pihak ketiga, dan kemudahan bagi wajib pajak. 

Kemudian, dari segi kebijakan atau regulasi, Fajry menyebut urgensi sejumlah kebijakan, seperti evaluasi fasilitas atau insentif pajak yang tidak tepat guna, dan pencegahan praktik penghindaran perpajakan. "Perlu kebijakan yang mampu menjawab tantangan zaman, misalnya, digitalisasi," ujarnya. 

Selanjutnya, dari sisi ekonomi, Fajry menyatakan perlu koordinasi antarsektor dan transformasi struktur ekonomi agar kontribusi sektor manufaktur meningkat. Selain itu, dia juga menyampaikan pembinaan sektor informal agar masuk ke dalam sistem perpajakan. 

"Mengingat kontribusi sektor informal dalam ekonomi indonesia tinggi tapi kontribusinya dalam pajak masih rendah," tuturnya. 

Menurut Fajry, tax ratio yang lebih besar berbanding lurus pengeluaran publik juga akan semakin besar. Dengan demikian, jelas Fajry, masyarakat semakin merasakan manfaat dari adanya pemerintahan. 

"Contohnya, dengan penerimaan pajak yang semakin besar, pengeluaran untuk fasilitas publik seperti transportasi umum atau jalan raya juga semakin besar," ucapnya. 

Sebelumnya, Calon Presiden (Capres) nomor urut dua, Prabowo Subianto, yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sempat membanggakan rasio penerimaan pajak (tax rasio) terhadap produk domestik bruto (PDB) era Orde Baru (orba) yang menyentuh 14 persen. Pernyataan tersebut diungkap Prabowo saat menghadiri acara Buka Bersama DPP PAN di Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis, 21 Maret 2024. 

“Di Orde Baru pernah 14 persen. Kenapa sekarang turun? Sekarang Thailand kalau tidak salah sudah 16 persen, Malaysia sekitar itu 15 persen, Kamboja mungkin lebih,” tutur Prabowo.

Menteri Pertahanan itu juga menyinggung perihal penerimaan rasio pajak saat ini yang turun ke angka 10 persen. Dia bahkan membandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

“Nah kenapa kok kita hanya 10 persen, bedanya apa orang Thailand, Malaysia, Kamboja, sama kita? Bedanya apa? Kulit sama, warna rambut sama, jadi ada apa? Apa kita lebih bodoh? Atau lebih malas?" ujar Prabowo.

ADINDA JASMINE PRASETYO

Savero Aristia Wienanto

Bergabung dengan Tempo sejak 2023, alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini menaruh minat dalam kajian hak asasi manusia, filsafat Barat, dan biologi evolusioner.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus