Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan langsung dalam membongkar dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. Menurutnya, praktik mafia migas kembali merugikan negara dengan nilai fantastis mencapai Rp 193,7 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fahmy menyoroti modus operandi mafia migas yang terus berulang, mulai dari mark-up impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) hingga upgrade blending BBM. “Minyak mentah dalam negeri sengaja ditolak oleh kilang Pertamina dengan dalih tidak sesuai spesifikasi. Akibatnya, impor dilakukan dengan harga yang sudah di mark up,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa, 25 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga mengungkap bahwa kontrak pengiriman BBM turut dimainkan dengan tambahan biaya ilegal 13 hingga 15 persen. Dampaknya bukan hanya terhadap keuangan negara, tetapi juga langsung merugikan masyarakat. “Konsumen membayar harga Pertamax, tetapi yang mereka dapatkan justru Pertalite,” kata Fahmy.
Fahmy menekankan perlunya tindakan tegas dari pemerintah. Ia meminta Presiden terpilih Prabowo Subianto mengambil peran sentral dalam pemberantasan mafia migas. “Prabowo harus menjadi panglima dalam membongkar jaringan mafia ini. Mereka melibatkan berbagai pihak: oknum Pertamina, pemerintah, DPR, hingga aparat yang menjadi backing mereka,” ucapnya.
Fahmy menilai tanpa intervensi langsung dari kepala negara, mafia migas akan terus menggerogoti keuangan negara. “Jaringan ini terlalu kuat. Jika tidak ada langkah serius dari Presiden, praktik perampokan ini akan terus berulang,” katanya.
Tersangka antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan Agus Purwono selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Salah satu tersangka, menurut Fahmy, diduga kuat merupakan putra dari sosok yang pernah disebut sebagai pentolan mafia migas.
Penyidik dari Kejaksaan Agung menemukan indikasi tersangka secara sengaja mengatur kebijakan produksi minyak kilang domestik agar berkurang, sehingga mengharuskan impor dalam jumlah besar. Padahal, menurut aturan yang berlaku, pasokan minyak mentah dalam negeri harus diutamakan sebelum melakukan impor.
“Namun, tersangka mengondisikan hasil rapat optimasi hilir (OH) untuk menurunkan readiness kilang, yang berujung pada penolakan minyak mentah dari kontraktor dalam negeri dan akhirnya mendorong impor,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Senin, 24 Februari 2025.
Pilihan Editor: Konflik Kepentingan dalam Rangkap Jabatan Bos Danantara