Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Prabowo Mau Bentuk Kementerian Koperasi, Ekonom: Butuh Dukungan Politik yang Riil

Ekonom menilai langkah Prabowo Subianto membentuk Kementerian Koperasi memerlukan dukungan politik yang riil. Tak semata motivasi bagi-bagi kursi.

17 Oktober 2024 | 09.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah satu stan dalam pameran INABUYER B2B2G EXPO 2023 di Gedung Smesco Jakarta, Rabu, 5 Juli 2023. INABUYER B2B2G EXPO merupakan acara yang diselenggarakan Kementerian Koperasi dan UKM berkolaborasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo). TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan membentuk sejumlah kementerian dengan nomenklatur baru di kabinetnya mendatang. Salah satu kementerian anyar itu yakni Kementerian Koperasi, yang merupakan pemecahan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM). Sedangkan untuk menangani usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Prabowo dikabarkan juga akan membentuk kementerian sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, menilai meski pemisahan ini kental didorong alasan politik, dia berharap pembentukan Kementerian Koperasi akan mampu memperkuat arus masuknya koperasi dalam rantai pasok industri. Jika diberi kesempatan dan dukungan yang memadai, Yusuf meyakini koperasi akan mampu menjadi pemain penting dalam pembangunan nasional. "Yang kita butuhkan hanyalah dukungan politik yang riil dari pembuat kebijakan tertinggi di negeri ini,” katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 14 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan adanya Kementerian Koperasi, Yusuf berharap pemerintah akan memberi kesempatan kepada koperasi untuk tumbuh dan berkembang. Menurut dia, sektor ekonomi pertama dan utama yang seharusnya diserahkan kepada koperasi adalah pertanian dan peternakan.

Seluruh bidang usaha hilirisasi pertanian, terutama beras, Yusuf mengatakan, seharusnya diserahkan kepada koperasi, mulai dari pabrik pupuk hingga penggilingan beras skala besar. Sedangkan sektor peternakan kini justru dikuasai korporasi terintegrasi, terutama di peternakan unggas, dari hulu hingga hilir. “Selayaknya hanya koperasi yang diberikan hak eksklusif untuk menguasai dan mengelola hilirisasi pertanian dan peternakan,” kata Yusuf.

Ihwal anggaran, Yusuf menilai keberadaan Kementrian Koperasi tak membutuhkan banyak dukungan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, hal yang dibutuhkan untuk membesarkan koperasi adalah keberpihakan, bukan semata anggaran.

Yusuf bercerita, pada 1950-an koperasi tercatat pernah mampu menjadi investor dan terlibat penuh dalam industrialisasi. Hal ini disebabkan adanya kebijakan afirmatif yang pro-koperasi. “Nyaris tanpa dukungan anggaran dari APBN, katanya.

Sebagai contoh, pemerintah waktu itu memberikan lisensi impor tunggal kain mori, bahan baku batik, kepada Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Kebijakan ini kemudian telah membuka jalan bagi GKBI untuk mengakumulasi kapital dan mampu mendirikan pabrik kain mori sendiri. “Koperasi mampu menjadi investor dan pemain penting dalam Industrialisasi ketika mendapat dukungan yang memadai,” kata Yusuf.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus