Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Politisi Partai Demokrat, yang juga anggota tim pemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, Andi Arief ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Komisaris Independen PT PLN (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andi menyatakan dirinya akan segera melapor ke Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY. “Mau lapor ke ketum AHY dulu,” kata Andi saat dihubungi pada Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra membenarkan penunjukan Andi Arief sebagai Komisaris PLN. “Kami ucapkan selamat kepada Bang Andi Arief atas amanah barunya (sebagai komisaris PLN),” ujar Herzaky ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa.
Andi Arief, 53 tahun, merupakan sosok yang sering mengeluarkan pernyataan kontroversial. Pada 2018 menjelang Pilpres 2019, ia menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus.
Andi Arief waktu itu menjelaskan alasannya menyebut Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai jenderal kardus karena sebagai rekan koalisi, Prabowo telah melakukan sesuatu di luar pengetahuan Demokrat.
"Ada politik transaksional yang berada di dalam ketidaktahuan kami, yang sangat mengejutkan," kata Andi Arief di rumah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kamis dinihari, 9 Agustus 2018.
Ketika dikonfirmasi wartawan tentang maksud transaksional itu adalah informasi tentang Prabowo yang memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden karena telah menyetor duit Rp 500 miliar ke Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera, Andi tidak membantahnya. "Saya Andi Arief tidak pernah membuat isu dalam karier politik saya," ujarnya.
Andi mengatakan kemenangan dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019 tidak ditentukan uang, melainkan figur calon. Selaku jenderal, kata Andi, Prabowo harusnya mengerti perhitungan itu.
Aktivis 1998 sampai Terlibat Kasus Dugaan Penggunaan Narkoba
Andi Arief adalah aktivis mahasiswa ketika kuliah di UGM Yogyakarta. Ia aktif di Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) yang berafiliasi dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pimpinan Budiman Sudjatmiko pada pertengahan 1990-an.
Ia salah satu aktivis korban penculikan pada 1998. Pria kelahiran Lampung 1970 ini diculik akibat kegiatannya yang saat itu dianggap mengancam Orde Baru. Dia diculik pada Maret 1998 dan dibebaskan pada Juli di tahun yang sama.
Pada 2019, ia pernah berurusan dengan polisi dalam kasus dugaan penggunaan narkoba. Kepolisian RI menangkapnya di sebuah kamar di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat pada Ahad, 3 Maret 2019. Polisi menduga Andi Arief mengonsumsi sabu di kamar hotel itu.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M.Iqbal mengatakan penangkapan Andi Arief dari laporan masyarakat soal pemakaian narkoba di hotel itu. "Penangkapan ini spontan," ujar Iqbal, Senin, 4 Maret 2019.
Ia kemudian dilepaskan oleh polisi pada 5 Maret 2019. Alasannya, Proses administrasi di Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Cawang, Jakarta Timur telah rampung. “Untuk malam ini, AA sudah diperbolehkan pulang,” tutur Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo
Meski begitu, kata Dedi, Andi harus kembali besok, Rabu, 6 Maret 2019. Soalnya, politikus Partai Demokrat itu harus menjalani proses rehabilitasi di BNN.
Andi pernah menjabat sebagai Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam dari tahun 2009 hingga 2014, pada masa kepemimpinan Presiden.
ANTARA | TIM TEMPO