Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Proyek Pembangkit Hijau PLN 10,6 GW Dianggap Masih Kurang

Institute for Essential Services Reform menganggap rencana tambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) alias energi hijau di PLN masih kurang.

21 Oktober 2021 | 13.13 WIB

Ilustrasi Listrik dan PLN. Getty Images
Perbesar
Ilustrasi Listrik dan PLN. Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Essential Services Reform (IESR) menganggap rencana tambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) alias energi hijau di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) masih kurang. Sebab hingga 2025, PLN hanya akan menambah 10,6 Gigawatt (GW) pembangkit EBT.

Dengan kapasitas saat ini yang baru 10,3 GW, maka total pembangkit hijau di 2025 baru mencapai 20 GW. Sementara dalam model IESR, Indonesia minimal butuh setidaknya 24 GW untuk mengejar target EBT 23 persen.

"Artinya masih butuh 3 sampai 4 Gigawatt lagi," kata Program Manager Energy Transformation IESR Deon Arinaldo dalam acara Tempo Energy Day, Kamis, 21 Oktober 2021.

Saat ini, Indonesia sedang mengejar bauran energi hijau 23 persen dalam bauran energi primer pada 2025. Ini adalah amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Dalam lima tahun terakhir, kata Deon, sudah ada peningkatan penggunaan EBT dari 6 persen pada 2016 menjadi 11 persen pada 2020. Tapi karena targetnya 23 persen di 2025, maka butuh akselerasi yang lebih cepat dalam waktu yang tersisa ini.

Di sisi lain, penambahan 10,6 GW ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, yang baru disahkan 28 September 2021. Tambahan ini berasal di enam jenis pembangkit.

Mulai dari Pembangkit Panas Bumi, Air, Minihidro, Surya, Bayu, dan biomass atau sampah. Akan tetapi, Deon menyebut semua ini hanya rencana bisnis bagi PLN saja.

Deon menyebut perlu sumber alternatif di luar RUPTL milik PLN untuk mencapai bauran EBT 23 persen. Solusinya, kata dia, yaitu dengan menggenjot penggunaan PLTS atas pada industri dan rumah tangga. "Itu yang bisa mengejar 3-4 GW tambahan ini," kata dia.

Meski demikian, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menilai RUPTL PLN yang baru disahkan ini sebenarnya merupakan yang hijau dalam sejarah Indonesia. Sebab, kapasitas pembangkit listrik dari EBT akan mendominasi.

Dalam RUPTL yang lama, kata dia, porsi EBT di pembangkit listrik hanya 30 persen. Tapi dalam RUPTL yang baru, langsung naik 51,6 persen dalam 10 tahun ke depan sampai 2030. "Jadi ada gestur dan sinyal dari pemerintah, terkait komitmen pada Paris Agreement," kata dia.

Baca juga: Potensi Energi Terbarukan Indonesia Dipuji Wakil Presiden Uni Eropa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus