Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM lama ini, isu mengenai redenominasi rupiah kembali menjadi perbincangan di Indonesia. Hal ini dipicu oleh adanya permohonan yang diajukan oleh seorang warga bernama Zico Leonard kepada Mahkamah Konstitusi (MK), yang meminta agar nilai mata uang disederhanakan atau redenominasi dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Permohonan ini terdaftar dengan nomor perkara 23/PUU-XXIII/2025 dan menggugat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Dalam gugatan tersebut, pemohon bernama Zico meminta agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan usulan redenominasi dengan mengubah nominal Rp 1.000 menjadi Rp 112. Ia secara khusus menggugat Pasal 5 ayat 1 huruf c dan Pasal 5 ayat 2 huruf c dari UU Mata Uang, yang mengatur bahwa pecahan Rupiah harus mencantumkan nominal angka dan huruf sebagai ciri utamanya.
Isu redenominasi bukanlah hal baru di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa kebijakan serupa pernah diberlakukan pada 13 Desember 1965, di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno. Pada saat itu, pemerintah menghapus tiga angka nol dari pecahan lama, sehingga nilai Rp 1.000 menjadi Rp 1. Namun, langkah tersebut dilakukan bukan untuk mengurangi daya beli masyarakat, melainkan untuk menyederhanakan sistem moneter secara nasional.
Berbeda dengan sanering, yang mengurangi nilai uang secara drastis, redenominasi lebih bertujuan untuk menyederhanakan sistem keuangan agar lebih efisien. Redenominasi tidak sama dengan pemotongan nilai uang. Masyarakat tidak akan kehilangan daya beli, hanya angka di mata uangnya yang berubah.
Rencana Redenominasi
Sejak 2020, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) telah membahas wacana redenominasi. Dalam konsep yang diajukan, nilai nominal rupiah akan disederhanakan dengan menghilangkan tiga angka nol, misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1. Namun, nilai tukar terhadap mata uang asing dan daya beli masyarakat tidak akan berubah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa redenominasi sudah lama dirancang dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transaksi serta memperkuat kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia di tingkat global. "Redenominasi akan membuat transaksi lebih mudah dan efisien, serta menunjukkan kredibilitas ekonomi Indonesia yang semakin baik," ujarnya.
Perry mengaku sudah memperhatikan desain, tahapan, hingga langkah-langkah menuju transisi ini. "Tapi tentu saja keputusan ini perlu timing yang tepat," kata dia dalam konferensi pers virtual, Kamis, 22 Juni 2023.
Perry menyebut ada tiga faktor yang membuat kebijakan itu tak kunjung diterapkan. Pertama, implementasi redenominasi harus dilakukan saat kondisi makro ekonomi yang bagus. Kedua, kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan harus stabil, ketiga, kondisi siosial politik di Tanah Air juga harus kondisif, mendukung, postif, dan kuat.
Perry enggan menjelaskan dari sisi sosial dan politik ihwal kesiapan untuk redenominasi rupiah ini. "Tentu saja pemerintah lebih tahu," ucapnya.
Redenominasi akan menghilangkan tiga angka nol dalam mata uang rupiah. Meski angkanya akan lebih kecil, perubahan ini tidak akan membuat nilai rupiah menjadi lebih kecil. Rencana redenominasi ini pertama kali digulirkan oleh Darmin Nasution saat menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2009 hingga 2013.
Wacana redominasi muncul hampir setiap tahun. Isu redenominasi umumnya muncul saat Hari Uang. Namun rencana itu sempat kandas bahkan sejak digagas pertama kali di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga era Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Meski demikian, hingga kini belum ada keputusan resmi mengenai kapan redenominasi akan diterapkan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penundaan kebijakan ini, salah satunya adalah perlunya kajian mendalam serta kesiapan infrastruktur. Perry Warjiyo juga menekankan bahwa implementasi redenominasi membutuhkan dukungan penuh dari masyarakat agar prosesnya berjalan lancar.
Riani Sanusi Putri, Michelle Gabriela, Hendrik Khoirul Muhid, dan Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Seorang Advokat Gugat UU Mata Uang ke MK: Usulkan Redenominasi Rupiah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini