Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden 2009-2014 Boediono mengingatkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelaraskan teknokrasi dengan politik dalam penyusunan maupun mengimplementasi kebijakan ekonomi. Boediono menyampaikan hl itu dalam acara Indonesia Economic Summit 2025 pada Selasa, 18 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil kebijakan yang bermanfaat, Boediono melanjutkan, hanya dapat terwujud ketika teknokrasi dan politik dapat dipadukan. “Para teknokrat menyusun ide dan konsep kebijakan yang baik dan berkualitas tinggi, dan politisi merestui dan mendukung implementasinya yang cepat,” tutur Boediono di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Gubernur Bank Indonesia ke-13 (2008-2009) ini, pembangunan adalah proses jangka panjang. “Tidak ada jalan pintas untuk mencapainya,” jelas dia. Untuk mencapai hal itu, Indonesia harus melakukan serangkaian tindakan yang sistematis. Boediomo berpendapat, pemerintah memerlukan rencana operasional yang baik untuk meningkatkan disiplin koordinasi lintas lembaga.
Adapun kritik yang serupa juga pernah dilayangkan ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, beberapa waktu lalu. Saat itu, Wija memberikan catatan mengenai kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo. Dia menilai kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen beserta pembatalannya tidak melibatkan peran teknokrat atau pakar yang memang ahli dalam bidang itu.
Wija mengatakan, rencana kenaikan PPN 12 persen memang sudah lama dibahas, namun proses pembatalannya sangat tiba-tiba. “Mendadak tanpa proses diskusi dan teknokrasi,” ujarnya pada Rabu, 22 Januari 2025. Menurut dia, kebijakan mendesak seperti kenaikan PPN itu perlu diputuskan dengan didasarkan pada keahlian teknis dari pakar-pakar (teknokrat).
Sebagaimana diketahui, sepanjang Desember 2024, terjadi tarik-ulur kebijakan kenaikan PPN. Meski Prabowo belum menyatakan sikap akhir pemerintah ihwal kebijakan tersebut, Ketua Komisi Bidang Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Mukhamad Misbakhun sempat mengatakan kenaikan tarif PPN akan diterapkan secara selektif, yakni pada barang mewah.
Namun keterangan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada 21 Desember 2024 membuat bingung karena menyatakan kenaikan tarif PPN 12 persen berlaku untuk semua barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11 persen, kecuali sejumlah barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak.
Pada 31 Desember 2024, Prabowo akhirnya menentukan sikap dan mengumumkan kenaikan PPN 12 persen per 1 Januari 2025 hanya berlaku untuk barang mewah yang masuk kategori pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Pembatalan ini buntut gejolak yang muncul di kalangan masyarakat yang tidak merestui kebijakan kenaikan PPN.