Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

Perkebunan sawit PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group diduga merambah hutan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

30 April 2024 | 13.47 WIB

Konsesi PT RAP yang diduga masuk dalam kawasan hutan di Desa Bukit Penai, Kecamatan Naga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada 22 November 2023. Jalan kebun kemudian menjadi jalan poros utama menuju desa. IniBorneo/Cantya Zamzabella
Perbesar
Konsesi PT RAP yang diduga masuk dalam kawasan hutan di Desa Bukit Penai, Kecamatan Naga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada 22 November 2023. Jalan kebun kemudian menjadi jalan poros utama menuju desa. IniBorneo/Cantya Zamzabella

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Eko Budi Santoso mengatakan sengkarut lahan sawit di kawasan hutan marak terjadi di Kalimantan Barat. Salah satu perusahaan yang diduga memiliki lahan sawit di kawasan hutan adalah PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

PT RAP diduga merambah ke kawasan hutan di Desa Bukit Penai, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu. Perusahaan ini merupakan satu-satunya yang terindikasi masuk ke kawasan hutan Kapuas Hulu seluas seluas 2.171 hektare. PT RAP juga tercatat sebagai perusahaan sawit yang berkonflik dengan warga Desa Bukit Penai, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eko mengatakan konflik warga dan perusahaan saat ini masih tahap penyelesaian. “Sudah dimediasi,” ujarnya pada Oktober 2023 lalu. Sedangkan Tumenggung Rajang, salah satu tokoh adat Desa Penai berharap warga bisa kembali mendapatkan hak mereka meski saat ini hutan adat mereka sudah berbentuk lahan sawit. “Dari pada tidak ada,” ujarnya.

PT RAP ini diduga mengambil lahan milik warga seluas 573,5 hektare. Padahal perusahaan ini sempat mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) meski grup perusahaan ini mundur dari keanggotaan RSPO pada 2019 lalu, setelah bergabung selama 15 tahun.

Pada 2021 lalu warga sempat melakukan penyegelan lahan dan menuntut perusahaan mengembalikan lahan mereka. Perusahaan diminta melepaskan lahan masyarakat Desa Bukit Penai masing-masing 1,5 hektare per kepala keluarga, dengan total 206 kepala keluarga atau 371,5 hektar. Selain itu perusahaan juga diminta mengembalikan lahan kas desa seluas 62,5 hektar. Sedangkan sisanya boleh digarap pihak perusahaan. Namun, tuntutan itu tidak dipenuhi perusahaan.

Pada 2023, warga kembali menggugat perusahaan. Kali ini Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu turun tangan. Namun PT RAP tidak menghadiri pertemuan yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu sehingga diputuskan penutupan sementara operasi perusahaan. Baru pada Mei 2023, PT RAP bersedia menandatangani kesepakatan pengambilalihan lahan dan pemagaran lahan inti perusahaan. 

Saat dimintai konfirmasi di kantor PT RAP di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu, pada 23 November 2023, pekerja di kantor tersebut menolak diwawancarai dan meminta agar permohonan konfirmasi dikirimkan ke kantor pusat. Surat yang dikirim ke alamat email PT Salim Ivomas Pratama sejak 25 Desember 2023 pun tak berbalas. 

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat lebih dari 198 perusahaan sawit yang masuk dalam kawasan hutan di Kalimantan Barat. Dari ratusan perusahaan tersebut luasan yang masuk dalam kawasan hutan mencapai 88 ribu hektare.

Kini pemerintah sedang melaksanakan program pemutihan lahan sawit dalam kawasan hutan melalui mekanisme Undang-undang Cipta Kerja. Melalui kebijakan itu, pemerintah akan memberikan pelegalan perkebunan sawit yang terlanjur ditanam di dalam kawasan hutan. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim program itu bakal mampu memperbaiki tata kelola lahan sawit yang semrawut. Namun, Pantau Gambut menilai alasan pemerintah di balik pemutihan lahan sawit ilegal tak berpihak pada lingkungan dan masyarakat. 

Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut Wahyu Perdana mengingatkan bahaya pemutihan sawit ilegal di kawasan hutan. Pun keberadaan perkebunan sawit di area kesatuan hidrologis gambut akan semakin memperparah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Dia menggarisbawahi 91,64 persen pemegang izin konsesi di kawasan hutan terindikasi juga tidak melakukan pemulihan ekosistem yang mereka rusak. Sementara grup-grup perusahaan yang teridentifikasi memiliki keterkaitan dengan perkebunan kelapa sawit ilegal itu merupakan pemain besar dalam industri kelapa sawit Indonesia. Bahkan, sebagian perusahaan itu juga telah mengantongi sertifikat RSPO dan ISPO. 

"Terbukti kebakaran yang terjadi kebanyakan di lahan-lahan sawit ilegal, bukan yang di kawasan legal," ujar Wahyu. 

RIANI SANUSI PUTRI | ASEANTY PAHLEVI

Berita Lengkap Bisa Dibaca di Sini: Pemutihan Dosa Perusak Hutan

Catatan redaksi: tulisan ini merupakan bagian dari laporan panjang berjudul Pemutihan Dosa Perusak Hutan. Tempo bersama Riauterkini.com, IniBorneo.com, dan BanjarHits.co yang merupakan mitra Teras.id didukung Pulitzer Center Rainforest Journalism Fund mengungkap pemutihan sawit di Kalimantan dan Riau.

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus