Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Setelah 'Tuyul' dan Pertalite Dicampur Air, Terungkap Pertamax Palsu di 4 SPBU Pertamina

Setelah kasus switch dispenser untuk kurangi takaran yang disebut tuyul dan Pertalite dicampur air, kini ada lagi Pertamax palsu di SPBU Pertamina

29 Maret 2024 | 10.00 WIB

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko (kiri) dan Dirtipidter Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin (kanan) memperlihatkan barang bukti BBM pertamax yang asli dan palsu (dioplos) di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. Foto: ANTARA/Laily Rahmawaty
Perbesar
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko (kiri) dan Dirtipidter Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin (kanan) memperlihatkan barang bukti BBM pertamax yang asli dan palsu (dioplos) di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. Foto: ANTARA/Laily Rahmawaty

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kecurangan di SPBU Pertamina kembali terungkap. Setelah kasus switch dispenser untuk kurangi takaran yang disebut tuyul dan Pertalite dicampur air, kini ada lagi Pertamax palsu yang merugikan masyarakat hingga Rp2 miliar.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengungkap tindak pidana yang dilakukan oleh operator dan manajer SPBU dengan menjual BBM Pertalite dicampur perwarna sehingga menyerupai Pertamax.

Direktur Tidak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024,mengatakan ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, dengan jumlah SPBU yang melakukan kecurangan ada empat.

Keempat SPBU itu berada di wilayah Cimanggis-Depok, Kebun Jeruk-Jakarta Barat, dan Karang Tengah serta Pinang Kota, Tangerang. "Jadi sudah empat SPBU yang melakukan penyimpangan dengan modus yang sama," kata Nunung.

Dalam penanganan perkara ini, kata Nunung, Subdit III Dittipidter telah membuat atau menerbitkan tiga laporan polisi dan menetapkan lima orang sebagai tersangka, serta menyita barang bukti.

Adapun para tersangka, yakni RHS, 49 tahun, selaku pengelola SPBU, AP (37) selaku manajer SPBU, DM (41) selaku manejer dan pengawas, serta dua pegawai RI (24) dan AH.

"Barang bukti yang kami sita dari empat SPBU ini ada 29.046 liter BBM Pertamax yang diduga palsu di empat tangki pendam SPBU tersebut," katanya.

Rincian barang bukti tersebut, dari SPBU Karang Tengah 9.004 liter, SPBU Pinang Kota, Tangerang 3.700 liter, SPBU Kebun Jeruk 6.814 liter, dan SPBU Cimanggis Kota Depok 9.528 liter.

"Selain itu kami juga menyita sampel masing-masing yakni lima liter BBM Pertalite yang sudah dicampur zat pewarna sehingga menyerupai Pertamax," kata Nunung.

Penyidik juga menyita bahan pewarna yang digunakan pelaku untuk mengubah warna Pertalite menjadi warna Pertamax.

Selain itu, menyita dokumen pemesanan atau DO dan penjualan BBM, serta alat komunikasi yang mencatat hasil penjualan BBM sebanyak 111.552.000 liter.

Kecurangan ini dilakukan sejak Januari 2023 sampai Januari 2024, diperkirakan dari kecurangan atau penyimpangan ini pelaku sudah mendapatkan keuntungan lebih dari Rp2 miliar. "Motif dari para pelaku adalah ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya," kata Nunung.

Pelaku mendapat keuntungan dari penjualan Pertalite yang diubah menjadi Pertamax. Jika Pertalite harga jual Rp10.000, setelah diubah warna menyerupai Pertamax dijual dengan harga Rp12.950 per liter. "Jadi ada disparitas harga hampir Rp 3000 atau tepatnya Rp2950 rupiah," ujar Nunung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Memasang 'Tuyul' di Dispenser

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim Kementerian Perdagangan ketika memeriksa pompa bensin bernomor 34.41345 di Rest Area KM 42 Jalan Tol Jakarta-Cikampek, menemukan switch di tiga dari delapan dispenser di pompa bensin tersebut.

Alat tersebut untuk mengatur agar dispenser mengucurkan BBM kurang dari takaran seharusnya, sehingga merugikan konsumen. 

Menurut seorang mantan pengelola SPBU, modus memasang alat untuk mengurangi volume BBM yang keluar dari dispenser sudah biasa dilakukan. Ribut, 30 tahun, yang pernah mengelola SPB di Kabupaten Semarang mengatakan, istilah "tuyul" diberikan ke pom bensin yang curang dalam beroperasi.

"Sebetulnya itu alat tambahan. Kalau dulu pada nyebutnya tuyul, karena kan mengurangi BBM," kata Ribut dihubungi Tempo pada Senin malam, 26 Maret 2024.

Alat itu dipasang di dispenser, bisa atas permintaan bos atau juga oleh prgawai SPBU sendiri. Semakin maju, teknologi switch ini bisa dikendalikan dengan remote dari jarak jauh.

Sebelumnya, warga Kota Bekasi dihebohkan adanya Pertalite dicampur air saat membeli BBM di SPBU 34.17.106 Jalan Juanda No. 100, Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Sejumlah warga yang membeli Pertalite pada Senin, 25 Maret 2024, bingung ketika kendaraan mereka tiba-tiba mogok.

Seorang pengemudi mobil Honda Jazz, Edi, 57 tahun mengatakan dia mengisi BBM jenis Pertalite sebanyak 10 liter di SPBU tersebut. Saat baru melaju sekira 1 kilometer, kendaraannya tiba-tiba mengalami mati mesin. Ketika diperiksa di bengkel, ketahuan bahwa BBM yang digunakan bercampur air.

Tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni sopir truk tangki Pertamina, Nana Nasrudin, 31 tahun, dan kernetnya Muhamad Apip, 26 tahun, dan seorang petugas keamanan di SPBU 34.41341 Karawang, Engkos Kosasih, 56 tahun. Sopir dan kernet itu bekerja untuk perusahaan vendor Pertamina dalam mendistribusikan BBM.

Ancaman Hukuman Terlalu Ringan

Mengutip mantan pengelola SPBU, Ribut, bahwa pemasangan tuyul di dispenser umum dilakukan, pengungkapan kecurangan di SPBU rest area Tol Cikampek hanya fenomena gunung es. Diduga masih sangat banyak praktik lancung seperti ini.

Pengamat energi, Sofyano Zakaria, menilai peluang melakukan kecurangan untuk tujuan mengurangi takaran BBM pada dispenser bisa saja terjadi pada SPBU manapun sepanjang sanksi hukum atas perbuatan tersebut sangat ringan.

Ia menyebutkan bahwa Pasal 32 UU Metrologi Legal hanya menetapkan ancaman pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.

Bahkan, lanjut Sofyano, untuk perbuatan mengurangi ukuran takaran timbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Metrologi Legal hanya diancam dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya 6 bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp500.000.

Sofyano mengingatkan bahwa persoalan bidang metrologi legal bukan hanya terkait dengan alat takaran BBM pada dispenser SPBU saja tetapi juga pada produk lain seperti minyak goreng, oli, gas, air, beras, emas dan lain lain, yang dalam perdagangan sehari-hari menggunakan alat ukur takar timbang.

"Sebaiknya ini juga disidak oleh Menteri Perdagangan dan diawasi secara rutin dan ketat oleh pihak Kemendag," ujar Sofyano.

TIM TEMPO | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus