Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Solider merayu capitol hill solider merayu capital hill

5 negara asean mendesak as menerima stabex (stabi- lisasi penghasilan & harga ekspor komoditi). solida ritas asean diharapkan indonesia, untuk memperlancar perdagangan dan meningkatkan investasi. (eb)

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELIMA negara Asia Tenggara sudah menyadari betul bahwa mereka akan lebih didengar pihak luar jika berbicara sebagai ASEAN. Sudah secara bertahap kelompok ini melakukan dialog. Sudah dengan Australia, EEC (Masyarakat Ekonomi Eropa), dan Jepang. Minggu ini tiba pula gilirannya berdialog dengan Amerika Serikat di Manila. Semua dialog itu bertujuan meletakkan dasar kerjasama, terutama untuk memperlancar perdagangan dan meningkatkan investasi. Ketika ber-KTT di Kuala Lumpur Agustus lalu, ASEAN sudah menyiapkan garis-besar persoalan yang hendak dikemukakannya kepada Amerika. Tapi sebelum pergi ke Manila, para Menteri ASEAN bidang ekonomi bertemu lagi di Pattaya, Muangthai, akhir minggu lalu untuk memperincinya. Di bidang perdagangan, ASEAN nampaknya berusaha meminta pengaruh Amerika membantu program Stabex, yaitu stabilisasi penghasilan maupun harga dari ekspor komoditi kelima anggotanya. Dengan lain perkataan, Amerika diha ap supaya memb antu meyakinkan, misalnya, EEC untuk memperluas program Stabex yang diadakannya dengan Afrika, Karibia dan Pasifik. ke ASEAN. "Membantu meyakinkan" ini dari Amerika agaknya tidaklah berlebihan, walaupun dialog ASEAN-EEC sudah berjalam. Selain itu, pengertian Amerika dianggap penting sehubungan akan diadakannya pula konperensi Unctad mengenai Dana Bersama di Jenewa Nopember nanti. Dalam dialog ASEAN-Jepang (terutama di KL dengan PM Fukuda), soal Dana Bersama itu, yang menjadi idaman Dunia Ketiga guna menjaga kestabilan penghasilan ekspornya, sudah disetujui untuk diperjoangkan. Getol Tapi hal paling mendesak ialah supaya Amerika sendiri bersedia menerima Stabex ini khusus ntuk perdagangan nya dengan ASEAN. Jadi, tidaklah sekedar Amerika supaya membantu meyakinkan pihak lain. Kebetulan Amerika yang dulunya menganut perdagangan bebas, kini benar pada proteksi. Belum ada memang di antara anggota ASEAN yang terpukul karenanya. Tapi Singapura, terutama karena industrinya sudah maju, mungkin nanti terpukul. Adalah demi solidaritas, ASEAN perlu pula membela kepentingan Singapura. Solidaritas ASEAN itu memang sangat diharapkan Indonesia terutama sekali dalam berdagang dengan Amcrika. Keempat anggota ASEAN lainnya mendapat konsesi impor Amerika, berdasar Ceneralized System of Preferences (GSP) yang ditetapkan Congress di Capitol Hill, Washington. GSP itu tidak berlaku untuk Indonesia, hanya karena Indonesia menjadi anggota OPEC. Kalau sudah masuk club negara pengekspor minyak itu, Indonesia seakan-akan dipandang tak miskin lagi rupanya. Tapi itu adalah akibat kejengkelan Amerika terhadap OPEC yang selalu menaikkan harga. Tambahan pula Amerika pernah terpukul gara-gara embargo minyak akibat perang Arab lsrael 1973 . Indonesia, walaupun anggota OPEC, ternyata tidak ikut-ikutan embargo itu. Baik pemerintahan Ford maupun Carter sekarang ini, demikian pula sebaian anggota Congress, sudah berusaha supaya GSP berlaku juga untuk Indonesia. Tapi nyatanya Congress tetap belum mengizinkannya, hingga Indonesia saja di ASEAN ini yang tidak mengecap konsesi impor Amerika. Di bidang investasi, ASEAN nampaknya menggunakan dialog di Manila untuk kepentingan berbagai proyek bersamanya. Kalau Jepang sudah bersedia mempertimbangkan bantuan kredit $ 1 milyar, Amerika diharapkan supaya menawarkan pula modal dan teknologinya. Tapi bukanlah sumber modal sesungguhnya menjadi persoalan ASEAN. Persoalan ialah bahwa sesama anggota ASEAN tidak selalu gampang "berpikir ASEAN". Prioritas regional adakalanya konflik dengan kepentingan nasional. Proyek mesin diesel yang semula dicadangkan untuk Singapura, umpamanya, berlarut-larut dipertikaikan. Singapura menghendaki supaya proyek diesel ASEAN itu boleh membikin mesin berkekuatan di bawah 500 TK, sedang Indonesia berkeberatan sekali. Alasannya ialah keempat anggota ASEAN lainnya sudah mempunyai proyek nasional yang sama. Lihat, Pilipina s/d 400 TK, Malaysia s/d 300 TK, Muangthai s/d 200 TK dan Indonesia s/d 500 TK. Maka jelas seperti Menteri Perdagangan Radius Prawiro menyebutnya menjelang Pattaya, "kelayakan pemasaran (proyek ASEAN di Singapura itu) tidak akan tercapai." Mau Terus Sesama anggota sudah mencapai konsensus bahwa proyek ASEAN harus menunjang, bukan mematikan, proyek nasional. Belakangan ini Singapura, mungkin karena kesalnya, nampaknya bersedia mundur, lantas akan menawarkan kepada ASEAN suatu proyek lain - layar pesawat televisi. Di Pattaya, sidang ke-V Menteri ekonomi ASEAN, nampaknya mencoba menyelesaikan konflik kepentingan itu. Dengan lain perkataan, tiap anggota diminta lagi menyelesaikan studi penjajagan kemungkinan untuk proyek ASEAN yang disanggupinya. Khusus untuk Singapura, sidang itu mencapai kompromi antara lain begini: Jika bersedia membuat proyek dieselnya untuk mesin berkapasitas 200 TK ke atas, Singapura dipersilahkan membuat studi itu. Ini berarti, tuntutan Singapura supaya kapasitasnya tanpa batas, yaitu 0 TK ke atas, tidak dikabulkan sidang Pattaya itu. Singapura, buat sementara, tidak menolak kompromi itu, tapi masih disangsikan apakah ia akan melanjutkan proyek ASEAN yang dibatasi itu. Apalagi ada pula persyaratan - tuntutan Indonesia -- supaya mesin diesel ASEAN yang besarnya di bawah 500 TK tidak akan dipasarkan di Indonesia. Dari kelimanya, kebetulan Indonesia sudah siap dengan studi itu untuk proyek pupuk urea di Arun, Aceh, ditaksir meminta biaya $ 298 juta. Kredit Jepang yang dijanjikan PM Fukuda diharapkan sudah akan bisa dipakai untuk itu. Tapi "kelayakan pemasarannya" masih dipertikaikan oleh Muangthai Malaysia dan Pilipina. Ketiganya melihat harga pupuk Arun $ 170 per ton pada waktu pabriknya selesai ]981 akan terlalu mahal. Sekarang harga urea sekitar $ 140. Tidak realistis bila harus naik setinggi $ 170, demikian antara lain argumentasi mereka. Indonesia memperhitungkan kenaikan itu, selain faktor inflasi, juga karena besarnya biaya pembangunan infra-struktur untuk keperluan proyek pabrik ASEAN itu. Ada kemungkinan -- dan pernah dilansir berita dari Singapura - bahwa Singapura mau jalan terus dengan proyek mesin diesel untuk kapasitas 0 TK ke atas. Proyek nasionalnya, tentu saja. Bagaimana? "Tidak keberatan," kata Menteri Perindustrian RI M. Yusuf. "Kita pun jalan terus dengan industri mesin diesel di Surabaya" (PT Boma Bisma Indra yang dibangun dengan bantuan kredit Jerman Barat). Proyek nasional dari sesama anggota ASEAN bisa bersaing rupanya. Ini akan berakibat pada perdagangan antar ASEAN yang mau diperlancar dengan menghilangkan tarif dan non-tarif via perjanjian preferensi. Mesin diesel belum termasuk 71 jenis yang sudah disepakati ASEAN untuk mulai berlaku 1 Januari 1978. Soal preferensi ini nampaknya masih akan meminta sesama anggota lebih banyak "berpikir ASEAN" bila hendak diperluas lagi jenisnya melewati 71. Konflik prioritas ASEAN dan kepentingan nasional masih akan banyak. Meski ada solidaritas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus