KELIMA negara Asia Tenggara sudah menyadari betul bahwa mereka
akan lebih didengar pihak luar jika berbicara sebagai ASEAN.
Sudah secara bertahap kelompok ini melakukan dialog. Sudah
dengan Australia, EEC (Masyarakat Ekonomi Eropa), dan Jepang.
Minggu ini tiba pula gilirannya berdialog dengan Amerika Serikat
di Manila. Semua dialog itu bertujuan meletakkan dasar
kerjasama, terutama untuk memperlancar perdagangan dan
meningkatkan investasi.
Ketika ber-KTT di Kuala Lumpur Agustus lalu, ASEAN sudah
menyiapkan garis-besar persoalan yang hendak dikemukakannya
kepada Amerika. Tapi sebelum pergi ke Manila, para Menteri ASEAN
bidang ekonomi bertemu lagi di Pattaya, Muangthai, akhir minggu
lalu untuk memperincinya.
Di bidang perdagangan, ASEAN nampaknya berusaha meminta pengaruh
Amerika membantu program Stabex, yaitu stabilisasi penghasilan
maupun harga dari ekspor komoditi kelima anggotanya. Dengan lain
perkataan, Amerika diha ap supaya memb antu meyakinkan,
misalnya, EEC untuk memperluas program Stabex yang diadakannya
dengan Afrika, Karibia dan Pasifik. ke ASEAN. "Membantu
meyakinkan" ini dari Amerika agaknya tidaklah berlebihan,
walaupun dialog ASEAN-EEC sudah berjalam.
Selain itu, pengertian Amerika dianggap penting sehubungan akan
diadakannya pula konperensi Unctad mengenai Dana Bersama di
Jenewa Nopember nanti. Dalam dialog ASEAN-Jepang (terutama di KL
dengan PM Fukuda), soal Dana Bersama itu, yang menjadi idaman
Dunia Ketiga guna menjaga kestabilan penghasilan ekspornya,
sudah disetujui untuk diperjoangkan.
Getol
Tapi hal paling mendesak ialah supaya Amerika sendiri bersedia
menerima Stabex ini khusus ntuk perdagangan nya dengan ASEAN.
Jadi, tidaklah sekedar Amerika supaya membantu meyakinkan pihak
lain. Kebetulan Amerika yang dulunya menganut perdagangan bebas,
kini benar pada proteksi. Belum ada memang di antara anggota
ASEAN yang terpukul karenanya. Tapi Singapura, terutama karena
industrinya sudah maju, mungkin nanti terpukul.
Adalah demi solidaritas, ASEAN perlu pula membela kepentingan
Singapura.
Solidaritas ASEAN itu memang sangat diharapkan Indonesia
terutama sekali dalam berdagang dengan Amcrika. Keempat anggota
ASEAN lainnya mendapat konsesi impor Amerika, berdasar
Ceneralized System of Preferences (GSP) yang ditetapkan Congress
di Capitol Hill, Washington.
GSP itu tidak berlaku untuk Indonesia, hanya karena Indonesia
menjadi anggota OPEC. Kalau sudah masuk club negara pengekspor
minyak itu, Indonesia seakan-akan dipandang tak miskin lagi
rupanya. Tapi itu adalah akibat kejengkelan Amerika terhadap
OPEC yang selalu menaikkan harga.
Tambahan pula Amerika pernah terpukul gara-gara embargo minyak
akibat perang Arab lsrael 1973 . Indonesia, walaupun anggota
OPEC, ternyata tidak ikut-ikutan embargo itu. Baik pemerintahan
Ford maupun Carter sekarang ini, demikian pula sebaian anggota
Congress, sudah berusaha supaya GSP berlaku juga untuk
Indonesia. Tapi nyatanya Congress tetap belum mengizinkannya,
hingga Indonesia saja di ASEAN ini yang tidak mengecap konsesi
impor Amerika.
Di bidang investasi, ASEAN nampaknya menggunakan dialog di
Manila untuk kepentingan berbagai proyek bersamanya. Kalau
Jepang sudah bersedia mempertimbangkan bantuan kredit $ 1
milyar, Amerika diharapkan supaya menawarkan pula modal dan
teknologinya.
Tapi bukanlah sumber modal sesungguhnya menjadi persoalan ASEAN.
Persoalan ialah bahwa sesama anggota ASEAN tidak selalu gampang
"berpikir ASEAN". Prioritas regional adakalanya konflik dengan
kepentingan nasional. Proyek mesin diesel yang semula
dicadangkan untuk Singapura, umpamanya, berlarut-larut
dipertikaikan. Singapura menghendaki supaya proyek diesel ASEAN
itu boleh membikin mesin berkekuatan di bawah 500 TK, sedang
Indonesia berkeberatan sekali. Alasannya ialah keempat anggota
ASEAN lainnya sudah mempunyai proyek nasional yang sama. Lihat,
Pilipina s/d 400 TK, Malaysia s/d 300 TK, Muangthai s/d 200 TK
dan Indonesia s/d 500 TK. Maka jelas seperti Menteri Perdagangan
Radius Prawiro menyebutnya menjelang Pattaya, "kelayakan
pemasaran (proyek ASEAN di Singapura itu) tidak akan tercapai."
Mau Terus
Sesama anggota sudah mencapai konsensus bahwa proyek ASEAN harus
menunjang, bukan mematikan, proyek nasional. Belakangan ini
Singapura, mungkin karena kesalnya, nampaknya bersedia mundur,
lantas akan menawarkan kepada ASEAN suatu proyek lain - layar
pesawat televisi. Di Pattaya, sidang ke-V Menteri ekonomi ASEAN,
nampaknya mencoba menyelesaikan konflik kepentingan itu. Dengan
lain perkataan, tiap anggota diminta lagi menyelesaikan studi
penjajagan kemungkinan untuk proyek ASEAN yang disanggupinya.
Khusus untuk Singapura, sidang itu mencapai kompromi antara lain
begini: Jika bersedia membuat proyek dieselnya untuk mesin
berkapasitas 200 TK ke atas, Singapura dipersilahkan membuat
studi itu. Ini berarti, tuntutan Singapura supaya kapasitasnya
tanpa batas, yaitu 0 TK ke atas, tidak dikabulkan sidang Pattaya
itu. Singapura, buat sementara, tidak menolak kompromi itu, tapi
masih disangsikan apakah ia akan melanjutkan proyek ASEAN yang
dibatasi itu. Apalagi ada pula persyaratan - tuntutan Indonesia
-- supaya mesin diesel ASEAN yang besarnya di bawah 500 TK tidak
akan dipasarkan di Indonesia.
Dari kelimanya, kebetulan Indonesia sudah siap dengan studi itu
untuk proyek pupuk urea di Arun, Aceh, ditaksir meminta biaya $
298 juta. Kredit Jepang yang dijanjikan PM Fukuda diharapkan
sudah akan bisa dipakai untuk itu. Tapi "kelayakan pemasarannya"
masih dipertikaikan oleh Muangthai Malaysia dan Pilipina.
Ketiganya melihat harga pupuk Arun $ 170 per ton pada waktu
pabriknya selesai ]981 akan terlalu mahal. Sekarang harga urea
sekitar $ 140. Tidak realistis bila harus naik setinggi $ 170,
demikian antara lain argumentasi mereka. Indonesia
memperhitungkan kenaikan itu, selain faktor inflasi, juga karena
besarnya biaya pembangunan infra-struktur untuk keperluan proyek
pabrik ASEAN itu.
Ada kemungkinan -- dan pernah dilansir berita dari Singapura -
bahwa Singapura mau jalan terus dengan proyek mesin diesel untuk
kapasitas 0 TK ke atas. Proyek nasionalnya, tentu saja.
Bagaimana?
"Tidak keberatan," kata Menteri Perindustrian RI M. Yusuf.
"Kita pun jalan terus dengan industri mesin diesel di Surabaya"
(PT Boma Bisma Indra yang dibangun dengan bantuan kredit Jerman
Barat). Proyek nasional dari sesama anggota ASEAN bisa bersaing
rupanya. Ini akan berakibat pada perdagangan antar ASEAN yang
mau diperlancar dengan menghilangkan tarif dan non-tarif via
perjanjian preferensi. Mesin diesel belum termasuk 71 jenis yang
sudah disepakati ASEAN untuk mulai berlaku 1 Januari 1978.
Soal preferensi ini nampaknya masih akan meminta sesama anggota
lebih banyak "berpikir ASEAN" bila hendak diperluas lagi
jenisnya melewati 71. Konflik prioritas ASEAN dan kepentingan
nasional masih akan banyak. Meski ada solidaritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini