Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastratmaja, menilai pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex tak lepas dari persoalan perlambatan ekonomi dunia yang memicu serbuan produk dari China. Hal itu, kata dia, sangat memengaruhi kondisi industri tekstil di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Masalah utamanya berawal dari slow down global economy yang diawali dengan inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia,” kata Jemmy saat dihubungi Tempo, Kamis, 24 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jemmy menilai kondisi itu berdampak bagi penurunan daya beli di sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Hal ini, membuat negara produsen tekstil dunia seperti China mengalami kelebihan pasokan yang memantik serbuan produk dari China di berbagai negara.
Hal itu, cukup mempengaruhi industri tekstil dalam negeri. Hingga akhirnya, kata Jemmy, sejumlah negara termasuk Indonesia menyusul membuat berbagai kebijakan trade barrier atau pembatasan perdagangan.
“Kebijakan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk China,” katanya.
Seperti diketahui, Pengadilan Niaga Kota Semarang memutus pailit Sritex setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil tersebut yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, 23 Oktober 2024. Ia membenarkan putusan yang mengakibatkan perusahaan berkode saham SRIL itu pailit.
Haruno menjelaskan putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. "Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," ujar Haruno, seperti dikutip dari Antara.
Dalam putusan pengadilan itu, kata Haruno, juga menunjuk kurator dan hakim pengawas. Selanjutnya, kata dia, kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur. Sritex merupakan salah satu perusahaan besar di industri tekstil Indonesia yang sudah beroperasi sejak 1966.