Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Hasil kajian Institute Essential for Services Reform (IESR) bersama Koaksi terkait implementasi transisi energi menunjukkan terbukanya lapangan kerja hijau dapat mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. "Transisi energi dekarbonisasi sistem energi kita akan menciptakan lapangan kerja yang lebih besar ketimbang sektor lapangan kerja yang hilang," ujar Fabby Tumiwa dalam webinar berjudul Menakar Kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia dalam Proses Transisi Energi, Selasa, 27 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya lagi, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi energi terbarukan milik Indonesia termasuk terbesar, hampir 3.700 giga watt. Jumlah tersebut sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia pada 2050-2060. Sementara saat ini, energi terbarukan baru berkontribusi sekitar 13 persen dari total kebutuhan energi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, IESR mencatat setidaknya ada empat fokus teknologi utama yang akan banyak menyerap tenaga kerja. "Yang utama untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Banyu (PLTB) dan bioenergi, ini adalah teknologi yang akan berkembang dan membutuhkan banyak pekerja. Karena memang substitusi dari energi fossil akan diisi oleh energi-energi ini," kata dia.
Adapun untuk memproses transisi energi lebih cepat, Menurut Fabby diperlukan pengetahuan baru tentang sistem energi terbarukan, pengelolaan limbah, serta regulasi mengenai lingkungan. Selain itu, teknik pertanian berkelanjutan juga diperlukan untuk mengisi era transisi energi. "Peran institusi pendidikan berperan penting dalam menjalankan hal tersebut," tuturnya.
"Kami melihat dengan kebutuhan yang cukup masif, seiring dengan transisi energi, maka peran dari lembaga-lembaga pendidikan baik itu vokasi di tingkat SMK maupun universitas itu sangat diperlukan," tambahnya.
Menurut Fabby, sebagai salah satu negara penghasil emisi terbesar dunia, Indonesia harus melakukan transisi energi dengan lebih cepat. "Target pemerintah itu kan 2060. Namun, kalo ingin selaras dengan Paris Agreement yang sudah diratifikasi dengan UUD Nomor 16 tahun 2016 maka target tersebut harus dipercepat menjadi tahun 2050."