Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid turut menyoroti kebijakan pemerintah soal transmigrasi lokal warga terdampak proyek Rempang Eco City di Kepulauan Riau. Adapun kebijakan ini merupakan gagasan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara.
Menurut Alissa, pemerintah seharusnya mengakomodasi keinginan masyarakat. "Kalau warga Rempang saat ini belum ingin dipindahkan atas alasan apapun, maka itu harus dihormati oleh negara," kata Alissa dalam diskusi Kebijakan di Tanah Rempang untuk Siapa?, dikutip Tempo dari kanal YouTube Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik, Jumat, 28 Maret 2025.
Alissa juga menyampaikan, setiap kebijakan pemerintah seharusnya melibatkan warga setempat. Bila pemerintah mau bermusyawarah dengan baik, ia meyakini persoalan bisa diselesaikan dengan baik pula. "Kalau warga tidak menginginkan wilayahnya menjadi PSN (proyek strategis nasional), maka pemerintah harus mendengar aspirasi ini," kata dia.
Putri sulung Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu menuturkan, keputusan dan kebijakan yang diambil pemimpin idealnya adalah untuk kesejahteraan dan kebaikan hidup rakyat. Artinya, setiap kebijakan tidak semata-mata untuk meningkatkan penghasilan negara. Alissa berujar, negara tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat di mana proyek itu berada. "Jadi, prinsip dasar ini yang harus dipegang. Makanya, yang terpenting saat ini adalah apa kehendak warga Rempang?" ucap Alissa.
Saka, salah satu warga Rempang, terkejut ketika pemerintah mencanangkan program transmigrasi lokal. Padahal sebelumnya, warga merasa sedikit lega ketika Rempang Eco City tidak masuk daftar PSN pemerintahan Prabowo Subianto. "Tidak henti-hentinya kami menghadapi suatu program yang bagi kami itu dipaksakan. Masyarakat tidak mau direlokasi, tidak mau digusur, lalu sekarang timbul transmigrasi lokal," ujar Saka.
Sebelumnya, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman mengusulkan transmigrasi lokal warga Rempang seiring macetnya proyek Rempang Eco City akibat konflik agraria yang terjadi. Iftitah meyakini transmigrasi lokal bisa menjadi jalan keluar persoalan tersebut.
Iftitah juga menyampaikan transmigrasi lokal di Pulau Rempang digagas karena ada potensi industri industri pasir silika yang bisa dibangun. Selain itu sudah ada investor yang siap berkolaborasi, yakni Xinyi Group dengan estimasi nilai investasi awal Rp 198 triliun.
Politikus Partai Demokrat itu juga mengklaim penataan kawasan transmigrasi Rempang akan bermanfaat untuk masyarakat lokal. Terlebih, menurut dia, ada potensi penciptaan lapangan kerja mulai dari 57 ribu hingga 85 ribu orang dari industri tersebut. Iftitah memastikan para transmigran bisa terserap. “Masyarakat yang tidak mau kerja di pabrik karena dia nelayan, bagus. Tetap saja melaut,” kata Iftitah di Kementerian Transmigrasi pada Senin, 24 Maret 2025. “Nanti kami akan bantu ekosistem untuk keperikanan dan maritim, kami sediakan kapal untuk nelayan.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menilai program transmigrasi lokal sebagai cara baru peemerintah untuk meneruskan proyek perampasan ruang. Menurut dia, transmigrasi lokal tidak ada bedanya ddengan relokasi paksa warga terdampak Rempang Eco City.
Ia pun mengkritik Menteri Iftitah soal iming-iming jaminan kerja. “Ini adalah modus baru untuk merampas tanah dan laut warga Rempang yang selama ini mereka perjuangkan,” kata Susan melalui keterangan tertulis pada Kamis, 27 Maret 2025.
Terlebih, Susan menuturkan, Pulau Rempang berstatus berpenduduk jarang. Sementara, menurut dia, transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah yang berpenduduk padat ke daerah lain yang berpenduduk jarang. “Program transmigrasi lokal oleh Mentrans membuktikan kekeliruan berpikir rezim saat ini,” kata dia.
Pilihan editor: Mudik Lebaran 2025: Mereka Berebut Kursi Sepur untuk Pulang Kampung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini