Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Bisakah UMKM Mengelola Tambang seperti Diatur UU Minerba

Revisi UU Minerba membuat UMKM dan koperasi bisa mendapat izin tambang. Asosiasi UMKM menganggapnya merugikan.

20 Februari 2025 | 09.00 WIB

Penambangan biji timah menggunakan ponton isap produksi di perairan Pantai Matras, Sungai Liat, Sinar Baru, Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung,27 Januari 2025. Antara/Nova Wahyudi
Perbesar
Penambangan biji timah menggunakan ponton isap produksi di perairan Pantai Matras, Sungai Liat, Sinar Baru, Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung,27 Januari 2025. Antara/Nova Wahyudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Revisi UU Minerba membuat UMKM serta koperasi masuk dalam penerima izin tambang prioritas.

  • Asosiasi UMKM Indonesia menilai revisi undang-undang tersebut hanya menguntungkan pengusaha besar karena pelaku usaha mikro tidak memiliki kapasitas untuk mengelola tambang.

  • Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kebijakan ini memberikan keadilan masyarakat mengelola tambang.

SETELAH Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi Undang-Undang tentang Pertambangan, Mineral, dan Batu Bara atau UU Minerba pada Selasa, 18 Februari 2025, terdapat sejumlah perubahan dalam tata kelola tambang. Hal yang menjadi sorotan di antaranya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi masuk sebagai lembaga penerima izin tambang prioritas.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Hermawati Setyorini menilai perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 ini sama sekali tidak menguntungkan UMKM, khususnya pelaku usaha mikro. Sebab, istilah UMKM hanya digunakan sebagai pemanis kebijakan karena usaha mikro tidak memiliki kapasitas untuk masuk ke sektor tambang. “Kata-kata UMKM itu cuma diseret. Ini kan sebenarnya untuk pelaku pengusaha menengah karena di situ jelas modalnya pun jauh dari kapasitas UMKM,” tutur Hermawati kepada Tempo, Rabu, 19 Februari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Adapun syarat UMKM mengelola tambang adalah modal sebesar Rp 10 miliar. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, pengusaha yang bermodal Rp 10 miliar masuk kategori pelaku usaha menengah. Pelaku usaha mikro sendiri hanya memiliki modal maksimal Rp 1 miliar. 

Hermawati mengungkapkan asosiasi UMKM tidak pernah diajak berdiskusi dalam pembahasan undang-undang pengelolaan tambang. Bahkan ia berpandangan bahwa selama ini peraturan yang berkaitan dengan UMKM kerap dibuat pemerintah tanpa mendengarkan langsung suara pelaku usaha mikro. Walhasil, istilah UMKM hanya digunakan sebagai alat legitimasi.

Jika izin usaha pertambangan (IUP) memang diberikan kepada pelaku usaha menengah dan besar, Hermawati meminta pemerintah secara transparan menjelaskan kepada publik mengenai manfaat ekonomi bagi masyarakat. “Jangan menggunakan istilah UMKM seakan-akan ini cara pemerintah untuk membangkitkan UMKM,” ucapnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sejumlah ahli sangsi akan dampak positif pemberian IUP kepada UMKM dan koperasi. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan pembagian kesempatan pengelolaan tambang kepada pelaku usaha kecil tak tepat. Pasalnya, dibutuhkan biaya modal yang sangat besar untuk mengelola bisnis ekstraktif itu. 

Untuk pengelolaan tambang dalam skala kecil saja, menurut dia, setidaknya dibutuhkan biaya Rp 500 miliar. Biaya itu mencakup keperluan uji kelayakan, biaya eksplorasi, mine development, transportasi, reklamasi lahan pascatambang, pajak dan royalti, serta corporate social responsibility (CSR). "UKM itu, begitu disuruh membuat uji lab dan uji kelayakan, sudah jebol keuangannya," ujar Bhima.

Dia juga khawatir keterlibatan UMKM dalam bisnis tambang berisiko meningkatkan kredit macet, yang pada akhirnya dapat merugikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Misalnya, subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat bisa dialokasikan untuk pembiayaan sektor tambang. Namun, mengingat tingginya risiko di industri ini, potensi gagal bayar tidak bisa diabaikan. Jika terjadi, hal ini dapat menimbulkan dampak sistemis terhadap sektor perbankan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa berpandangan pengelolaan tambang tidak cocok dengan karakteristik UMKM dan koperasi. “Mereka enggak punya expertise, modal, kemampuan bisnis, hingga jaringan yang bisa mengakses teknologi. Ini bisnis jangka panjang,” katanya.

Fabby berpendapat revisi UU Minerba semestinya diarahkan ke peningkatan nilai tambah, bukan malah membagikan konsesi tambang. Semangat dari revisi aturan ini juga seharusnya untuk mengoptimalkan industrialisasi dan mendukung transisi energi.

Namun, dalam prosesnya, aspek-aspek tersebut tidak dibahas di DPR. Padahal, jika sektor tambang ingin digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurut Fabby, yang perlu diperbaiki tidak hanya pelakunya, tapi juga pengelolaannya.

Tempo mencoba meminta tanggapan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tri Winarno serta Ketua Badan Legislasi DPR Bob Hasan soal kritik terhadap masuknya UMKM sebagai penerima izin tambang prioritas. Namun keduanya tidak merespons pesan yang dilayangkan Tempo.

Adapun Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menilai pembagian IUP harus dilakukan secara profesional dan transparan. Ia menyarankan agar pemberian prioritas yang ditawarkan tidak lebih dari jumlah ataupun luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Dia juga berharap terjalin kolaborasi antara pelaku usaha tambang yang sudah ada dan penerima IUP baru nantinya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan revisi UU Minerba merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto demi menghadirkan rasa keadilan kepada masyarakat untuk mengelola tambang. “Selama ini kita tahu pengelolaan minerba hanya dikuasai pengusaha-pengusaha besar. Itu lagi, itu lagi,” ujarnya setelah rapat paripurna DPR pada Selasa, 18 Februari 2025. 

Hasil revisi UU Minerba membuat jenis lembaga yang bisa mengelola IUP bertambah tiga, yaitu UMKM, koperasi, dan organisasi masyarakat keagamaan. Sebelumnya, sejumlah organisasi keagamaan sudah berkomitmen akan mengelola tambang, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Namun sejauh ini belum ada koperasi ataupun UMKM yang menyatakan minatnya mengelola tambang.

Dengan adanya perubahan aturan ini, Bahlil menuturkan UMKM dan koperasi bisa mendapatkan IUP tanpa mengikuti tender murni. IUP yang diberikan tidak bisa dipindahtangankan dengan cara apa pun. Pemerintah akan mengawasi agar IUP yang sudah diberikan tidak diperjualbelikan.

Ketua Umum Partai Golkar itu bahkan menyatakan akan memprioritaskan pemberian izin kelola tambang kepada pengusaha kecil di daerah-daerah luar Jakarta. Bahlil akan berpatokan pada prinsip pemerataan kesejahteraan yang tertuang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. 

“Contoh, dia di Kalimantan Timur wilayahnya. Yang mengajukan (izin) itu harus UMKM orang Kalimantan Timur yang ada di kabupaten itu. Supaya apa? Pemerataan,” kata Bahlil. Pasalnya, dia mengimbuhkan, selama ini banyak pemilik tambang di daerah yang berkantor di Jakarta.

Ponton isap produksi menambang biji timah di perairan Pantai Matras, Sungai Liat, Sinar Baru, Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, 27 Januari 2025. Antara/Nova Wahyudi

Bob Hasan menyebutkan semua fraksi menyetujui pengesahan UU Minerba. Sebelumnya, ide perubahan regulasi ini merupakan klausul usulan DPR yang disepakati tiba-tiba pada Senin malam, 20 Januari 2025. Rapat pleno saat itu digelar tertutup dan pada masa reses. 

Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyatakan pemberian IUP akan mempercepat UMKM naik tingkat ke skala yang lebih besar. Menurut dia, regulasi tersebut merupakan terobosan yang strategis hasil kolaborasi antara lembaga legislatif dan eksekutif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Senada dengan Bahlil, Maman berpandangan bahwa hasil revisi UU Minerba merupakan bukti adanya prinsip berkeadilan dalam dunia usaha domestik. "Kami ingin membuka narasi keadilan bahwa kesempatan untuk mengelola tambang tidak hanya pada usaha besar, tapi usaha menengah dan kecil juga mendapat ruang dan kesempatan," tuturnya di Jakarta, seperti dikutip Antara pada Selasa, 18 Februari 2025. 

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi juga ingin segera mengimplementasikan izin kelola tambang bagi koperasi. Budi mengklaim masuknya koperasi dan UMKM ke sektor pertambangan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap produk domestik bruto. 

Nabila Azzahra dan Han Revanda berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus