Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pontianak - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Kalimantan Barat mencatat peningkatan yang signifikan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mendaftarkan merek dagang atau kekayaan intelektual (KI) sepanjang 2024 ini. "Peningkaannya hingga 49,68 persen," ujar Kakanwil Kemenkumham Kalimantan Barat, Muhammad Tito Andrianto, Rabu, 11 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data e-dashboard Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, jumlah pemohon pendaftaran merek KI pada periode Januari-Agustus 2024 mencapai 1.166. Jumlah ini naik hampir 50 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 779 pemohon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tito mengatakan, dengan meningkatnya jumlah pelaku UMKM mendaftarkan hak cipta merek dagangnya merupakan indikator semakin meleknya masyarakat di Kalimantan Barat, khususnya daerah pelosok dan perbatasan Indonesia-Malaysia akan pentingnya kekayaan intelektual.
"Artinya edukasi dan sosialisasi yang kami gencarkan selama satu tahun terakhir ini di Kalimantan Barat, khususnya wilayah pelosok dan perbatasan cukup berhasil," kata Tito.
Kepala Bidang Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Kalimantan Barat Riswandi mengatakan sekitar 70 persen pelaku UMKM di wilayah pelosok dan perbatasan di Kalimantan Barat hingga kini belum melek KI. "Baru sekitar 30 persen yang mengetahui dan paham akan pentingnya KI," ujarnya.
Padahal, kata Riswandi, UMKM di wilayah pelosok dan perbatasan seperti kecamatan Siding, Entikong, Jagoi Babay dan lainnya memiliki potensi besar mendongkrak perekonomian melalui produk dan kerajinan tangan yang diciptakan.
Mirisnya, karena belum banyak masyarakat yang paham akan pentingnya KI, celah ini dimanfaatkan oleh orang orang Malaysia untuk membeli produk mereka dengan harga yang murah, lalu dijual lagi dengan harga sampai lima kali lipat.
"Banyak produk produk diperbatasan yang dibeli murah, kemudian di Malaysia direbranding lagi lalu dijual dengan harga sangat mahal," kata Riswandi.
Biasanya, kata Riswandi, kebiasaan warga diperbatasan akan membawa produk produk mereka yang mereknya belum didaftarkan ke Malaysia pada akhir pekan, dengan asumsi harga lebih mahal." Kenyataanya produk Indonesia dibeli dengan harga murah, oleh orang Malaysia diberi merek sendiri kemudian dijual dengan harga berlipat lipat."
Ia mencontohkan, tikar Bidai yaitu tikar tradisional yang berasal dari suku Dayak dibuat dari anyaman rotan atau daun pandan hutan yang dianyam dengan pola-pola khas, dijual oleh perajin Rp 700 ribu, di Malaysia tikar itu dijual dengan harga Rp 3 juta lebih. "Hal ini tentunya tidak hanya merugikan UMKM, tapi kerugian identitas negara dan kedaulatan negara," kata Riswandi. Hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut karena UMKM saat ini sudah menjadi pondasi perekonomian negara.
Agar masyarakat pelosok dan perbatasan Kalbar melek KI, Kanwil Kemenkumham Kalbar menggenjot kesadaran masyarakat akan pentingnya KI melalui berbagai cara. Sejumlah cara itu seperti melakukan jemput bola dengan mendatangi langsung pelaku UMKM di wilayah pelosok dan perbatasan, mengoperasikan mobile intelektual properti klinik, memperbanyak pusat layanan KI, mal layanan publik sebagai sarana dan fasilitas memudahkan masyarakat mengurus KI.
Selain itu, Kanwil Kemenkumham Kalbar juga menyasar anak usia dini agar melek KI dengan menggerakan puluhan guru KI (Ruki) mengajar siswa sekolah dasar, SMA dan SMK hingga mahasiswa dan dosen.
Selain penyuluhan, Kemkumham Kalbar juga menggerakan Klinik KI Bergerak yang membantu masyarakat dalam proses pendaftaran kekayaan intelektual, mulai dari dokumen yang dibutuhkan hingga prosedur legalnya.Ini untuk membantu UKM dan pengrajin lokal dalam melindungi hasil karya dan produk mereka.
Klinik KI Bergerak tidak hanya berfokus pada informasi, tetapi juga mendorong masyarakat untuk melihat potensi kekayaan intelektual yang ada di sekitar mereka. Kearifan lokal, produk tradisional, hingga seni dan budaya yang mereka miliki, dapat didaftarkan sebagai kekayaan intelektual untuk meningkatkan nilai ekonomi mereka.
Melalui berbagai upaya dan berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang KI, Kanwil Kemekumham meraih Juara 3 penghargaan penegakan Kekayaan Intelektual dari Kemenkumham 2024.