Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga yang berwenang mengawasi peredaran obat dan makanan di pasar. Institusi inilah yang wajib memastikan semua makanan dan obat yang dikonsumsi publik aman, tidak mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan, apalagi nyawa manusia.
Ketika berita penemuan tim peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) tentang adanya bakteri Enterobacter sakazakii di sejumlah produk susu formula dan makanan bayi berkembang, lembaga ini jadi sorotan. Mengapa bakteri berbahaya bisa menyusup? Mengapa BPOM tidak mengumumkan merek-mereknya? Padahal masyarakat ingin tahu apakah susu formula dan makanan bayi yang mereka beli aman.
Kepada wartawan Tempo Anton Septian yang menjumpainya, Kamis pekan lalu, Direktur Standardisasi Produk Pangan BPOM Sri Irawati Susalit memberikan penjelasan. Berikut petikannya:
Sudah bertemu tim peneliti IPB?
Kalau secara resmi belum, tetapi bila dengan individu-individunya sudah. Kami kan saling mengenal.
Apakah BPOM sudah menerima hasil penelitian mereka?
Secara resmi belum, tapi kami tahu mereka melakukan penelitian. Penelitian seperti itu bukan yang pertama. Di dunia, penelitian serupa sudah pernah dilakukan.
Hasil penelitian itu meresahkan masyarakat. Mereka takut susu formula yang dibeli juga tercemar bakteri dan mencelakai bayi mereka.
Peneliti itu melakukan penelitian pada mencit. Ini belum diujikan secara klinis.
Ya, tapi uji klinis kan tidak diperlukan bila hanya untuk mengetahui bakteri tersebut berbahaya.
Memang. Siapa yang bayinya mau dijadikan uji coba? Tapi dari penelitian yang menggunakan mencit itu bisa disimpulkan susu bayi harus bebas dari Enterobacter sakazakii.
Apakah BPOM sudah menguji semua produk susu formula yang beredar di pasar?
Kami rutin melakukan pengujian, ada atau tidak ada penelitian dari IPB. Sejauh ini, hasilnya negatif. Tidak ditemukan bakteri sakazakii pada produk susu formula.
Apakah metode pengujian BPOM sama dengan yang digunakan IPB?
Untuk melakukan pengujian harus ada standarnya. Ada yang mengacu pada metode penelitian Eropa atau Amerika. Badan POM memakai metode yang sudah ditetapkan International Standard Organization. Saya pikir peneliti IPB juga menggunakan metode berstandar internasional.
Kapan dilakukan pengujian terakhir?
Empat kali dalam setahun kami melakukan pengujian. Selama ini tidak ditemukan produk tercemar. Produk yang ada di pasar sekarang aman.
Sekarang sedang diuji lagi. Kalau nanti kami periksa ternyata ada yang tercemar, kami panggil produsennya. Batch-nya (susu formula dan bubur bayi yang diproduksi pada periode yang sama dengan sampel yang diteliti) kami suruh musnahkan. Itu cara melindungi konsumen. Jadi, sebenarnya tidak ada kaitan antara penelitian IPB dan fungsi pengawasan BPOM.
Hasil negatif itu diperoleh pada pengujian terakhir?
Iya.
Mengapa produk yang tercemar mikroba tidak diumumkan kepada publik?
Kalau kami terus-menerus mempublikasikan, masyarakat bingung. Tapi kami sudah mengawasi dan tetap menjaga agar konsumen tidak resah. Kalau seperti sekarang konsumen resah. Padahal produk yang ada itu aman.
Waktu kasus formalin, diumumkan.…
Itu memang wajib kami publikasikan, karena formalin itu berbahaya dan bukan bahan untuk makanan. Tapi kalau cuma masalah memenuhi syarat atau tidak, kita tidak publikasikan. Lagi pula, yang kini diributkan itu pencemaran mikroba. Mikroba kan dinamis. Sekarang kita ambil sampel, ada. Besok bisa tidak ada. Mikroba kan makhluk hidup.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo