KULITNYA hitam. Badannya kekar, dengan tinggi 170 cm dan berat
78 kg. Bukan bentuk tubuh yang kuat itu yang membuat Akis
Jalimun pantas dicontoh. Tetapi amalnya. Laki-laki kelahiran
Bandung yang berusia 61 tahun itu tercatat sebagai orang
Indonesia yang paling banyak menyumbangkan darah. Sampai 282
kali. Kalau sekali menyumbang 300 cc, itu berarti dari tubuhnya
sudah disedot sekitar 80 liter.
Karirnya sebagai donor darah dimulai sejak usia 19 tahun.
Sebagai anggota Palang Merah hatinya tersentuh melihat pasukan
gerilya anti-Belanda yang luka dan perlu bantuan darah dalam
pertempuran di Ciater, Bandung. Dan dalam awal 1940-an yang
pahit itu pula dia berhasil menyelamatkan jiwa seorang anak
masuk ke barak perawatan dalam keadaan pucat pasi kekurangan
darah.
Pencinta Alam
Sejak saat itu menyumbangkan darah bagi Akis seperti pekerjaan
rutin. "Saya menyumbang dengan ikhlas tanpa mengharapkan
apa-apa. Sesuai dengan kepercayaan yang saya anut untuk
menyayangi orang lain seperti menyayangi diri sendiri," kata
Akis. Dia menganut agama Kristen Protestan.
Dia pernah menjadi penyumbang darah yang secara tetap
menyerahkan darahnya kepada RS Boromeus, Bandung, pada masa
pendudukan Jepang. Ketika itu dia juga sering dipanggil seorang
dokter Belanda hanya untuk meminta sumbangan darah untuk
perawatan pasien. Sebagai "ganti" darahnya dia disuguhi santapan
berupa susu dan telur.
Tahun 1946 Akis Jalimun menjadi tenaga perawat di Palang Merah
Indonesia, Cabang Bandung. Tetapi baru tahun 1951 dia resmi
tercatat di situ sebagai donor. Rata-rata dia menyumbang
sebanyak 12 kali dalam setahun.
Secara teoritis darah yang diambil sebanyak 300 cc memerlukan
waktu dua minggu supaya kembali ke jumlah semula, tapi Akis pada
bulan Agustus 1969 pernah menyumbangkan darahnya dua kali dalam
tiga hari. "Baru kemarin saya menyumbangkan darah, tiba-tiba
datang seorang dari Desa Cicalengka minta pertolongan karena
anaknya yang akan dioperasi kekurangan darah. Di PMI darah
sedang kosong. Tanpa pikir panjang saya berangkat ke rumahsakit
untuk menyumbang lagi," ceritanya kepada wartawan TEMPO Dedy
Iskandar.
Mengaku tak pernah sakit, ayah dari enam anak dan kakek dari 6
cucu ini punya kebiasaan hidup yang biasa-biasa saja. Tak pernah
tidur siang. Sarapan hanya dua telur setengah matang. Makan
slang dan malam apa adanya, cuma sayur tak ketinggalan. Dia
senang berburu dan menjadi pencinta alam. Tiap setengah bulan
sekali dia pergi mendaki gunung Bekerja sebagai tenaga honorer
di PMI dengan gaji Rp 25.000/bulan.
Buat kalangan dokter ahli darah kasus Akis Jalimun yang pernah
menyumbang dua kali dalam tiga hari ternyata menjadi tanda
tanya. "Aneh," ucap dr. Yohahnes, ahli Hematologi dari Rumah
Sakit Hasan Sadikin, Bandung. "Dia merupakan satu kelainan.
Perlu dipertanyakan apakah memang betul dia tidak menderita
polycythemia," katanya pula. Polycytbemia adalah pertumbuhan
abnormal sel-sel darah. Penyakit ini antara lain menyebabkan
badan lemah dan kepala suka pusing.
Tidak jelas apakah darah Akis Jalimun sudah diteliti apakah
menderita penyakit seperti dicemaskan dokter tersebut. Yang
terang rasa hormat dan penghargaan membanjir datang ke alamatnya
Tanggal 16 September lalu Presiden Suharto menyematkan tanda
jasa untuknya dan beberapa donor teladan yang lain.
Siapa tahu orang Bandung ini bisa mendekati prestasi yang pernah
dicapai Ed "Spike" Howard dari Philadelphia. Orang Amerika yang
meninggal tahun 1946 dalam usia 69 tahun itu seumur hidupnya
menyumbangkan darah sebanyak 499 liter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini