Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Murah Tapi Palsu

Rainita, 18 terlibat dalam penjualan obat-obatan palsu, lebih separuh dokter yang berpraktek di NTB menjadi langganannya. Dinas Kesehatan setempat memergoki obat-obatan daftar g di toko milik ibunya.

3 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CERITANYA dokter-dokter yang bertugas di daerah itu kesulitan dalam pengadaan obat-obatan. Kalau hanya menuliskan resep, penderita umumnya tak mampu untuk membeli ke apotek. Selain jauh, harganya juga menjadi terlalu tinggi. Mereka meminta kepada Rainita yang sehari-hari membantu ibunya menunggu toko obat "Sinar Bahagia" di Mataram, untuk menyediakan obat-obatan. Naluri dagang Rainita cepat menangkap. Dia lantas berkirim surat kepada kenalannya di Surabaya untuk menyediakan macam-macam obat yang banyak diperlukan dokter di ruangan praktek mereka. Para dokter rupanya merasa banyak tertolong derigan bisnis yang dilakukan anak perempuan itu. Harganya murah dan bisa kredit. Tambah lama banyak saja dokter yang memesan. Dalam 4 tahun usaha sambilan itu maju pesat. Tetapi usaha yang kelihatannya saling menguntungkan itu rupanya punya latar belakang yang memancing tindakan dari pemerintah. Bulan Juli yang lalu datang instruksi dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dari Jakarta ke berbagai daerah untuk menyita kosmetika yang belum terdaftar pada Departemen Kesehatan. Di Mataram operasi penyitaan terhadap kosmetika gelap itu diperluas pula ke bidang obat-obatan. Operasi gabungan antara polisi khusus obat-obatan dari Dinas Kesehatan setempat dengan pihak kepolisian memergoki obat-obatan daftar G di toko "Sinar Bahagia". Padahal obat itu hanya boleh dijual apotek dengan resep dokter. Di meja pemerihsaan Nyonya Murni pemilik toko obat itu, tidak mengaku memperdagangkan obat-obatan tersebut. Obat-obatan itu menurut dia adalah milik anaknya. Sedangkan transaksi obat-obatan itu dengan para dokter berlangsung di kamar belakang dari toko. Jadi tak ada sangkut paut dengan toko obat miliknya. Tetapi Walikota Mataram, L. Mudjitahid kontan mencabut izin usaha toko tersebut. "Kami sulit membedakan antara toko obat dan kegiatan Rainita. Karena transaksi dilakukan di toko obat itu," katanya. Obat-obatan yang disita meliputi 12 jenis. Antara lain chloramphenicol, tetracycline, antalgin dan trisulfa yang kadarnya jauh di bawah ketentuan. Ada pula obat-obatan yang hanya mengandung tepung terigu. Tetapi benarkah Rainita tidak melibatkan toko milik orang tuanya dan melakukan kegiatan perdagangan obat daftar G hanya karena melayani pesanan dokter? Beberapa dokter yang dihubungi wartawan TEMPO di daerah itu memang mengaku merekalah yang mengambil inisiatif untuk mendatangkan obat-obatan tersebut. Suharmadji dokter yang praktek di Puskesmas Penujak, Kabupatan Lombok Tengah, mengaku berkenalan dengan Rainita atas bantuan rekan dokter yang digantikannya. Sebagai orang baru buat daerah itu ia percaya saja kepada rekan yang sudah berpen laman. "Saya percaya saja sekalipun saya tahu membeli obat di luar apotek dilarang," ujar dokter lulusan UI itu. "Kami tidak menyelidiki kemungkinan ada yang palsu, karena teman-teman pada ngambil ke sana," sambut dr. Eti Asn dari Puskesmas Labuhan Lombok Lombok Timur. Diperkirakan sekitar 66 dari 115 dokter yang dinas di NTB menjadi langganan Rainita. Dari dokter-dokter yang terlibat itu belum ada yang sampai berurusan dengan pihak kepolisian. Sedangkan Rainita sendiri tidak ditahan. "Pemeriksaan cukup lancar sehingga tidak diperlukan penahanan," kata Letkol Polisi Martoyo, Danwil III NTB. Katanya pabrik obat palsu itu sudah diketahui, pangkalannya di Surabaya. Bagaimana pengaruh obat palsu itu terhadap masyarakat belum bisa diketahui. "Belum ada laporan dari pasien," kata dr. A. Wijaya yang memimpin Dinas Kesehatan NTB. Tapi untuk mengatasi penyediaan obat-obatan dia bermaksud untuk menambah jumlah apotek yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus