CIREBON - Jakarta yang selama ini ditempuh dalam 4 jam dengan
kendaraan umum sekarang bisa dicapai dalam 45 menit saja. Ini
dimungkinkan oleh Merpati Nusantara Airlines yang akan membuka
lin penerbangan antara ke dua kota itu mulai 5 Oktober. Dengan
menggunakan dua buah pesawat Cassa CH 212 tipe 200 buatan
Nurtanio yang berkapasitas 20 tempat duduk, lin itu akan
dilayani satu kali sehari dengan harga tiket Rp 17.500 sekali
jalan.
Merpati mulai tergoda untuk membuka lin pendek itu (jarak darat
230 km) sejak awal 1981. Berdasarkan studi penjajakan
kemungkinan diketahui dalam satu bulan frekuensi (Mei 1981) bis
yang masuk ke Cirebon dari 11 jurusan sebanyak 27.000 kali.
Mengangkut sekitar 800.000 orang.
Jumlah penumpang-kendaraan umum dari arah Jakarta saja selama
bulan Mei itu tercatat 270.000 orang, dari Semarang 100.000 dan
dari arah Bandung 95.000 orang. "Kalau setengah persen saja dari
mereka yang masuk dari arah Jakarta bisa kami jadikan penumpang
Merpati, sudah cukup menggembirakan," kata Sofyan Alty, kepala
bagian penerangan Merpati.
Orang-orang Merpati memperhitungkan Kota Cirebon bakal menjadi
kota industri. Pertamina Unit III pada akhir tahun ini
dikabarkan akan berpusat di kota udang itu. Selain penumpang
yang selama ini menggunakan jasa bis, kereta api maupun mobil
dinas, Merpati kelihatannya akan mematok sasarannya pada
orang-orang minyak. "Sasaran kami adalah pejabat-pejabat
Pertamina dan para kontraktor yang membutuhkan jasa angkutan
yang cepat untuk mencapai Jakarta," ulas Soepomo, kepala
perwakilan Merpati di Bandung yang banyak terlibat dalam
pembukaan lin baru ini.
Gemuk-kurus
Supaya perhitungan di atas kertas itu tidak meleset
diselenggarakan pula semacam riset untuk menjajaki kekuatan
pasar. Dari 750 responden yang dikirimi pertanyaan, hampir
semuanya menyambut rencana pembukaan lin penerbangan tersebut.
Merpati yang dulu bergerak di penerbangan perintis nampaknya
bersikap benar-benar sebagai perusahaan yang tak mau merugi.
"Lin penerbangan ini adalah komersial," kata Dir-Ut Merpati,
R.A.J. Lumenta ketika meresmikan pembukaan lin itu 28 September.
Lin itu nantinya tidak menjadi monopoli perusahaan yang dia
pimpin. Artinya kalau perusahaan penerbangan lain mau coba
boleh ikut serta.
Landasan yang digunakan adalah lapangan udara Penggung. Layangan
yang terletak sekitar 4 km dari Kota Cirebon itu dibangun sejak
1922. Dikelola oleh TNI-AU, lapangan yang 15 ha itu semula
adalah tempat pengisian bahan bakar pesawat AU, AL, AD, Polri
dan empat perusahaan penerbangan swasta.
Bangunan terminal berupa hanggar dengan dinding anyaman bambu.
Sedang atapnya terbuat dari seng gelombang. Lapangan itu belum
dipagar sehingga penduduk masih leluasa melintasi runay. Ketika
Pertamina menyelenggarakan pekan olahraga tahun 1976 landasan
yang 650 m panjang dan lebar 30 m baru diaspal.
"Penggung ini masih sederhana tapi memang sudah waktunya Cirebon
punya hubungan lalulintas udara," kata Kolonel Penerbang I.C.
Binuko yang ikut memberikan kata sambutan dalam upacara
peresmian, mewakili Panglima Kodau V.
Sekalipun fasilitas lapangan masih menunggu berbagai perbaikan
nyatanya rencana penerbangan Cirebon-Jakarta ini sudah bisa
menarik minat. Ketika tersiar kabar Merpati mulai terbang 20
September, puluhan calon penumpang dari Tegal dan Cirebon sempat
terkecoh dan langsung berhubungan dengan lapangan terbang.
Kalangan bisnis sendiri masih mau melihat apakah penerbangan itu
cukup efisien. "Kalau lebih dari satu orang dan membawa
peralatan banyak, kami akan mempergunakan kendaraan sendiri
meskipun akan lebih lama di perjalanan," kata seorang konsultan
pada Proyek Cimanuk Hilir.
Sedangkan buat pedagang kelas menengah tarif Rp 17.500 dianggap
terlalu tinggi "Selisih Rp 7500 dengan Mutiara buat seorang
pedagang cukup besar," kata T.M. Lachu kepada Aris Amiris dari
TEMPO. Dia lebih senang memilih kereta api Gunung J ati yang
bertarif Rp 2000 untuk kelas utama atau KA Mutiara yang Rp
10.000.
Penerbangan jarak pendek untuk daerah Jawa Barat sebenarnya
bukan barang baru. Bouraq pernah mencoba jalur
Jakarta-Bandung-Tasikmalaya tahun 1979 juga dengan Cassa. Tapi
tak bertahan lama. "Kami melayani lin itu cuma dua minggu,
karena jumlah penumpang tiap hari cuma satu atau dua orang,"
kata Yunus dari kantor perwakilan Bouraq di Bandung.
Toh Lumenta yakin lin yang baru dibukanya itu akan laris. "Saya
optimistis, malah perlu hati-hati jangan sampai 'ayam mati di
atas beras'," ujarnya. Artinya, dia khawatir jangan-jangan MNA
sendiri kelak tak mampu menampung minat konsumen. Menurut
Lumenta beberapa pihak sudah menyatakan hendak menjadi langganan
tetap, misalnya pabrik sigaret BAT di Cirebon. Beberapa pabrik
di Cilacap, menurut dia juga menyambut gembira.
Selain lin Jakarta-Cirebon-Jakarta, MNA juga sekaligus membuka
lin Jakarta-Cirebon-Cilacap-Cirebon-Jakarta, tiga kali seminggu.
Demikian pula untuk penerbangan
Jakarta-Cirebon-Bandung-Cirebon-Jakarta, yang juga memakai
Cassa.
Optimisme Lumenta, yang masih suka pakai jaket itu memang
beralasan. Selain sudah ada studi penjajakan kemungkinan,
beberapa lin lain yang masih bersifat perintis nampaknya laku.
Dari tujuh lin penerbangan perintis di Provinsi Sum-Ut dan Aceh
misalnya, hanya lin Medan (Polonia) - Sibolga (Pinangsori) yang
tak menguntungkan. Itu menurut pengakuan Muchlis dari perusahaan
Sabang Merauke Air Charter (SMAC) antara lain karena hapusnya
operasi pukat harimau.
Hal yang sama terjadi antara penerbangan perintis
Denpasar-Mataram yang sejak 15 Juni lalu dihibahkan Garuda
kepada MNA. Menggunakan pesawat buatan Kanada Twin Otter,
penerbangan jarak dekat (25 menit) itu berjumlah delapan kali
sehari dengan tarif Rp 8.000 sekali terbang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini