Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

6 Fakta Sindrom Empty Sella, Penyakit yang Diidap Ruben Onsu

Kesehatan Ruben Onsu menurun, disinyalir karena Sindrom Empty Sella yang ia alami.

22 Mei 2024 | 14.55 WIB

Ruben Onsu. (Instagram/ruben_onsu)
Perbesar
Ruben Onsu. (Instagram/ruben_onsu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Presenter Ruben Onsu dibawa ke rumah sakit karena kondisi kesehatan yang menurun. Sempat diduga karena kelelahan, Ruben terindikasi melemah karena Sindrom Empty Sella atau Empty Sella Syndrome (ESS). Sindrom itu mungkin kurang dikenal oleh banyak orang. Meski tidak selalu menimbulkan gejala serius, memahami ESS penting untuk meningkatkan kesadaran akan kondisi ini. Dikutip dari Verywell Health, berikut adalah enam hal penting yang perlu Anda ketahui tentang Sindrom Empty Sella.

1. Pengertian Sindrom Empty Sella

Sindrom Empty Sella adalah kondisi di mana sella turcica, sebuah struktur tulang di dasar otak yang biasanya berisi kelenjar pituitari, terlihat kosong atau hampir kosong saat diperiksa menggunakan teknik pencitraan seperti MRI atau CT scan. Kondisi ini dapat terjadi karena kelenjar pituitari mengecil atau terdorong ke dinding sella turcica.

2. Jenis-jenis Sindrom Empty Sella

ESS terbagi menjadi dua kategori yaitu primer dan sekunder. ESS primer biasanya terjadi tanpa adanya penyebab yang jelas dan sering ditemukan secara kebetulan saat pencitraan otak untuk alasan lain. ESS sekunder terjadi akibat kondisi lain seperti tumor pituitari, terapi radiasi, atau pembedahan yang mempengaruhi kelenjar pituitari.

3. Gejala yang Mungkin Timbul

Banyak individu dengan ESS tidak mengalami gejala sama sekali. Namun, beberapa mungkin mengalami sakit kepala, penglihatan kabur, atau gangguan hormon yang disebabkan oleh fungsi pituitari yang tidak normal. Gejala lainnya bisa termasuk kelelahan, penurunan libido, dan gangguan menstruasi pada wanita.

4. Diagnosa Sindrom Empty Sella

ESS sering didiagnosis melalui pencitraan otak seperti MRI atau CT scan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi sella turcica dan melihat apakah kelenjar pituitari berada dalam ukuran dan posisi normal. Dokter juga mungkin memeriksa kadar hormon dalam darah untuk memastikan fungsi pituitari.

5. Pengobatan

Pengobatan untuk ESS tergantung pada gejala yang dialami. Jika ESS tidak menimbulkan gejala, biasanya tidak diperlukan pengobatan khusus. Namun, jika ada gangguan hormon, terapi hormon mungkin diperlukan. Dalam kasus sakit kepala atau gangguan penglihatan, perawatan simptomatik mungkin diberikan.

6. Prognosis dan Komplikasi

Banyak orang dengan ESS dapat menjalani kehidupan normal tanpa komplikasi serius. Namun, penting untuk melakukan pemantauan rutin terhadap fungsi pituitari, terutama jika ada gejala atau kondisi medis lain yang menyertai. Pada kasus yang jarang, ESS dapat menyebabkan komplikasi seperti kebocoran cairan serebrospinal.

Sindrom Empty Sella mungkin jarang didengar, tetapi memahami kondisi ini dapat membantu mengenali gejala dan mencari perawatan medis yang tepat. Jika Anda atau orang yang Anda kenal memiliki gejala yang mencurigakan, konsultasikan dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut.

Pilihan Editor: Ruben Onsu Dilarikan ke RS, Sarwendah dan Jordi Onsu Panik Baru Tahu dari Medsos

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus