Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Leukimia adalah keganasan sistemik pada anak. Leukimia juga dikenal juga sebagai kanker darah. Dokter Spesialis Anak dari RS Sadikin Bandung, Lelani Reniarti mengatakan penyakit ini paling sering menyerang anak-anak. "Puncak kasusnya di usia 2-5 tahun dengan jenis terbanyak ALL (Acute lumphoblatic leukimia). Jumlah kasus jenis ini mencapai 80 persen kasus," kata Lelani pada 16 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Leukimia terjadi karena keganasan pada sel darah yang berasal dari sumsum tulang, biasanya sel darah putih (leukosit) yang abnormal berkemang dengan sangat cepat dan menekan jumlah sel-sel darah yang sehat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penyebab leukimia saat ini belum diketahui sehingga belum ada cara efektif untuk mencegahnya. Lelani mengatakan dugaan awal, ada prediposisi genetik, misalnya anak dengan Down Syndrome, mutasi genetik atau perubahan genetik yang diturunkan. Ada pula dugaan yang berasal dari paparan zat karsinogen.
Pasien yang mengalami leukimia biasanya mengalami gejala utama awal demam naik turun, lemak lesu dan rewel. "Gejala lain untuk penyakit yang sudah lanjut dapat berupa mudah perdarahan, anemia, mudah memar, nyeri tulang, dan sakit kepala. Bila ada gejala itu, segera bawa ke dokter," katanya.
Lelani mengatakan pengobatan utama leukimia adalah kemoterapi, radioterapi, terapi target dan transplantasi sumsum tulang. "Pengobatan ini bisanya berlangsung 2-3 tahun," lanjutnya.
Dalam pengobatan penyakit Leukimia ini, Lelani mengatakan masih saja ada tantangan yang dialami. Pertama adalah banyaknya pasien yang menolak berobat karena berbagai faktor, dan beralih ke alternatif. "Masalah sosioekonomi juga berdampak pada penundaan terapi, misalnya tidak ada asuransi atau terlambat membuat rujukan. Keterlambatan pengobatan menyebabkan gejala klinis lebih berat, dan timbul komplikasi," katanya.
Sembuh dengan Patuh Minum Obat
Menurut Lelani, leukimia bisa disembuhkan selama patuh dengan pengobatan dan rutin kontrol ke dokter. "Meski bisa disembuhkan, leukimia pada anak masih bisa kambuh," lanjutnya
Lelani mengajak orang tua perlu untuk mengenali gejala kekambuhan Leukimia pada anak. "Mekanismenya sulit diketahui, tetapi ada kemungkinan kemoterapi awal tidak memusnahkan sel leukimianya, sel leukimia telah menyebar ke seluruh bagian otak, ada perubahan genetik, dan lain-lain," kata Lelani.
Kambuhnya leukimia ini bisa di sumsum tulang, otak dan di testis pada anak laki-laki. "Pada otak gejalanya kejang, dan di testis berupa pembesaran testikel. Waktu kambuh bisa muncul dini, yakni terjadi kurang dari 18 bulan setelah menyelesaikan terapi, atau kekambuhan lambat jika terjadi setelah lebih dari 36 bulan," katanya.
Anak yang didiagnosis leukimia pertama kali di usia lebih dari 10 tahu. Sekitar 30-50 persen bisa bertahan hidup setelah kambuh pertama, namun ada yang mengalami kekambuhan hingga beberapa kali. Semakin sering kambuh, peluang kesintasannya menurun," kata Lelani.
Selain Kemoterapi. Perlu Terapi Suportif
leukimia memiliki banyak sekali gejala karena bisa berdampak pada semua organ, sehingga sering disebut penyakit dengan seribu wajah. Selain terapi utama berupa kemoterapi, radiasi, dan tranpalantasi tulang belakang, penderita leukimia juga memerlukan terapi suportif.
"Terapi suportif seperti transfusi darah untuk mengatasi anemia, antibiotik dan antijamur untuk mengatasi infeksi, perawatan di ruang isolasi, dan sebagainya," kata dokter spesialis Anak RS Karyadi Semarang Yetty Moevita Nency, katanya dalam 16 Juli 2022.
Terapi suportif merupakan bagian penting dari pengobatan leukimia anak. Terapi suportif biasanya untuk mengobati komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit leukimia dan efek samping kemoterapi.
Efek samping kemoterapi yang dialami pasien leukimia tidak hanya rambut rontok, justru efek samping yang perlu diwaspadai adalah anemia, ini karena obat kemoterapi ikut memengaruhi sel darah yang sehat. Hal ini berujung pada anemia yang menyebabkan anak mudah infeksi bahkan sepsis atau infeksi sistemik.
Infeksi merupakan komplikasi serius pada anak leukimia. Sebagian besar anak leukimia meninggal karena infeksi, bukan karena kankernya. Anak-anak leukimia mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga rentan dengan semua jenis infeksi. Jika sudah terindikasi infeksi, segera bawa anak ke dokter untuk diberikan antibiotik.
Yetty juga mengatakan unsihindari infeksi dengan menjaga kebersihan lingkunan dan individu, hindari ke tempat ramai dan menggunakan masker. Selalu jaga kebersihan rongga mulut karena rongga mulut memuat bakteri yang banyak, Sebagian besar memang bakteri baik, namun jika ada kesempatan maka mereka akan menjadi bakteri oportinstik dengan mencoba masuk melalui luka di mulut (sariawan sebagai efek samping kemoterapi). Cara mengurangi jumlah bakteri di rongga mulut: sikat gigi dua kali dengan sikat lembut. Bisa menggunakan sikat bayi.
Diet memainkan peran penting dalam mengurangi risiko infeksi. Disebut diet neutropenia, Yang dimakan adalah bahan yang dimasak dengan benar, buah yang dikupas kulitnya, susu yang diolah atau produk susu. "Tapi makanan seperti asinan atau acar tidak boleh dikonsumsi," katanya.
Efek samping anemia menyebabkan perdarahan, sehingga harus dijaga aktivitas anak sehingga tidak mudah terjadi benturan. Transfusi darah sel darah merah kerap diberikan pada pasien leukimia anak untuk menggantikan sel darah merah atau trombosit.
Terapi suportif yang tidak kalah penting adalah mengatasi nyeri. Orang tua bisa memberikan parasetamol atau iburofen di rumah. "Jika tidak membantu, pasien membutuhkan antinyeri lebih kuat dan harus diberikan dokter," kata Yetty.
Dukungan psikososial yang bisa diberikan misalnya konseling dan pendidikan, Layanan ini bisa diberikan oleh psikiater, psikolog, pekerja sosial, konselor berlisensi, dan penasehat agama untuk dukungan spiritual.
Baca: Sembilan Fakta Mengejutkan di Balik leukimia