ALEXANDRA adalah bayi pertama di Eropa yang menjalani bedah janin di luar rahim ibunya. Operasi diaphragmatic hernia (lubang pada diafragma) itu dilakukan lima jam, ketika janin itu berusia 21 minggu, di Rumah Sakit Saint Vincent de Paul, Paris. Bagaimana pertumbuhan bayi perempuan itu sekarang? Kisah awalnya begini. Janin Alexandra menderita cacat diaphragmatic hernia ketika ibunya diperiksa dengan ultrasound scan. Dokter anak Emmanuel Sapin menganjurkan agar janin dioperasi, untuk menutup lubang diafragma karena kelainan pada sekat pernapasan antara rongga perut dan dada. Lubang itu berbahaya karena usus dan limpa dalam rongga perut dapat menyelusup sampai ke rongga dada. Organ yang tidak diundang tadi mendesak paru-paru, sehingga menghambat perkembangan organ pernapasan itu. Dengan kondisi yang tidak normal itu, bayi akan sesak napas di saat pertama kali menghirup udara ketika ia lahir, dan mungkin bisa meninggal. Makanya, janin tersebut harus dikeluarkan dari kandungan. Operasi yang mirip bedah Cesar ini mengundang risiko besar. Tapi hipoplasia, yakni mengecilnya organ karena tidak bisa tumbuh sempurna, dapat dihindari. Sapin mempersiapkan timnya, terdiri dari Profesor Frederic Bargy, Dokter Yann Rouquet, dan Dokter Francois Barbotin. Operasi dimulai dengan membuka bagian perut ibu. Setelah itu, mulai dari bagian perut janin ke bawah dikeluarkan dari rahim. Kepalanya tetap dalam plasenta untuk menghindari pernapasan spontan, mengingat janin masih prematur. Menurut Sapin, temperatur tubuh janin harus tetap dijaga. Anestesi pada janin dilakukan dengan menyalurkan bius lewat pusar. Setelah itu baru dokter membedah perut janin, lalu mengembalikan posisi organ usus pada tempatnya, dan menjahit diafragma bolong tadi. ''Kami melakukan dua operasi pada dua tubuh yang berbeda ukuran dalam waktu bersamaan. Dan ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Sebab janin tidak boleh berada di luar rahim lebih dari 1,5 jam,'' kata Sapin. Setelah dioperasi, janinnya dikembalikan lagi ke dalam rahim ibunya. Dan Alexandra bisa lahir normal pada 22 Juli 1991 yakni 10 minggu setelah operasi, atau pada usia 31 minggu. Meski seperti lahir dua kali, waktu itu beratnya 1,6 kg. Ia tidak trauma karena operasi itu. Kini Alexandra tumbuh normal dan sehat. Walaupun operasinya berhasil, ibu muda yang baru mengandung anak pertama tidak dianjurkan menjalani operasi seperti sudah diceritakan tadi. ''Untuk kasus seperti ini wanita usia sekitar 40 tahun punya kesempatan lebih baik untuk mendapatkan anak yang sehat,'' kata Sapin kepada majalah The Sunday Times. Terjadinya hernia diaphragmatic karena gangguan pada waktu pembentukan diafragma. Tingkat keparahannya berbeda, bisa prognosis baik atau buruk. Jika prognosis baik, lubangnya tidak terlalu besar, sehingga organ yang mendesak paru-paru tidak banyak, dan masih bisa berkembang. Prognosis buruk, apabila lubangnya besar sehingga organ yang menekan paru-paru juga lebih banyak. Akibatnya, jantung ikut terdesak dan menggencet paru-paru di sebelahnya. Dalam kondisi ini paru-parunya bisa mengalami hipoplasi, sehingga terjadi gangguan hubungan antara aliran darah vena dan arteri. Ketika bayi lahir, oksigenisasi tidak sempurna. Bayi sering sesak napas, dan lazim tubuhnya membiru. Jika hernia lambat ditangani, meski penderitanya hidup seperti pada prognosis baik ia akan cacat. Aktivitasnya terbatas dan mudah terserang radang paru-paru. Jika ia berolahraga, misalnya, dadanya nyeri dan napasnya tersengal-sengal, karena paru-parunya tidak punya ruang yang cukup untuk mengembang dan mengempis. Kasus hernia diapraghmatic, menurut Dokter Darmawan Hartono, Kepala Sub Bagian Bedah Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tidak banyak terjadi. Di RSCM Jakarta dijumpai 3-4 kasus setahun. Namun ia tidak menganjurkan bedah intrauterin. Selain mahal, fasilitasnya harus lengkap, dan risikonya pun tinggi. Bedah intrauterin memang mengurangi risiko hipoplasi akibat desakan yang terlalu lama, tetapi risiko ibu-anak akibat operasi ini besar. Jika dilakukan setelah bayi lahir, risiko buruk itu bisa dihindari. Pada usia 31 minggu, atau 7 bulan 3 minggu, misalnya, adalah umur kelahiran prematur yang biasa terjadi. Dengan bobot 2 kg, bayi lebih rentan menerima pembedahan. Namun kelainan itu terdeteksi jika diperiksa dengan ultra sonografi scan (USG), sehingga dokter bisa menyarankan kapan dilakukan pembedahan untuk menyelamatkan kondisi paru-paru bayi. Di RSCM, kelainan itu baru ditemukan ketika bayi lahir. Ciri-ciri cacat bawaan itu memang khas perut cekung dan dada membesar mengingat sebagian organ itu pindah ke rongga dada. Belum diketahui pasti bagaimana hernia diaphragmatic bisa terjadi. Karena itu Darmawan mengingatkan bahwa pada saat ibu hamil muda hendaknya kesehatannya dijaga betul. Sebab di saat itulah organ janin sedang tumbuh dan berkembang. Selain itu, si ibu tidak asal menelan obat karena bisa mencelakakan pertumbuhan janin. Misalnya bibirnya sumbing, tidak terbentuk usus 12 jari (atresia duodenum, atau kemungkinan terjadi hernia diaphragmatis seperti dialami janin Alexandra itu. Sri Pudyastuti R.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini