KEMBALI ke alam adalah slogan yang populer sekarang ini. Itu pula yang ditawarkan sekelompok mahasiswa peserta Seminar Ikatan Mahasiswa Pertanian di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin pekan lalu. Mereka mengajukan makalah mengenai alternatif pengganti insektisida. Alasannya, agar alam tidak tercemar dan tidak mengganggu kesehatan manusia. Kecemasan itu beralasan jika dikaitkan dengan kasus adanya efek samping pembasmi nyamuk baru-baru ini. Obat nyamuk bakar diduga menimbulkan kanker. Padahal, cara tersebut dilakukan untuk menghindar dari serangan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Culex quinquefasciatus. Jenis nyamuk ini dikenal sebagai penyebar virus penyakit demam berdarah dan kaki gajah. Untuk mencegah berbiaknya nyamuk ini, lazim digunakan insektisida seperti malation dan abate. Di sini timbul persoalan sebab sisa bahannya memerlukan waktu enam bulan untuk terurai di alam dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan. Lebih runyamnya, karena seringnya pemakaian bahan kimiawi ini, si nyamuk malahan menjadi kebal. Penelitian untuk beroleh alternatif bahan alami lalu dilakukan Dokter Sugeng Juwono Purwohusodo, M.Sc., beberapa waktu lalu. Menurut dosen Fakultas Kedokteran UGM itu, berdasarkan penelitiannya, Annona spp, jenis nangka-nangkaan yang banyak ditemukan di Indonesia (sirsak, srikaya, dan mulwo), memiliki potensi besar sebagai insektisida. Dari ketiga tanaman tadi, Sugeng Juwono memilih sirsak atau nama ilmiahnya A. muricata linn sebagai bahan penelitiannya. Daun dan biji sirsak itu direbusnya setengah jam dengan cara disuling. Hasilnya, cairan (infus) dengan kadar 10 persennya ekstrak racun. Ekstrak ini kemudian diberikan kepada larva instar III (bentuk ketiga) dari nyamuk Aedes dan nyamuk Culex. Ada 25 ekor larva direndam dalam 100 mililiter air. Hasilnya, separuh larva itu mati. Penelitian dilanjutkan dengan ekstrak daun sirsak. Dari 6,98 ml infusnya di dalam 100 ml air, 50% larva mati dalam waktu 24 jam. Sedangkan jika infus daun sirsaknya 5,58 ml, ternyata 50% larva mati dalam waktu 48 jam. Adapun infus ekstrak dari isi biji ternyata daya basminya lebih besar, terutama untuk nyamuk Aedes. Hanya dengan 6,50 ml infus ekstrak dalam 100 ml air, 50% larva mati dalam waktu 24 jam. Dan komposisi 4,76 ml infus dalam 100 ml air bisa membasmi 50% larva Aedes dalam waktu 48 jam. Hasil yang hampir sama juga diperoleh dari percobaan terhadap larva nyamuk Culex. Menurut dokter ahli parasitologi itu, untuk sampai pada tahap aplikasi, sebagaimana penggunaan insektisida kimiawi yang praktis, masih dibutuhkan berberapa tahap lagi. Tahap yang kini dilakukannya adalah upaya mengetahui jenis zat-zat yang terdapat dalam daun dan biji sirsak dan mengokulasi jenis zat yang benar-benar membunuh larva. Setelah tahap kedua, penelitian yang ketiga adalah membuat bentuk-bentuk praktis dari insektisida tersebut untuk dicobakan. Misalnya, insektisida dalam bentuk briket bisa dilarutkan dalam air atau yang bisa disemprotkan seperti dikenal selama ini. Barulah kemudian uji laboratorium. ''Untuk sampai pada tingkat penelitian laboratorium, masih dibutuhkan waktu lama,'' kata Sugeng Juwono. Meskipun demikian, yang dilakukan Sugeng Juwono jauh lebih berarti dibandingkan bila sirsak hanya dibuat sirup. Rustam F. Mandayun dan M. Faried Cahyono (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini