Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Singapura - Tak kurang dari 120 stand makanan dan minuman memeriahkan gelaran festival dan bazar Ramadan Gemilang Kampong Gelam 2025 di kawasan Kampung Gelam, Singapura. Festival dan bazar ini akan berlangsung selama 35 hari mulai dari 18 Februari-25 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari ratusan penjual makanan, beberapa di antaranya sudah berpartisipasi pada acara bazar serupa pada tahun-tahun sebelumnya. Para pedagang makanan di Kampong Gelam ini menjual aneka camilan, minuman, hingga makanan berat yang sedang kekinian untuk berbuka puasa.
Lemang ala Singapura
Layaknya Ramadan di Indonesia, ada pula makanan yang khas dijual atau disajikan saat bulan puasa tiba. Salah satunya adalah lemang. Makanan dari beras ketan ini biasanya hanya tersaji saat Ramadan atau hari raya Idul Fitri. Lemang buatan House of Lemang ini tetap bertahan untuk mengobati kangen suasana Ramadan. Uniknya lemang buatan mereka bisa bertahan lama hingga dua tahun dalam penyimpanan yang benar di lemari pendingin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau disimpan di freezer bisa sampai dua tahun, untuk menyajikan tinggal dipanaskan saja. Ada petunjuknya untuk penyajiannya,” ujar Ibrahim, pemilik House of Lemang kepada Tempo dan tiga jurnalis dari Thailand dan Filipina, Jumat, 21 Februari 2025.
Ibrahim mengatakan dalam sehari pada festival dan bazar ini, ia menyediakan 500 pak lemang. Satu set lemang berisi potongan lemang, rendang (bisa ayam atau sapi), serundeng, dan sambal goreng. Harga satu set sekitar 15 dolar Singapura atau sekitar Rp 183 ribu.
Mereka juga menyediakan paket berbuka lainnya yakni paket nasi ketupat atau nasi empit dengan menu lauk yang sama dengan paket lemang. Harganya lebih murah ketimbang paket lemang. Tempo sempat mencicipi lemang dengan aneka lauknya ini. Lemangnya gurih dan lembut, terasa sekali gurihnya dari santan. Asinnya juga pas dipadukan dengan lauk rendang, serundeng dan sambal goreng.
Ia mengatakan pangsa pasar lemang ini memang bukan untuk anak-anak muda yang gemar mencari makanan kekinian. Di bazar ini, biasanya pembelinya adalah generasi tua yang kangen dengan masakan lemang. Tapi para orang tua ini sering membawa keluarganya makan lemang dan mengenalkan masakan tradisional ini kepada anak-anak mereka.
“Biasanya emak-emak, orang tua memang. Eh …ada lemang untuk berbuka,” ujar pria keturunan India-Melayu ini.
Ibrahim telah berjualan lemang selama 29 tahun meski perusahaannya telah berdiri lebih dari 30 tahun. Ia menjual lemang yang divakum ini sejak beberapa tahun lalu. Ia terinspirasi ketika dalam perjalanan ke rumah saudaranya di Malaysia, ia membeli lemang di pinggir jalan. Namun, daya tahan lemang biasanya tiga hari saja.
Kemudian, ia mencoba membuat lemang frozen. Ia membuat lemang ini dari beras ketan yang berasal dari Thailand, santan, garam, dimasak di dalam batang bambu yang telah dilapisi daun pisang muda dengan sangat tanak.
“Kami memasak beras ketan dalam bambu ini selama tiga hari dalam mesin, ini cukup modern dan temperaturnya stabil,” ujarnya.
Menjelang Ramadan dan hari raya Idul Fitri biasanya ia menyetok hingga 7.700 batang lemang. Selain di bazar ini, mereka juga menjual lemang, nasi empit dan aneka kue-kue jajan di 18 outlet mereka. Pada hari-hari biasa, Ibrahim berjualan kue-kue seperti jajan pasar mulai dari kue talam, pastel, kue kukus yang dijual 2-3 dolar per pak.
“Biasanya orang-orang beli untuk sarapan, untuk menemani minum kopi atau teh,” ujarnya.
Burger dan Taco
Selain lemang, makanan lain yang dijual di bazar ini adalah burger dan taco yang diracik oleh Kaleem dan Ammar. Kaleem melakukan uji coba meracik bumbu yang pas untuk burger dan taconya. Ia mencoba menyesuaikan dengan lidah Asia membuat beberapa eksperimen. Membuat saus yang pedas seperti balado, dipadukan dengan aneka saus lain juga memberikan rasa pada daging dalam burger dan taconya.
Saat Kaleem berlibur ke Inggris dan Amerika Latin, ia mencoba merasakan aneka saus dan bumbu racikan burger dan taco, dari sana ia mencoba memadukan dengan resepnya. Termasuk juga ukurannya sehingga pas di mulut orang Asia.
Burger dan taconya dilengkapi dengan daging, aneka sayuran, saus dan keju, rasanya pas dan ’ngeju’. Untuk makan taconya perlu berhati-hati agar saus dan kejunya tidak tumpah, karena agak mudah berantakan. Mereka menjual beberapa varian dengan kisaran harga hingga 15 dolar.
Sate Goreng
Ada pula sate goreng dari Satay Ummi. Lydia Izzati, pemilik tenant Satay Ummi, menjual satu paket sate goreng ayam, sapi dan kambing. Jika biasanya sate dijual per tusuk, Lydia menjual satenya tanpa tusukan, karena daging berbumbunya dimasak dengan cara dipanggang atau seperti digoreng tanpa minyak.
“Lebih praktis, untuk anak-anak muda kini bahkan untuk anak-anak,” ujar Lydia.
Ia menjual satenya seharga 11-12 dolar Singapura atau Rp 134.000 hingga Rp 146.000, jika ditambah ketupat cukup tambah 1 dolar atau Rp 12.000 saja.
Daging yang telah digoreng ini disiram dengan bumbu kacang. Lydia meracik bumbu kacang dan olahan daging dari resep mertua dan ibunya. Saat Tempo mencicipi satenya, dagingnya terasa terlalu manis di lidah.
Bagi mereka yang ingin menikmati makanan Timur Tengah- mediterania seperti nasi mandi, kebab, kopi dan es krim Turki pun bisa dijumpai di bazar ini. Beberapa hidangan dari Indonesia yakni martabak dan nasi ayam geprek pun ada. Para pembeli disediakan area makan lesehan di bawah tenda di area bazar ini.
Mereka yang ingin makan lebih nyaman, duduk dengan aneka menu dine in di kampung bersejarah Singapura ini, bisa menikmati di kedai atau restoran halal di Kandahar Street, Haji Lane, Arab Street, Baghdad Street dan Bussorah Street. Ada restoran nasi Padang Minang, ramen ala Jepang dan Korea, hidangan Turki, Lebanon dan masih banyak lagi.
Pilihan Editor: Serba Digital di Kampong Gelam Singapura