Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Asal-Usul Papeda, Makanan Khas Papua yang Muncul di Google Doodle Hari Ini

Pada 2015, papeda yang berasal dari Papua, Maluku, dan wilayah Indonesia Timur lainnya dinyatakan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia

20 Oktober 2023 | 09.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Papeda hadir di Google Doodle hari ini, Jumat, 20 Oktober 2023. Makanan khas daerah Papua, Maluku, dan wilayah timur Indonesia itu, berbahan dasar sagu dengan tekstur meyerupai lem atau bubur lengket berwarna putih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 2015, papeda dinyatakan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia dengan domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional. Makanan ini terasa tawar. Karena itu, biasanya papeda dimakan bersama dengan ikan tongkol kuah kuning. Papeda juga kerap dimakan dengan dengan sayur ganemo yang berisi daun melinjo muda. Kini makanan ini populer di daerah lain dengan berbagai modifikasi.

Sejarah Papeda

Dilansir dari Indonesia.go.id, papeda terkenal luas dalam masyarakat adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, juga Manokwari. Makanan ini sering dihidangkan saat acara-acara penting di wilayah Papua, Maluku, dan sekitarnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut sejarah, sagu sangat dihormati oleh masyarakat Papua. Bukan sekadar makanan, tetapi sagu juga dikaitkan dengan kisah penjelmaan manusia. Itu sebabnya, saat memanen sagu yang dilakukan bersama-sama, masyarakat sekitar menggelar upacara khusus sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen. Sagu tersebut dapat memenuhi kebutuhan seluruh keluarga di daerah tersebut.

Papeda dalam upacara adat

Kuliner Papua ini sering dihadirkan dalam berbagai upacara adat, salah satunya adalah Watani Kame. Upacara ini merupakan tanda berakhirnya siklus kematian seseorang. Makanan ini akan dibagikan kepada orang-orang yang sangat membantu upacara tersebut.

Selain kematian, papeda juga dijadikan sajian penting dalam upacara kelahiran anak pertama di Inanwatan, Sorong Selatan, Papua Barat. Dalam upacara ini, papeda biasanya disajikan bersama dengan daging babi. Masih di Inanwatan, papeda sering dimakan oleh para perempuan sebagai penahan sakit saat membuat tato.

Papeda juga menjadi makanan penting dalam siklus kehidupan Suku Nuaulu di Pulau Seram, Maluku. Papeda, yang di sana sebagai sonar monne, makanan ini jadi hidangan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis. Tapi, Suku Nuaulu dan Suku Huaulu melarang wanita yang sedang dalam masa haid untuk memasak papeda karena dianggap tabu.

Cara makan papeda

Beda dengan makan bubur biasa, papeda dimakan dengan menggunakan garpu khusus atau sumpit. Garpu atau sumpit tersebut digunakan untuk menggulung-gulung bubur papeda sampai membentuk gumpalan besar, lalu diletakkan di piring. Setelah itu, papeda siap disantap bersama kuah kuning. Karena teksturnya yang kenyal dan lengket, papeda tidak perlu dikunyah. Cukup diseruput lalu ditelan.

Papeda juga memiliki filosofi yang mendalam. Papeda biasanya disantap satu keluarga, dilengkapi dengan helai dan hote. Helai merupakan alat makan tradisional yang terbuat dari kayu sebagai tempat penyajian papeda. Sementara hote merupakan piring kayu sebagai tempat untuk menyantap papeda. Bagi mereka, acara makan keluarga menandai sebagai ikatan kekeluargaan sebagai ruang diskusi antara orang tua dan anak.

INDONESIA.GO.ID | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus