Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Bahaya Burnout bagi Kesehatan Fisik dan Psikis Menurut Psikolog

Psikolog mengatakan kondisi burnout akibat pekerjaan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis.

4 Maret 2024 | 21.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi wanita kelelahan. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Burnout adalah kondisi sangat kelelahan, baik mental dan fisik. Psikolog Samanta Elsener mengatakan kondisi burnout akibat pekerjaan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis. Contohnya gangguan nafsu makan, masalah dalam berkomunikasi, bahkan depresi berat hingga penyakit kronis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau efek jangka panjangnya bisa jadi sakit jantung, kanker. Jadi kalau aku percaya, apa yang tubuh kita alami itu bisa jadi gangguan psikologis kita. Apa yang mental kita alami bisa jadi keluar sebagai gangguan medis kita," ujar Samanta dalam bincang “Tips Atasi Burnout Saat Kerja” yang disiarkan Kementerian Kesehatan, Senin, 4 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Burnout disebabkan hustle culture, yaitu budaya gila kerja yang kerap diadopsi generasi muda. Selain budaya itu, relasi tidak sehat dengan lingkungan kerja juga menjadi faktor risiko.

"Jadi kalau misalnya kita bayangkan kurva lonceng, itu ada peak experience orang. Jadi kalau sedang termotivasi tinggi, performa kerjanya tinggi, dia berarti lagi tinggi-tingginya, di puncak prestasi," jelasnya.

Dia mengatakan setelah performa yang tinggi tersebut perlu diwaspadai karena setelah itu akan masuk ke kondisi sangat kelelahan. Kemudian kurva tersebut menurun, menunjukkan seseorang turun hingga kondisi burnout atau bahkan depresi.

Adapun gejalanya seperti sering merasa lelah sepanjang hari, motivasi kerja menurun, jadi sering menunda pekerjaan dan meninggalkan tanggung jawab, terkadang menarik diri dari situasi-situasi sosial, serta gejala fisik seperti sakit kepala dan kejang otot. Menurut Samanta, burnout berbeda dengan stres. 

Ia menyebut pada stres orang tetap dapat mempertahankan performa kerja yang baik tapi emosinya sering berubah atau disebut mood swing. Mereka tahu apa yang ingin dilakukan namun sadar kehilangan energi. Sementara itu, orang yang burnout sudah kehilangan harapan. Dia menjelaskan, apabila dibiarkan terus menerus maka orang dapat mengalami tekanan mental berat atau mental breakdown seperti depresi.

Penyebab berbeda
Dia juga menjelaskan penyebab burnout berbeda-beda pada setiap orang. Sejumlah cara untuk mengatasi burnout misalnya memaksimalkan waktu istirahat, contohnya tidak bekerja pada Sabtu dan Ahad.

"Jangan cek email kantor, cek WhatsApp kantor. Pokoknya sudah, Sabtu-Ahad dimaksimalkan buat istirahat biar kita terkoneksi sama diri sendiri. Lakukan hobi, bikin kita merasa nyaman, memanjakan diri, melakukan self care untuk diri," paparnya.

Dia mengatakan merawat diri bukan hanya sekedar pergi ke kantor atau bengkel namun memberikan apa yang diri betul-betul butuhkan. Misalnya, apabila tipe orang butuh tidur maka tidurnya harus dioptimalkan pada hari istirahat itu. Atau jika orang yang sosial maka bisa bertemu orang lain yang bukan teman kantor pada waktu istirahat tersebut, misalnya sahabat atau keluarga. Dengan demikian ada pertukaran energi positif.

Apabila tingkat burnout sudah sangat parah maka perlu memanfaatkan waktu cuti sebaik mungkin. Dia mengatakan bagi sebagian orang dapat mempertimbangkan pindah kerja apabila penyebab burnout adalah lingkungan kerja yang membuat tidak betah.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus