Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak I Gusti Ayu Nyoman Partiwi meminta para ibu tak menyamakan alergi dan intoleransi pada anak karena meski mirip, keduanya berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jangan gampang mengatakan anak alergi hanya dengan kulit merah. Itu banyak sekali, multifaktor, bukan karena makanan. Tentu saja kalau kita mau membuktikan itu karena makanan atau tidak, tidak mudah," katanya dalam diskusi dalam memperingati Hari Gizi Nasional, Rabu, 24 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Partiwi mengatakan kasus alergi pada anak yang banyak ditemukan adalah alergi susu sapi atau intoransi laktosa. Menurutnya, bayi yang alergi terhadap susu sapi akan terlihat pada usia 0-6 bulan dan umumnya memiliki riwayat berdarah.
"Kalau kita kasih makan sesuatu, dia berdarah, itu kita bilang alergi. Tetapi kalau sekadar bintik-bintik itu harus membedakan antara alergi dengan intoleransi. Intoleransi artinya kalau kita pelan-pelan kasih, dia tidak alergi," ujarnya.
Jangan dihentikan
Untuk mengatasi hal tersebut, Tiwi mengimbau orang tua tidak menghentikan pemberian makanan jenis tertentu kepada anak secara menyeluruh. Ia menyarankan untuk menghentikannya selama 2-3 minggu kemudian memberikan makanan yang sama kepada anak. Contohnya pada kasus anak yang sensitif terhadap telur, biasanya ruam-ruam kemerahan muncul pada usia 6-12 bulan.
"Artinya bukan terus-terusan dia tidak bisa, nanti umur 9 bulan dicoba, misalnya kuningnya dulu 2-3 hari sekali. Kita coba lagi putihnya, itu dia tidak apa-apa. Jadi maksudnya bukan seumur hidup," ujarnya.
Menurutnya, anak yang sensitif terhadap telur justru tidak boleh dihentikan konsumsinya karena telur memiliki kandungan protein yang baik untuk pencegahan stunting.
"Kita lebih takut dengan anak yang stunting atau kurang gizi, daripada sekadar alergi. Jadi jangan buru-buru mengatakan alergi kalau dia cuma bintik-bintik merah, itu seringkali hanya intoleransi. Badannya belum kenal banget," tambahnya. "Yang penting alergen itu bukan sianida, bukan sesuatu yang mematikan. Jadi kita boleh coba, jadi jangan takut-takut."