Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berbagai Alasan Pengidap Hipertensi Lalai Minum Obat dan Apa Penyebabnya

Sekitar 46 persen orang dewasa yang mengidap hipertensi tidak menyadari bahwa mereka menderita tekanan darah tinggi.

22 Mei 2022 | 17.56 WIB

Ilustrasi hipertensi (Pixabay.com)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi hipertensi (Pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Data Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018 menunjukkan hanya 54 persen penderita hipertensi yang rutin minum obat anti-hipertensi. Sebanyak 32,27 persen tidak rutin minum obat, dan 13,33 persen malah tidak pernah minum obat sama sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Devie Caroline mengatakan, hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang kronis dan merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskulas, cerebrovaskular, dan penyakit ginjal. "Salah satu target global untuk non-communicable diseases adalah menurunkan prevalensi hipertensi sebesar 33 persen dari 2010 ke 2030," kata Devie dalam diskusi daring Hari Hipertensi Sedunia yang diperingati setiap 17 Mei bersama Omron, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), dan Yayasan Jantung Indonesia (YJI) pada Jumat, 20 Mei 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Devie yang praktik di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kenjeran, Surabaya, dan Rumah Sakit Bunda, Sidoarjo, ini menunjukkan fakta lain tentang hipertensi.

Fakta tentang hipertensi di dunia

  • Sekitar 1,28 miliar orang berusia 30-79 tahun mengidap hipertensi
  • Sekitar 46 persen orang dewasa dengan hipertensi tersebut tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi
  • Sebanyak 42 persen penderita hipertensi itu terdiagnosis dan mendapat terapi
  • Sebanyak 1 dari 5 orang dewasa atau 21 persen pengidap hipertensi tidak terkontrol dengan baik

Diskusi daring peringatan Hari Hipertensi Sedunia bersama Omron, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), dan Yayasan Jantung Indonesia (YJI) pada Jumat, 20 Mei 2022. (kiri ke kanan) Ketua Panitia Pendidikan Masyarakat, Riana Handayani; Sekretaris Jenderal YJI, Widiyanti Putri; Direktur Omron Healthcare Indonesia, Tomoaki Watanabe; Spesialis Jantung Devie Caroline; Marketing Manager Omron Healthcare Indonesia, Herry Hendrayadi; Ketua Pokja Hipertensi Perki, Badai Bhatara; Ketua PP Perki, Isman Firdaus.

Alasan tidak minum obat hipertensi

Di Indonesia, ada berbagai alasan pengidap hipertensi tidak minum obat:

  1. Penderita hipertensi merasa sehat (59,8 persen)
  2. Kunjungan tidak teratur ke fasilitas pelayanan kesehatan (31,3 persen)
  3. Minum obat tradisional (14,5 persen)
  4. Menggunakan terapi lain (12,5 persen)
  5. Lupa minum obat (11,5 persen)
  6. Tidak mampu membeli obat (8,1 persen)
  7. Khawatir efek samping obat (4,5 persen)
  8. Obat hipertensi tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan (2 persen)

"Pengidap hipertensi yang tidak patuh minum obat meningkatkan risiko tekanan darah yang tidak terkontrol hingga komplikasi kardiovaskular, seperti stroke, penyakit jantung iskemik, dan menjaid beban sosial-ekonomi keluarga," ujar Devie Caroline. Kepatuhan minum obat, menurut dia, juga dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya nilai sosial dan kebudayaan.

Pengaruh kepatuhan minum obat

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menggarisbawahi faktor-faktroi yang mempengaruhi kepatuhan minum obat:

  • Faktor yang berhubungan dengan kondisi kesehatan
    Dalam faktor ini, Devie Caroline mengatakan, banyak orang yang tak tahu kalau dirinya mengidap hipertensi. "Karena hipertensi biasanya tidak bergejala dan manifestasi gejala akibat hipertensi tidak terkontrol biasanya tidak muncul segera," ujarnya.

  • Faktor yang berhubungan dengan pasien
    Devie Caroline berharap semakin banyak orang yang memahami apa itu hipertensi, bagaimana mencegah, dan mengendalikannya. Penting juga sistem pendukung dari pasien, terutama keluarga, motivasi untuk tetap sehat sehingga patuh pada proses pengobatan.

  • Faktor yang berhubungan dengan sosial ekonomi
    Faktor sosial ekonomi dapat mempengaruhi diagnosis dan terapi hipertensi. "Juga kemampuan pasien untuk pendapatkan terapi hipertensi secara rutin," ujarnya. Faktor sosial ekonomi pada pengidap hipertensi ini berhubungan dengan tingkat pendidikan, status pekerjaan, literasi kesehatan, kemampuan finansial, dan akses ke fasilitas kesehatan.

  • Faktor yang berhubungan dengan sistem kesehatan
    Berdasarkan beberapa penelitian, pengidap hipertensi lalai minum obat karena berbagai sebab. Di antaranya, kurangnya jaminan kesehatan, waktu yang lama untuk ke rumah sakit, dan komunikasi yang kurang antara petugas kesehatan dengan pasien.

  • Faktor yang berhubungan dengan terapi
    "Yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan, salah satunya adalah terapi hipertensi itu sendiri," kata Devie Caroline. Pasien hipertensi cenderung lalai minum obat apabila mengalami toleransi pengobatan yang rendah, efek samping pengobatan yang serius, dan regimen pengobatan yang kompleks, seperti frekuensi minum obat yang terlalu sering, jumlah obat yang banyak, dan durasi pengobatan yang memakan waktu lama.

Devie Caroline mengatakan, tanggung jawab kepatuhan minum obat ada pada pasien, penyedia layanan kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang memadai. "Ada banyak strategi untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan, salah satu yang penting adalah edukasi pasien terhadap pentingnya terapi hipertensi dan mencegah komplikasi jangka panjang," ujarnya.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus