Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan perkawinan dini merupakan salah satu faktor penyebab tingginya angka prevalensi stunting di Indonesia. Tercatat, pada 2021 angka itu menyentuh 24,4 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adanya pernikahan dini memperbesar kematian ibu dan bayi. Anak yang ditinggalkan oleh ibu memiliki peluang lebih besar terkena stunting karena kurang pengasuhan dan kasih sayang yang semestinya. Stunting yang terjadi akibat pengasuhan yang baik disebabkan emosi maupun fisik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari segi emosional, anak dapat dikatakan belum mampu dan siap menghadapi berbagai risiko dalam berumah tangga karena berada pada usia yang butuh banyak waktu untuk bermain dan belajar. Sedangkan dari segi kesehatan secara fisik bagi perempuan, tubuh anak usia di bawah 19 tahun masih mengalami pertumbuhan, terutama pada bagian rahim. Apabila anak sudah kawin pada rentang usia tersebut, potensi terkena kanker mulut rahim akan membesar.
Ia menambahkan pengasuhan yang buruk berimbas pada meningkatnya angka perceraian di Indonesia. Keluarga yang tidak utuh menimbulkan rasa tidak bahagia pada anak sehingga salah satu dampaknya adalah hilangnya nafsu makan hingga kurangnya penyerapan nutrisi di tubuh anak.
Sebagai upaya percepatan penurunan prevalensi stunting, BKKBN terus menggemakan slogan Empat Terlalu (4T) pada masyarakat, yang mencakup jangan terlalu muda saat melahirkan, jangan terlalu tua saat melahirkan, jangan terlalu sering atau banyak melahirkan, dan jangan ada jarak kelahiran yang berdekatan.
“Bukan sering kawin, tapi sering melahirkan. Kemudian, jangan terlalu banyak anaknya. Dua anak saja tapi sehat dan tidak stunting,” jelas Hasto.
BKKBN juga membentuk forum Generasi Berencana (GenRe) yang dijadikan sebagai wadah bagi para remaja untuk mensosialisasikan cara mencegah stunting pada anak, pentingnya perencanaan berkeluarga, sampai memperluas edukasi kesehatan reproduksi. GenRe juga tidak hanya berbicara soal stunting dan bahaya perkawinan dini tetapi juga mencegah munculnya remaja yang terkena gangguan mental emosional, yang di Indonesia jumlahnya 9,8 persen.
Pengguna narkoba usia remaja pun menyentuh 5 persen. Melalui forum itu, Hasto berharap pada 2022 angka stunting dapat turun menjadi 21 persen. Diharapkan pula perkawinan dini beserta masalah remaja lain dapat teratasi sehingga Indonesia memiliki generasi bangsa yang unggul dan sehat.