Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bukan Lucu, Bayi Obesitas Berisiko Alami Penyakit Degeneratif

Jangan anggap lucu, bayi obesitas atau kelebihan berat badan justru berpotensi terkena penyakit degeneratif saat dewasa.

29 Juli 2024 | 23.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bayi Obesitas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Waspadai bila bayi tampak montok, gemuk, atau bahkan obesitas. Bukan lucu tapi tanda tak sehat. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bayi obesitas atau kelebihan berat badan berpotensi terkena penyakit degeneratif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Beberapa riset menunjukkan bayi gemuk berpotensi terserang penyakit degeneratif seperti jantung, hipertensi, diabetes saat usia dewasa. Jadi, yang ideal itu bentuk tubuh proporsional," kata Hasto dalam keterangannya, Senin, 29 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia juga mengingatkan orang tua atau pengasuh waspada dan tetap berhati-hati jika bayi terindikasi stunting diberikan asupan terus-menerus sehingga berat badannya melebihi batas normal atau obesitas.

"Bayi gendut disangka sehat, hati-hati. Ketika bayi usia di bawah 2 tahun terindikasi stunting, setelah itu tubuhnya gendut karena asupan makanannya. Tetap harus hati-hati," ujarnya.

Karena itu, untuk menunjang kecerdasan otak dan menjaga asupan demi kesehatan tubuh bayi dan remaja, makanan yang dikonsumsi tidak harus mahal karena makanan bergizi dapat diperoleh dengan mudah.

"Makanan yang bagus belum tentu mahal. Daging sapi mengandung lemak jenuh sedangkan ikan tidak mengandung lemak jenuh, tetapi kandungan utamanya tinggi protein dan dibutuhkan bagi pertumbuhan. Ikan lele misalnya, jauh lebih murah dari daging sapi tapi lebih bagus (kandungan gizinya)," ucapnya.

Pilih makanan bergizi
Hasto juga meminta remaja lebih hati-hati saat membeli makanan. Apalagi jajanan kegemaran banyak orang seperti cilok dan seblak yang banyak dinikmati hanya karena rasanya saja, bukan kandungan gizinya.

"Cilok bagus asalkan diisi ikan atau telur. Tetapi isinya harus kelihatan agar kita yakin. Kalau hanya rasanya saja, tidak terlihat isinya, itu sangat berbahaya. Makan cilok bisa ciloko (celaka) kalau tidak betul-betul tahu isinya," paparnya.

Ia mencontohkan salah satu makanan sehat yakni hamburger yang isinya jelas dan bergizi seperti daging, telur, dan sayur. Sebelumnya, praktisi kesehatan masyarakat dr. Ngabila Salama juga memaparkan sejumlah dampak buruk yang dapat terjadi akibat konsumsi gula berlebihan pada bayi.

“Pada dasarnya, bayi belum dapat mengenal rasa makanan dan minuman yang dikonsumsi. Rasa manis dan asin berlebihan membuat anak jadi picky atau memilih-milih makan,” ujarnya.

Ia menuturkan makanan manis yang diberikan orang tua kepada bayi sering merupakan jenis makanan yang tidak sehat. Contohnya bubur bayi instan yang bebas dijual di pasaran. Bubur tersebut memiliki kandungan yang berbeda jauh dengan makanan pendamping ASI (MPASI) alami yang dibuat untuk anak usia 6-24 bulan.

Pilihan Editor: 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus