Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Cokelat, kata ini membuat orang membayangkan rasa manis yang legit dengan rasa khas. Sebelum cokelat dipasarkan, biji kakao difermentasi untuk menghilangkan rasa pahitnya, sehingga didapat rasa yang nikmat. Tak hanya lezat, cokelat juga dapat membuat perasaan seseorang menjadi lebih baik dan beragam khasiat bagi tubuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang-orang Indonesia kerap memesan cokelat kepada mereka yang bepergian ke luar negeri. Padahal, Indonesia adalah salah satu produsen cokelat. Cokelat memiliki sejarah yang panjang di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanaman kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan. Cokelat merupakan salah satu makanan tertua di dunia yang diproses sejak 1.100 Sebelum Masehi.
Dikutip dari history.com, pada awal abad ke17, cokelat menjadi minuman penyegar yang digemari di Istana Spanyol. Sepanjang abad itu, cokelat menyebar di antara kaum elit Eropa. Awalnya orang Eropa mengkonsumsi cokelat sebagai minuman. Pada 1847 barulah ditemukan cokelat padat. Orang Eropa menyingkirkan hampir semua rempah-rempah pada cokelat yang ditambahkan oleh orang Mesoamerika.
Melansir jurnal e-journal.uajy.ac.id, cokelat merupakan tanaman perkebunan berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak 1560, tetapi pemerintah Indonesia baru menjadikan cokelat sebagai komoditi sejak 1951. Awalnya, masyarakat Indonesia mulai mengolah tanaman cokelat menjadi bubuk cokelat. Bubuk cokelat ini biasanya diseduh dan diminum sebagai minuman penambah stamina.
Masuk dari Minahasa
Cokelat pertama kali masuk ke Indonesia melalui Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Bibitnya dari Filipina, diperkenalkan oleh orang-orang Spanyol. Belanda tertarik menyebarkan dan memperkenalkan budidaya tanaman kakao ke daerah Sumatera dan Batavia.
Pada 1806, tanaman kakao mulai diperkenalkan di Pulau Jawa dengan cara ditanam di sela-sela pohon kopi. Percobaan menanam kakao di sela-sela pohon kopi ini dilakukan karena kopi Arabika rusak akibat penyakit karat daun.
Menurut sejarawan makanan, Fadly Rahman, seorang pengusaha dari Belanda menyadari bahwa peminat bubuk cokelat di Hindia Belanda semakin meningkat, dan mendirikan perusahaan yang bernama ‘Tjoklat’ pada 1924.
Dari meningkatnya kebutuhan akan cokelat, pada 1938 terdapat sekitar 29 perkebunan besar di Hindia Belanda yang menjadikan kakao sebagai komoditi utamanya. Pada tahun ini, cokelat mengalami masa keemasannya. Sebanyak 13 kebun baru dibuka di Jawa Barat, 7 di Jawa Tengah, dan 9 di Jawa Timur. Setelah Indonesia merdeka, perkebunan-perkebunan itu dinasionalisasi pascaproklamasi.
MUHAMMAD SYAIFULLOH