DI sekitar 1960-an, Dr. George Palade, pemenang Hadiah Nobel untuk kedokteran dari Universitas Yale, menemukan bintik-bintik kecil pada jaringan atria, dua bilik jantung sebelah atas. Palade menduga, bintik-bintik di tengah jaringan itu mengandung hormon. Namun, ia tak bisa membuktikannya, dan penemuannya yang diakui terdengar sederhana saja: pada jaringan atrium terdapat granula yang janggal. Dua puluh tahun kemudian, khususnya dua tahun terakhir, pendapat Palade yang sumir diteliti Intensif. Kendati belum seluruh pencarian selesai, baru-baru ini para ahli di Amerika Serikat memastikan, granula yang ditemukan Palade memang mengandung hormon. Dengan kata lain, jantung ternyata memproduksi pula hormon. "Penemuan ini, kenyataan yang sangat mengejutkan sekaligus menakjubkan," kata Dr. John H. Laragh, seorang peneliti dari Pusat Pengobatan Cornell. Yang menakjubkan, fungsi hormon ini ternyata sangat luas. Dari berbagai penelitian terlihat hormon jantung ini sangat berpengaruh pada volume dan tekanan darah. Di masa lalu, ada perkiraan bahwa besarnya jumlah garam dalam darah buruk akibatnya pada tekanan darah. Hormon jantung menjawab perkiraan itu, karena hormon ini mengikat sodium (garam) dalam darah. Para peneliti menemukan, begitu hormon ini masuk ke dalam darah, volume darah berkurang, aliran darah dalam pembuluh-pembuluh menjadi tenang dan tekanan darah pun turun secara otomatis. Keadaan ini segera mengurangi beban kerja jantung. Di samping mengikat sodium, hormon jantung ditemukan juga mengimbangi kehadiran hormon lain dalam darah, seperti renin dan aldosteron. Namun, prinsip pengimbang hormon lain ini belum tuntas diteliti fungsinya. Sebagian peneliti berpendapat, hormon jantung hanya sebagian dari kecanggihan kerja sejumlah hormon dalam darah. Peneliti lain berkeyakinan, hormon jantung mempunyai fungsi menjaga tekanan darah, yang blsa tiba-tiba naik karena penyakit atau hadirnya sejumlah hormon. Sampai kini, belum ada kesepakatan dalam memberi nama hormon jantung itu. Laragh dan Pusat Pengobatan Cornell menamakannya auriculin. Kelompok Universitas Washington, yang juga melakukan penelitian, memberi nama atriopeptin. Sementara itu, Dr. Adolpho J. de Bold, penemu hormon itu, menyebutnya cardionatrin. Namun, ada kesamaan dalam mengidentifikasikan hormon itu. Cardionatrin diketahui merupakan potongan kecil molekul, rantai 28 jenis asam amino. Fungsi dan wujud molekul induknya hingga kini belum diketahui. Juga belum terungkap jenis enzim yang bertugas memotong rangkaian 28 asam amino itu, yang kemudian menjadi cardionatrin, dan dari mana dan mengapa enzim itu bekerja. Rangkaian proses hadirnya hormon jantung ini masih misterius. Seperti juga hormon lain, para peneliti memperkirakan awal instruksi produksinya berpangkal di otak. Sebab, ada hasil riset menunjukkan hormon ini ditemukan pula pada otak, khususnya pada sel-sel saraf yang bertugas mengatur tekanan darah. Pada proses selanjutnya, hormon itu mengalir bersama darah menelusuri pembuluh di seluruh tubuh. Sel-sel darah merupakan penerima yang pertama. Sesudah itu, kelenjar adrenal dan ginjal. Dalam seluruh proses ini, para ahli memperkirakan terjadi interaksi yang sangat halus antara hormon jantung itu dan sejumlah penerimanya. Cardionatrin sendiri diduga mengalami semacam pengayaan sebelum kembali ke jantung. Tapi semua ini masih belum jelas benar. Yang sudah bisa dipastikan, fungsi hormon jantung ini menjaga volume dan tekanan darah. Fungsi ini terlihat jelas pada beberapa jenis binatang yang ternyata memiliki cardionatrin. Hormon ini ditemukan pada anjing dan ikan hiu. Pada tikus rangkaian asam aminonya agak berbeda. Percobaan menyuntikkan cardionatrin pada manusia kini sedang dilakukan, sementara penyuntikan pada binatang percobaan sudah menunjukkan tanda-tanda positif. Sejumlah kecil hormon jantung itu mampu menurunkan tekanan darah dalam sekejap pada tikus percobaan. Juga ditemukan mengembalikan fungsi ginjal yang sudah rusak. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini