PERJALANAN masih panjang untuk mendobrak penyembuhan AIDS. Dan itu terus dikerjakan dokter. Hingga kini, obat untuk membendung penyebaran virus yang menyebabkan hilangnya sistem kekebalan tubuh itu belum ada yang manjur. Obat tersebut baru memberikan harapan hidup lebih panjang bagi penderitanya, seperti Azidothymidine (AZT), Dideoxynosine (DDI), dan obat generasi terakhir Zalcitabine (ddC) yang telah direkomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat. Tiga obat ini bagaikan penenang untuk penderita AIDS. Obat itu memperpanjang harapan hidup si penderita selama 1-2 tahun, karena belum mampu mengusir maupun membunuh virus ganas itu dalam tubuh. Toh para ahli belum menyerah. Berbagai usaha dilakukan untuk mematahkan kebandelan HIV, virus penyebab AIDS itu. Di Jepang, misalnya, diumumkan ramuan yang mampu menghambat pertumbuhan AIDS. Tim medis pimpinan Prof. Naoki Yamamoto, belum lama ini, menemukan Tachyplesin, yang diduga ampuh melawan virus itu. Cairan kimia tersebut diambil dari hewan sejenis kepiting (Tachypleus tridentatus ) yang dinamakan T22. "T22 memiliki fungsi yang sangat primitif untuk mematahkan invasi virus," kata ahli virus dari Tokyo Dental University itu kepada TEMPO. Guru besar mikrobiologi itu bekerja sama dengan dua koleganya dari Universitas Kyoto, sejak tiga tahun lalu, untuk meneliti khasiat Tachyplesin sebagai obat AIDS. Tim ini telah mencoba khasiat T22 untuk meredam virus HIV yang dimasukkan pada tikus percobaan (mencit). Hasilnya, kata Yamamoto, memuaskan. Virus tersebut dapat dihambat pertumbuhannya oleh T22. Dibanding dengan obat AIDS generasi sebelumnya, menurut Yamamoto, larutan T22 jauh lebih unggul. Terutama untuk mencegah pelengketan HIV dengan sel tubuh. Namun, obat baru ini tumpul dari efek samping yang mirip dengan obat AZT. Padahal, AZT dituding memberi dampak yang sulit dihindarkan, seperti menimbulkan sesak napas, sakit kepala hebat, dan anemia. Sebelum lahirnya T22, Jepang telah memperkenalkan obat untuk AIDS yang disebut MHDA (Meiji heminderivetized albumin), yang diklaim mampu membunuh sel yang kena infeksi HIV. Juru bicara Meiji Milk Products Corp., yang memproduksi obat tersebut, mengatakan bahwa MHDA adalah gabungan ramuan antara Carbodimide hemin, dan Succinylated human albumin. Kedua bahan itu terkandung dalam darah manusia. Obat tersebut, kabarnya, terbukti mampu menyingkirkan sel-sel tubuh yang digerogoti HIV, pada hewan percobaan tikus. Obat baru ini tidak berbahaya pada sel limfosit yang normal, di samping itu mudah diproduksi secara masal. Sementara itu, dalam Konperensi AIDS di Amsterdam pekan lalu, beberapa ahli dari Inggris mengaku menemukan suatu senyawa yang 3.000 kali lebih aktif, dan sedikit memberi efek samping jika dibandingkan dengan AZT. Senyawa kimia itu dinamakan So221 derivat dari AZT yang dikembangkan oleh Wellcome, perusahaan farmasi Inggris. Juga diperkenalkan GLQ223 (Alphatrichosanthin ), yang diproduksi Genelabs Technologies, Inc. Toh, kedua obat itu lumpuh menghadapi efek samping dan loyo membunuh virus HIV. Tentang riset vaksin antiAIDS, tak kurang dari 15 perusahaan farmasi yang kini berlomba menemukan yang terbaik. Namun, para ahli meragukan keampuhannya. Dokter June Osborn dari Komisi Nasional AIDS, AS, menyatakan vaksin saja tak cukup untuk mengendalikan epidemi AIDS. "Vaksin hanya sebagai pelengkap," katanya. Perang melawan AIDS juga dilakukan dengan obat tradisional. Belum lama ini, para ahli di Cina menemukan ramuan yang disebut milingwang. Bahan itu sudah diuji pada 158 pasien AIDS di Tanzania. Hasilnya paling tidak mampu memperpanjang harapan hidup penderita. "Pengobatan dengan cara tradisional ini efektif," kata Lu Weibo, guru besar di Akademi Kedokteran Tradisional Jinjin, RRC. Konperensi AIDS di Amsterdam bahkan menampilkan Mrisho dari Tanzania. Dukun ini mengaku mampu mengobati penderita AIDS. Perawat Rush Nesje mengatakan bahwa ia bersama dengan seorang dokter telah mengamati cara pengobatan Mrisho. Dukun perempuan itu selain menggunakan jampi-jampi (mantera), juga memberi ramuan obatobatan, yang terdiri dari dedaunan dan akar pohon tertentu. Setelah diseduh dalam air teh, bahan itu baru diberikan kepada penderita AIDS, 90 hari berturutturut. Kini, bergantung pada dunia medis untuk mempercayai atau tidak pada kemujaraban temuan Mrisho. Gatot Triyanto (Jakarta), Asbari N. Khrisna (Amsterdam), dan Seiichi Okawa (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini