MALANG nian anak yang hidungnya sering tersumbat. Akibatnya ternyata fatal, bisa memburukkan rupa. Prosesnya bertahap, memang, yakni melalui pembesaran jaringan adenoid yang terletak di belakang saluran pernapasan. Ini penemuan yang bukan saja baru, tapi mengejutkan. Adalah Letkol. Kesehatan drg. Soesilowati yang mengungkapkan soal itu dalam disertasi "Gambaran Kompleks Maxillomandibular Pada Anak-Anak dengan Pembesaran Tonsilla Pharyngealis". Disertasi ini dipertahankannya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, awal April lalu. Hipotesa yang dibuktikan Soesilowati adalah bagaimana proses pembesaran adenoid pada anak-anak bisa mempengaruhi pertumbuhan struktur rongga mulut, sementara struktur rongga mulut sangat mempengaruhi bentuk wajah. Dari penelitiannya diketahui, kemungkinan ini bisa terjadi apabila pembesaran jaringan adenoid sudah mengganggu keseimbangan rongga pernapasan. "Pada pembesaran yang mencapai 45 sampai 55% dari besar rongga tenggorokan, perubahan-perubahan pada bentuk muka umumnya terjadi," demikian Soesilowati, yang sehari-hari bekerja sebagai Perwira Kelompok Ahli pada Lembaga Kesehatan Gigi dan Mulut TNI-AU. Jaringan adenoid atau tonsilla pharyngealis adalah sebuah jaringan yang menggantung di dinding atas tenggorokan, tepat di belakang rongga hidung. Fungsinya, antara lain, bersama amandel mencegah infeksi pada tenggorokan. Tonsilla adenoidea ini tumbuh sejak usia dua tahun, sarnpai menjelang dewasa. Pada pertumbuhan normal, pembesaran jaringan ini diimbangi pertumbuhan lubang tenggorokan (nasopharynx). Pembesaran tonsilla pharyngealis dikatakan tidak normal, apabila ia tumbuh lebih cepat dari irama pertumbuhan rongga pernapasan. Penyebabnya antara lain karena infeksi kronis pada jaringan itu. Pertumbuhan ini mengganggu organ pernapasan, karena itu penderitanya sulit bernapas melalui hidung. Akibatnya, rongga hidung tidak berfungsi secara normal. Rusaknya keseimbangan inilah yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan rongga mulut. Subyek penelitian Soesilowati: 349 anak-anak berusia 7 sampai 13 tahun. "Karena pada usia ini pembesaran adenoid bisa mengganggu pertumbuhan rongga mulut dan kedudukan rahang," kata Bu Dokter. Anak-anak yang diteliti itu dipastikan tidak mempunyai kebiasaan mengisap jari, menggigit bibir, atau penyebab lain yang bisa mengubah kedudukan rahang. Berdasarkan pemeriksaan pada mulut, gambar ronsen kepala, dan cetakan gigi, ternyata, "Perubahan rupa dengan nyata terjadi bila besar tonsila adenoid mencapai kira-kira setengah rongga tenggorokan," ujar Soesilowati, yang memperoleh brevet ahli patologi mulut pada 1965 itu di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Menurut Soesilowati, perubahan ini terjadi karena anak-anak yang menderita pembesaran tonsila cenderung bernapas dengan mulutnya. Makin besar tonsilanya, makin sering anak-anak itu membuka mulutnya. Bila keadaan itu berlangsung relatif lama kedudukan posisi rahang bawah menjadi tidak normal. Proses perubahan diawali dengan berubahnya letak gigi yang terlihat sebagai kelainan gigitan. Pertumbuhan semacam ini mengakibatkan bentuk muka menjadi bertambah panjang. Kelainan ini dengan sendirinya mempengaruhi profil wajah, dan keindahan paras secara keseluruhan. Dalam ilmu kedokteran gigi, penelitian Soesilowati dinilai orisinil, karena itu promovenda dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. "Sampai sejauh ini belum ada yang meneliti pengaruh pembesaran tonsila adenoid pada pertumbuhan rahang. Bahkan di luar negeri, penelitian ini belum pernah dilakukan" ujar Sutatmi Suryo, guru besar FKG UGM, yang menjadi promotor Soesilowati. Dalam literatur, menurut Suryo, penelitian yang ada baru sekitar akibat pembesaran tonsilla adenoidea terhadap posisi gigi. Moebanoe Moera, I Made Suarjana (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini