NATHANIA Syarief, alias Thania, putri keluarga Roestam Syarief yang semula tuli mampu mendengar kembali. Itulah berita gembira dari Fort Collins, Colorado, Amerika Serikat. Anak berusia tiga tahun itu menjalani operasi telinga dengan metoda mutakhir yang disebut cochlear implant. Operasi yang menerapkan teknologi tinggi itu belum pernah diterapkan di Indonesia. Bagi tim dokter di Denver Ear Institute (DEI), Colorado, Thania merupakan balita asing kedua yang ditangani mereka, dan berhasil. Selama ini metoda pencangkokan pada koklea ini dilakukan pada pasien usia 18 tahun ke atas. Dan baru dua tahun ini, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA), AS, mengizinkan implantasi koklea untuk balita, terutama pada anak usia di atas dua tahun (lihat juga: Dendang Suara Halus). Dua tahun lalu, Thania bersama kakak dan ibunya menyusul ayahnya yang tugas belajar di AS. Sekitar setahun di rantau, menurut ibunya, Karen Sjarief Tambayong, Thania tibatiba demam. Dokter bilang ia hanya flu biasa. Namun, suhunya terus naik sampai 40 derajat Celcius, bahkan disertai muntahmuntah dengan bercak darah. Kondisi tubuhnya melorot. Mukanya bengkak. Pembuluh darah di kening kelihatan menonjol. Kemudian Thania dimasukkan ke unit gawat darurat. Cairan tulang belakangnya disedot. "Menurut dokter, Thania menderita spinal meningitis atau radang selaput sumsum tulang belakang, yang disebabkan bakteri," kata Karen kepada TEMPO. Penyakit itu bisa mengakibatkan buta atau tuli. Jika tak mampu bertahan dalam waktu 12 jam, penderitanya bisa meninggal. Ternyata Thania mampu melewati masa kritis. Kondisi fisiknya berangsur pulih, tapi pendengarannya payah. Kalau disuruh, ia sering salah. Ketika ibunya mengetes dengan bunyibunyian, ia tidak bereaksi. Lima minggu kemudian pendengarannya lenyap. Hasil tes menunjukkan ia hanya menangkap suara yang berkekuatan 90 desibel. Padahal, bagi pendengaran normal, cukup dengan suara berkekuatan 10w20 desibel. Menurut dokter, serabut syaraf Thania dalam tabung koklea banyak yang tidak berfungsi. Kerusakan itu mengakibatkan tidak ada arus listrik yang mampu mengubah getaran suara menjadi sinyalsinyal untuk dikirim ke otak. Muncullah ahli telinga, Dokter Peter Cuningham. Ia menyarankan agar Thania melakukan cochlear implant. Thania didaftarkan pada DEI. Metoda itu berkembang pesat sejak belakangan ini, dan merupakan tindakan piawai untuk mengatasi pendengaran orang dewasa dan balita. Metoda itu terutama bagi penderita kerusakan telinga bagian dalam, yang sukar ditolong alat bantu dengar konvensional seperti hearing aid. Dengan menerapkan pencangkokan itu, lubang telinga dan rongga telinga yang asli, sekalipun tidak mengalami kerusakan boleh dikata tidak berfungsi lagi. Sistem itu terdiri dari sebuah mikrofon, prosesor, dan sebuah pemancar. Mikrofon berfungsi menangkap suara, kemudian mengirim getaran suara ke prosesor. Di sini suara diseleksi dan dijadikan sandi-sandi suara, lantas dikirim ke pemancar. Dari pemancar suara tadi dikirim ke alat penerima yang ditanam di bawah kulit belakang kuping. Lewat alat penerima tersebut, suara lantas diperkuat dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal itu kemudian dikirimkan ke 22 elektroda yang ditanamkan dalam tabung koklea telinga. Di sini sinyal listrik merangsang serabut syaraf dan mengirimkan suara ke otak sehingga pendengar menangkap bunyi dengan jelas. Mengoperasi bagian dalam sistem koklea adalah bagian yang paling rumit. Penanamannya harus melalui pembedahan. Alat penerima dipasang di tulang tengkorak dengan membuat coakan 2 milimeter, dan mengangkat otot yang ada di belakang telinga. Kabel-kabel dipasang di atas rongga telinga. Ini dilakukan dengan sangat hati-hati. Sehingga wajar kalau harga alat plus biaya operasinya mahal, yaitu sekitar US$ 40.000. Harga itu membuat keluarga Roestam Syarief sebagai pegawai negeri yang sedang tugas belajar terperangah. Muncullah uluran tangan, antara lain, dari Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di AS. Mereka membuat acara pengumpulan dana untuk Thania. Derita Thania juga ditayangkan di Chanel 9 TV Colorado. Singkat kisah, dana terkumpul. Pada 20 April lalu Thania menjalani operasi. Sebulan setelah operasi, semua elektroda diaktifkan. Si kecil itu mulai bisa mendengarkan lagi. Kini Thania mampu mendengar suara dengan kekuatan 35 desibel. "Ini menakjubkan," kata Peter Cuningham. Ternyata Thania cepat menyesuaikan diri dengan alat baru itu. "Ia memiliki auditory memory. Kemampuan itu jauh lebih baik dibandingkan pencangkokan yang dilakukan terhadap anak yang tuli sejak lahir," kata Kristin Turnacliff, koordinator tim implantasi tersebut. Gatot Triyanto dan Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini