Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dendang suara halus

Ada pendapat bahwa telinga selain sebagai penerima suara, juga bisa menghasilkan suara. suara itu dihasilkan dari koklea. didukung penelitian perilaku organ korti. masih diperdebatkan.

27 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELINGA, yang selama ini dikenal sebagai penerima suara, juga bisa berdendang. Sejak tahun 1946, Thomas Gold, ahli astrofisika kelahiran Vienna, berpendapat tentang kerja telinga yang bisa menghasilkan suara. Menurut dia, suara itu dihasilkan oleh pengeras suara bilogis, yang sebelumnya diketahui berfungsi meningkatkan intensitas sinyal listrik yang dikirim telinga ke syaraf. Baru pada tahun 1978 temuan Gold itu dilanjutkan David Kemp. Ahli fisika dari Inggris ini menemukan bahwa suara itu dihasilkan koklea (tabung berbentuk seperti siput). Bunyi itu dikenal sebagai emisi otoakustik, yaitu terdiri dari jenis emisi spontan dan tidak spontan. Emisi spontan dihasilkan telinga manusia yang normal, dan itu timbul tanpa ada alasan yang jelas. Tapi emisi spontan, menurut Kemp, tak ada hubungannya dengan tinitus, bunyi berdenging yang disebabkan, misalnya, oleh aspirin dalam dosis besar. Sedangkan emisi tak spontan lebih mirip gema, yang umumnya berubah dari bunyi aslinya. Bunyi gema muncul bila sebuah frekuensi suara bertumpukan dengan fruekuensi lainnya. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa gema itu bukan sekadar gema pasif. Buktinya, ketika orang meninggal, beberapa menit kemudian gema itu hilang lenyap. Namun, hipotetis ini menimbulkan perdebatan sengit antara insinyur listrik, biokemis, dan akutisian. Perdebatannya berpangkal pada apa sebenarnya yang aktif menghasilkan suara itu. Kelompok pertama seperti halnya Gold dan Kemp malah percaya ada mekanisme amplier elektromekanik yang aktif dalam koklea. Dan kelompok kedua, seperti Jont B. Allen dari AT&T Bell Laboratories, tetap berpendirian: telinga tak menghasilkan suara aktif. "Saya yakin, pendapat mereka itu tidak lama lagi akan luntur," kata Allen. Menurut dia, suara itu timbul akibat gema dari akustik koklea. Sementara debat berlangsung, di laboratorium John Hopkins, pada tahun 1983, Browell meneliti perilaku organ korti pusat pendengaran dalam koklea. Dalam organ ini terdapat sel rambut luar. Browell menemukan selsel rambut mengubah bentuk respon menjadi tegangan listrik. Fluktuasi tegangan, menurut Browell, menyebabkan selsel rambut berdansa naik turun. Dan itulah yang menyebabkan membran yang diikatnya turut bergetar, persis kertas loudspeaker. "Karena itu saya percaya mengapa telinga menghasilkan suara," kata Browell. Selsel rambut, menurut Browell, berdansa pada saat putaran elektris dari 20 Hz hingga 20 ribu Hzt, yaitu batas jangkauan pendengaran manusia. Tidak seperti selsel otot, selsel rambut luar tak mengonsumsi bahan bakar kimia. Ia berdansa naik turun dengan menggunakan energi yang dihasilkan stria vascularis atau pita pembuluh. Namun, terlepas dari debat tadi, suara halus yang dihasilkan telinga ternyata bermanfaat bagi diagnosa klinis. Barubaru ini ditemukan mikrofon mini yang dapat menangkap suara itu. Dengan alat ini, para dokter kini dapat mengidentifikasi apakah telinga Anda berfungsi normal atau tidak. Bahkan, dengan alat itu kondisi telinga bayi yang baru lahirkan sudah dapat diketahui normal atau tidak. Padahal, dengan alat yang sudah ada saat ini, kemungkinan kecil telinga dapat dideteksi sebelum berusia 12 tahun. Menurut Susan J. Norton dari Pusat Medis dan Rumah Sakit anak-anak di Seattle, jika seseorang tidak mengeluarkan suara atau gema dari telinganya sebagai reaksi dari bunyi, maka orang itu tuli, atau dalam pengaruh obat-obatan. Sebuah alat penghasil bunyi (transducer) dimasukkan dalam telinga dan mengeluarkan bunyi "klik". Koklea yang sehat, menurut Susan, akan menjawab seperseribu detik kemudian dengan mengirimkan suara. Suara itu lalu ditangkap oleh sebuah mikrofon mini. Tapi bagaimana dengan asal muasal suara tadi, ternyata hingga kini masih jadi ajang debat di kalangan para ahli. Bambang Aji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus