Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Definisi Penggemar Fanatik, Seberapa Berbahaya?

Psikolog menyebut bahaya menjadi penggemar fanatik terhadap artis atau lainnya. Apa saja bahanya?

27 Februari 2023 | 22.11 WIB

Tom Cruise melayani permintaan tanda tangan para penggemarnya saat menghadiri premier film Mission: Impossible-Fallout di Paris, Prancis, Kamis, 12 Juli 2018. REUTERS
Perbesar
Tom Cruise melayani permintaan tanda tangan para penggemarnya saat menghadiri premier film Mission: Impossible-Fallout di Paris, Prancis, Kamis, 12 Juli 2018. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Anda termasuk penggemar fanatik aktor, atlet, atau musisi tertentu? Sejumlah pakar punya pendapat berbeda mengenai fanatik terhadap idola. Salah satunya J.P. Chaplin yang menyebut fanatik sebagai sikap yang penuh semangat yang berlebihan terhadap satu segi pandangan atau satu sebab. Ini artinya, fanatik merujuk pada orang yang memiliki pemahaman, kegemaran, atau kesukaan berlebihan terhadap sesuatu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut psikolog klinis dewasa yang tergabung dalam Ikatan Psikolog Klinis wilayah Banten, Mega Tala Harimukthi, merujuk pada teori terdahulu, orang yang fanatik bahkan bisa mencelakai orang lain yang tidak sepaham dengannya. Fanatik berbeda dengan fanatisme. Fanatik merupakan sifat yang timbul saat orang menganut fanatisme. Sementara fanatisme adalah sebuah paham di mana orang biasanya memiliki ketertarikan yang secara berlebihan terhadap sesuatu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Jadi kalau fanatisme itu pahamnya. Maka ketika sekelompok orang menyukai sesuatu secara berlebihan, katakanlah dia suka K-pop, bahkan klub sepakbola misalnya, secara berlebihan maka mereka disebut orang dengan paham fanatisme berlebihan,” kata Mega.

Fanatik jelas berbahaya. Dalam konteks mengidolakan artis, ketika orang menyukai satu atau lebih idola tertentu kemudian sangat terinternalisasi ke dalam dirinya maka secara sadar maupun tidak sadar menyebabkan dia meniru semua tentang idolanya. Aktivitas pun jadi terganggu karena terlalu fokus mengikuti kegiatan idola mulai dari apa yang dikerjakan hingga dimakan. Ini tak hanya dilakukan kalangan remaja tetapi juga orang dewasa.

Inilah yang mungkin memunculkan pendapat bahwa mengidolakan artis tertentu, khususnya dari luar negeri,sama berbahaya dengan narkoba yang menimbulkan kecanduan. Mega mengingatkan hal ini bisa merugikan karena waktu yang bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif terbuang begitu saja.

Tak cukup dengan meniru, ada juga penggemar yang bahkan terus menerus mengikuti idolanya. Di Korea Selatan, penggemar semacam ini disebut sasaeng atau penggemar obsesif. Sebagian sasaeng mengejar idolanya seharian termasuk menunggu di depan rumahnya. Para penggemar ini telah membuat para bintang terusik sejak 1990-an, ketika grup idola seperti H.O.T. mulai tenar di Korea, menurut profesor psikologi di Universitas Nasional Seoul, Kwam Keum-joo, seperti pernah dipublikasikan The Korea Times.

Fenomena ini terus terjadi dan membuat agensi hiburan tempat bernaung idola bertindak. Agensi hiburan Korea Selatan JYP Entertainment, misalnya, pernah menyatakan mengambil tindakan hukum pada sasaeng yang terus melanggar privasi grup idola K-pop Stray Kids. Menurut agensi, sasaeng menunggu artis di luar asrama, perusahaan, salon, mengikuti saat idola bepergian untuk aktivitas terjadwal, mencoba kontak fisik, dan masuk ke dalam pintu masuk gedung asrama.

Punya batasan
Menurut Mega, orang dikatakan mengidolakan artis secara wajar apabila masih bisa membedakan realitas dan sekadar kesenangan. Dia menekankan pentingnya memiliki batasan dalam mengidolakan artis, misalnya sekadar menyukai lagu-lagu karyanya, film, tanpa harus mengikuti semua yang dia lakukan.

Psikolog yang berpraktik di RSIA Bina Medika Bintaro itu mengatakan adanya batasan penting untuk membuat orang tetap berada pada jalurnya, yakni individu dengan aktivitasnya, apakah dia remaja yang masih punya kewajiban bersekolah, pegawai kantoran, atau ibu rumah tangga dengan tanggung jawab mengasuh anak.

Dia menyarankan orang sebaiknya memiliki kegiatan yang produktif agar tidak terus menerus kepo dengan idola tanpa mengenal waktu. Olahraga juga bisa jadi pilihan karena membantu mengeluarkan hormon bahagia dan pikiran menjadi lebih positif.

“Jadi, kita enggak melulu memikirkan idola. Kita jadi lebih tahu batasan realita, kapan waktunya menunjukkan ini batasan saya, bukan kehidupan dia,” paparnya.

Jadi, menyukai grup idola atau artis tertentu sebaiknya tidak terinternalisasi ke dalam diri sehingga aktivitas sehari-hari tetap berjalan sebagaimana mestinya dan itu sangat wajar sekaligus sebagai sikap untuk tidak dilabeli sebagai fanatik.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus