Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Faktor Risiko dan Pengobatan Kutil Kelamin

Diagnosis yang tepat merupakan langkah awal sebelum pemberian terapi pengobatan kutil kelamin. Apa saja macam pengobatannya?

15 Juni 2022 | 22.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi kanker serviks. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kulit dan kelamin Amelia Soebyanto menjelaskan orang yang berisiko mengalami kutil kelamin adalah yang aktif secara seksual dan memiliki kebiasaan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom, riwayat infeksi menular seksual, serta gaya hidup yang kurang sehat, seperti sering minum alkohol dan merokok. Penderita HIV seropositif juga memiliki risiko yang lebih tinggi tertular virus HPV.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia memaparkan insidensi kutil kelamin di seluruh dunia 2001-2012 pada perempuan adalah 120,5 kasus per 100.000 per tahun dengan puncak usia pada perempuan adalah usia 24 tahun. Di Indonesia, Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) yang dilaporkan oleh 12 Rumah Sakit Pendidikan 2007-2011 menunjukkan angka kejadian kutil kelamin menduduki peringkat ke-3 terbesar dengan distribusi terbanyak ditemukan pada perempuan (62,5 persen) usia 25-45 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penularan kutil kelamin, selain dari hubungan seksual yang menyebabkan kontak langsung dengan mukosa penderita, juga bisa ditularkan dari ibu ke bayi saat melahirkan. Selain itu, meski jarang terjadi, kontak langsung maupun tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi HPV (fomites) juga dapat menularkan ke orang lain.

Orang yang sudah terinfeksi dan mengalami kutil kelamin juga harus waspada karena sifatnya kambuhan. Ia menambahkan kondisi daya tahan tubuh yang sedang lemah (imunosupresi) yang mendasari, infeksi berulang dari kontak seksual, atau lesi yang belum muncul (subklinis) dan tidak diketahui, bisa menyebabkan kekambuhan. Ketika prognosis (prediksi terhadap penyakit, pengobatan yang dijalankan) cukup baik pun kondisi ini bisa sering berulang.

“Salah satu yang penting dilakukan adalah deteksi dini genital warts. Penegakan diagnosis umumnya dapat melalui pemeriksaan klinis langsung. Beberapa pemeriksaan penunjang di antaranya tes asam asetat, papsmear, patologi, pemeriksaan dengan alat pembesaran optik (kolposkop), dan identifikasi genom HPV," paparnya.

Namun, yang perlu sering dilakukan secara rutin yakni pemeriksaan klinis, tes asam asetat, dan papsmear. Diagnosis yang tepat merupakan langkah awal sebelum pemberian terapi pengobatan.

Pengobatan terhadap kutil kelamin sebenarnya masih di seputar mengontrol lesi melalui pengolesan cairan kimia, tindakan elektrokauter (bedah listrik), krioterapi (bedah beku), laser, serta bedah eksisi. Pertimbangan pemberian terapi ini disesuaikan dengan luas dan derajat keparahan penyakit, lokasi, komplikasi terkait terapi, preferensi pasien, ketersediaan terapi, dan juga kondisi penyerta.

“Sampai saat ini memang masih belum ada obat spesifik yang dapat mencegah penambahan jumlah virus sehingga pengobatan masih bertujuan untuk menghilangkan gejala klinis saja dan tidak dapat menghilangkan virus. Ini yang menyebabkan masih sering terjadi kekambuhan. Hal ini tentu memberikan masalah psikologis dan juga finansial bagi pasien," jelasnya.

Karena itu, salah satu langkah yang bisa dilakukan, khususnya perempuan, adalah mencegah dengan vaksin HPV yang dapat diberikan setelah kutil kelamin bersih melalui terapi pengobatan ataupun bagi yang belum pernah tertular virus namun di usia produktif.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus